JAKARTA – Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto mengaku gerah dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) berkedok anti korupsi namun menerima dana asing atau hibah.
“Yang pasti kalau lembaga anti korupsi yang terima dana asing atau hibah, saya mengganggap itu komprador. Komprador yang memang mereka punya niat ingin mengadu domba situasi dan keadaan di Indonesia,” tegas Hari Purwanto, saat diskusi bersama JCC Network bertema “Katanya Anti Korupsi, Ternyata…”, 17 April 2023.
Selain itu, kata Hari, mereka (LSM penerima dana asing) menjadi agen untuk merusak tatanan bahkan pejabat di Indonesia yang memang itu nanti menjadi penyanderaan terhadap pejabat-pejabat di Indonesia.
“Dan itu informasinya dibuang ke luar negeri,” katanya.
Dia menegaskan bahwa mereka ini justru bukanlah anti korupsi melainkan kaki tangan asing yang berada di Indonesia. Dan mereka adalah komprador yang memang faktanya sering di supply dan dibantu oleh negara-negara luar dan punya kepentingan ingin merusak kepemimpinan maupun para pejabat-pejabat Indonesia.
“Kita tahu siapa yang menjadi antek asing di Indonesia. Jadi kita harus bisa bedakan mana yang pro merah putih (Indonesia), mana yang anti merah putih (Indonesia) hari ini kan itu,” ujarnya lagi.
Lebih lanjut, Hari menyarankan kepada Pemerintah untuk memberikan aturan khusus pengawasan kepada LSM-LSM yang menerima dana hibah dari asing tersebut. Harapannya, mereka tidak bisa semena-mena bahkan kalau perlu jika ada aliran dana asing dari luar yang jatuh kepada lembaga-lembaga mereka ini, maka PPATK juga segera memeriksa aliran-aliran dana tersebut.
“Dana yang masuk ke rekening LSM-LSM yang terkontaminasi oleh kepentingan asing ini. Itupun harus segera ditelusuri ya, biar kita makin tahu bahwa mereka ini bekerja untuk merah putih (Indonesia) tapi bekerja untuk menjual data ke luar negeri. Harus ada transparasi yang tegas dari pemerintah untuk menelusuri dana-dana hibah asing yang masuk kepada NGO atau Lembaga-lembaga yang ada di Indonesia,” bebernya.
Lebih jauh, Hari memastikan ada simbiosis mutualisme antara negara luar dengan NGO-NGO kaki tangan luar yang ada di Indonesia dengan memberikan supply data dan dijual untuk kepentingan asing.
Dan, kata Hari, negara luar mempetakan negara Indonesia. Ia pun memberikan pesan dari salah satu tokoh yang kini sudah almarhum dengan menceritakan kisahnya mendapatkan tawaran bantuan dari luar negeri disaat era reformasi. Namun, kata Hari, tokoh tersebut bukan memilih kekayaan melainkan NKRI harga mati.
“Dia pernah bilang ke saya “Har, kalau saya mau kaya pada saat reformasi banyak bantuan dari luar negeri itu bisa saya, kalau saya mau berkompromi. Tetapi saya tidak lakukan itu karena saya tahu saya akan dipaksa untuk membuka semua data dan peristiwa yang terjadi di Indonesia. Karena merah putih saya, saya tidak lakukan itu. Itulah pesan salah seorang tokoh dan sudah almarhum ke saya bahwa memang NGO-NGO yang ada di Indonesia itu pasti kalau punya koneksi dengan luar pasti itu ada pembelian asing dan sudah pasti dia harus membuka semua data yang ada di sini, dan tugasnya memang ya tadi memata-matai genre komparador itu,” pungkasnya.