Jakarta – Kandidat Ketua Umum GPII Periode 2017-2020 Nanang Qosim menyebut Islam dan Indonesia adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Sebuah Rahmat atas negeri yang telah dianugerahkan oleh Allah SWT.
Nanang Qosim pun mengajak para pemuda generasi milenial saat ini khususnya generasi penerus perjuangan bangsa yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) sudah seharusnya, sebuah keniscayaan yang harus menjadi pegangan utama, mengalir dalam darah dan denyut nadi bahwa memperjuangkan, mensyiarkan dan serta menyebarluaskan ajaran Islam sebagai Rahmatilallamin dalam bumi Indonesia yang di cintai ini.
“Adalah sebuah perjuangan yang harus kita gelorakan secara terus menerus tanpa kenal lelah,” ungkap Nanang Qosim, hari ini.
Lebih lanjut, Nanang Qosim mengaku memiliki pemikiran, skema dan paradigma, bahwa kehadiran GPII di bumi Indonesia adalah sebuah amanah. Amanah terhadap kader umat, dan kader bangsa.
Amanah yang harus di tunaikan secara sungguh-sungguh dan konsisten dalam merawat, menjaga, dan terus berjuang demi kemajuan Islam dan kemajuan Indonesia sebagai tanah air.
“Bumi yang kita pijak, air yang kita minum, udara yang kita hirup, semua adalah Rakhmat dari Allah SWT,” katanya.
Dia melanjutkan kekyaan alam yang dimiliki, keragaman budaya yang ada dalam bangsa semuanya itu harus di maksimalkan, di arahkan semata-mata demi kemashalatan dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
“Disitulah Islam Rahmatanlilalamin akan dapat terwujud. Tanpa usaha dan ikhtiar yang maksimal, maka ajaran-ajaran Islam yang sangat mulia, hanya akan menjadi slogan-slogan saja,” jelasnya.
Dalam kesempatan Muktamar ini, Nanang Qosim memaparkan secara singkat pemikiran, gagasan yang akan di usung untuk memimpin, menempatkan posisi GPII dalam konteks Islam dan Ke-Indonesiaan. Pertama, Islam adalah ajaran yang Rahmatilalamin, ajaran yang memperjuangkan, memuliakan kehidupan manusia, tanpa memandang perbedaan latar belakang.
“Maka sebagai calon Ketua Umum GPII saya akan terus menggelorakan ajaran Islam yang damai, menyejukkan sebagai landasan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” ucapnya.
Kedua, kata dia, bumi, air, dan seluruh keragaman yang ada di Indonesia adalah Rakhmat Allah SWT. Maka sebagai generasi muda, sebagai kader umat dan bangsa, GPII harus senantiasa merawat, menjaga dan meningkatkan kecintaan kita kepada tanah air, bangsa dan negara Indonesia.
Dengan terus memperjuangkan kehidupan rakyat agar tercapai keadilan dan kesejahteraan sosial sesuai dengan cita-cita para pendiri bangsa Indonesia.
“Karena sesungguhnya tanah air sebagaimana yang kita ketahui bersama adalah negeri tempat kelahiran. Al-Jurjani mendefiniskan hal ini dengan istilah _al-wathan al-ashli_ yaitu tempat kelahiran seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya,” katanya.
اَلْوَطَنُ الْأَصْلِيُّ هُوَ مَوْلِدُ الرَّجُلِ وَالْبَلَدُ الَّذِي هُوَ فِيهِ
Artinya, “Al-wathan al-ashli adalah tempat kelahiran seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya,” (Lihat Ali bin Muhammad bin Ali Al-Jurjani, At-Ta`rifat, Beirut, Darul Kitab Al-‘Arabi, cet ke-1, 1405 H, halaman 327).
Dari uraian itu, kata dia, maka dapat diketahui dan pahami, bahwa tanah air, bangsa dan negara bukan sekedar tempat lahir, tumbuh dan besar. Tetapi juga sebagai tempat dimana menetap. Maka sudah seharusnya kecintaan pada tanah air, bangsa dan negara senantiasa dipupuk dan pelihara.
Sebagai contoh dan tauladan, Rasulullah SAW sendiri pernah mengekspresikan kecintaanya kepada Mekah sebagai tempat kelahirannya. Hal ini bisa di lihat dalam penuturan Ibnu Abbas RA yang diriwayatkan dari Ibnu Hibban berikut ini:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا أَطْيَبَكِ مِنْ بَلْدَةٍ وَأَحَبَّكِ إِلَيَّ، وَلَوْلَا أَنَّ قَوْمِي أَخْرَجُونِي مِنْكِ، مَا سَكَنْتُ غَيْرَكِ
Artinya, “Dari Ibnu Abbas RA ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘Alangkah baiknya engkau sebagai sebuah negeri, dan engkau merupakan negeri yang paling aku cintai. Seandainya kaumku tidak mengusirku dari engkau, niscaya aku tidak tinggal di negeri selainmu,” (HR Ibnu Hibban).
Begitu juga kecintaan Rasullallah SAW terhadap Madinah. Kecintaan Rasulullah SAW terhadap Madinah juga tak terelakkan. Karenanya, ketika pulang dari bepergian, Beliau memandangi dinding Madinah kemudian memacu kendarannya dengan cepat. Hal ini dilakukan karena kecintaannya kepada Madinah.
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَنَظَرَ إِلَى جُدْرَانِ الْمَدِينَةِ أَوْضَعَ رَاحِلَتَهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا
Artinya, “Dari Anas RA bahwa Nabi SAW apabila kembali dari berpergian, beliau melihat dinding kota Madinah, maka lantas mempercepat ontanya. Jika di atas atas kendaraan lain (seperti bagal atau kuda, pen) maka beliau menggerak-gerakannya karena kecintaanya kepada Madinah,” (HR Bukhari).
“Dari penjelasan singkat ini maka setidaknya kita dapat menarik kesimpulan bahwa mencintai tanah air merupakan hak dan kewajiban yang cukup mendasar, karena hal tersebut juga dianjurkan oleh syara’ (agama),” sebut Nanang.
Lebih jauh, Nanang menyimpulkan bahwa mencintai tanah air adalah hak dan kewajiban sebagai bentuk dari keimanan. Karenanya, jika mengaku diri sebagai orang yang beriman, maka mencintai Indonesia sebagai tanah air yang jelas-jelas penduduknya mayoritas Muslim merupakan keniscayaan.
“Inilah makna penting pernyataan hubbul wathan minal iman (Cinta tanah air sebagian dari iman),” tandasnya.
“Dengan mengusung visi jika pemuda Islam Indonesia sudah tumbuh akan cintanya terhadap bangsa dan negara, maka bangsa ini tidak akan mudah di pecah belah, saya akan meneruskan dakwah GPII ke seluruh penjuru nusantara. Islam Yes, NKRI Yes,” pungkasnya.