Jakarta – Pengacara Habib Rizieq Shihab Kapitra Ampera menegaskan sebuah kebenaran informasi menjadi hal penting untuk diperhatikan. Makanya, dia mengajak masyarakat untuk tidak lagi mengkonsumsi maupun memproduksi berita bohong alias hoax.
“Stop Hoax, sekarang juga!!!,” tegas Kapitra, dalam pesan rilisnya, hari ini.
Menurut ahli hukum ini masyarakat dijaman now ini dalam menjalani kehidupannya sangat bergantung pada Informasi. Sikap dan prilaku masyarakat ditentukan oleh cara berfikir masyarakat tersebut. Dan cara berfikir ditentukan oleh informasi yang didapatkan.
“Informasi hoax akan merusak semua hal, perselisihan anggota keluarga, konflik dalam lingkungan masyarakat, hingga memecah belah keutuhan dan persatuan bangsa,” tuturnya.
Pengacara asal Riau ini pun membeberkan fenomena penyebaran informasi hoax menjadi catatan penting bagi setiap individu masyarakat untuk dapat berhati-hati dan bijak dalam memanfaatkan media sosial dengan memastikan informasi dan akurasi dari informasi yang diterima, dan ikut menyebarkan apabila bermanfaat dan kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan.
Kendati demikian, kata Kapitra, dalam mengatasinya penutupan akun-akun penyebar hoax maupun ancaman pidana terhadap pelaku masih belum dapat menghambat efek-efek negatif yang timbul dari penggunaan media sosial oleh masyarakat, sehingga muncul berbagai kekhawatiran terjadinya disintegrasi sosial akibat dari berita tendensius, menyesatkan, dan menanamkan kebencian yang menimbulkan perpecahan dalam berbagai kelompok masyarakat.
“Meskipun kebebasan berpendapat adalah hak setiap orang dalam berdemokrasi, namun harus tetap diikat dan tunduk atas aturan hukum,” ujarnya.
Di Indonesia, lanjut dia, pelaku penyebaran berita bohong melalui media sosial dapat dihukum dengan pelanggaran atas Ketentuan Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang No 19 Tahun 2016 Jo Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman hukuman paling lama 6 Tahun Penjara.
“Perlu adanya suatu tindakan dan kebijakan tegas dalam mengatasi fenomena sosial ini, salah satunya dengan melakukan penutupan akses internet atau penghentian penggunaan Media Sosial dalam jangka waktu tertentu selama 1 bulan, dengan diiringi penutupan terhadap akun-akun jejaring media sosial yang terindikasi penyebaran hoax, hate speech, konten kekerasan, pornografi dan pelanggaran norma lainnya,” jelasnya.
Disamping itu, tambah mantan Pentolan GNPF Ulama itu juga menyarankan agar perlu adanya regulasi dan sosialisasi penggunaan media sosial yang tidak melanggar hukum.
“Hal ini penting agar masyarakat lebih paham dan cerdas dalam memanfaatkan media sosial tanpa khawatir melanggar hukum,” ucapnya.
Dia melanjutkan informasi-informasi bohong / hoax telah menimbulkan keresahan dikalangan masyarakat. Dia mencontohkan soal pemberitaan hoax mengenai didatangkanya 20 Juta Tenaga Kerja asal China ke Indonesia yang membuat Tenaga Kerja yang ada di Indonesia menjadi khawatir dengan semakin beratnya daya saing untuk mendapatkan pekerjaan, sehingga menimbulkan kecurigaan dan ketidaksukaan terhadap Pemerintah yang dianggap tidak memperhatikan rakyat.
Disamping itu, kata dia, media sosial telah membentuk pengelompokan-pengelompokan pro dan kontra atas setiap informasi yang disisipi oleh penambahan-penambahan hoax, terlebih dalam hal politik dan isu Agama.
“Hal yang sangat sensitif di masyarakat. Informasi hoax sangat mudah menyulut emosi dan kemarahan, sehingga berita hoax yang belum dapat dibuktikan kebenarannya dapat merugikan siapapun yang menjadi objek pemberitaan hoax, dan mengakibatkan konflik soasial, politik dan agama yang berkepanjangan,” katanya.
Diketahui, dari data yang dimiliki Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebutkan pada tahun 2017 terdapat sebanyak 800.000 situs/akun media sosial yang terindikasi sebagai penyebar berita palsu dan ujaran kebencian (Hate Speech).
“Dapat dibayangkan bagaimana cepatnya tekhnologi akan menyebarkan berita/isu hoax kepada masyarakat,” ujarnya dia lagi.
Selain itu, sambung Kapitra, terkait dengan isu dan pemberitaaan hoax politik, Dr. Ross Tapsel menyebutkan tentang kelompok-kelompok politik dan nitizen menciptakan hoax sebagai salah satu strategi propaganda. Sehingga yang terjadi media sosial dapat menjadi alat dalam sistem politik Indonesia sebagai arena pertarungan dalam berbagai kepentingan, apalagi Indonesia akan memasuki momentum politik Pemilihan Umum.
“Tidak hanya aktor-aktor politik, masyarakat pun akan turut andil dalam pertarungan politik dengan media sosial, saling kritik, ujaran kebencian, penyebaran berita bohong, dibuat dengan judul yang provokatif menggiring pembaca media sosial kepada opini yang negatif. Yang ditujukan pada orang tertentu untuk menjatuhkan martabatnya serta menimbulkan kerugian materil maupun imateril. Meski bersumber dalam ”dunia maya”, kegaduhan akan sulit untuk dihindari,” paparnya.
Dalam Hypodermic Needle Theory yang dikemukakan oleh Elisabeth Noelle-Neumann, tambah Kapitra, teori ini memiliki pengaruh kuat kepada masyarakat yang dengan sengaja mengubah atau mengontrol perilaku masyarakat dengan menyebarkan informasi melalui media massa. Hal ini sebagaimana pemberitaan hoax yang kerap kali tersebar, yang menyebabkan berubahnya pola fikir masyarkat dan timbulnya kebencian terhadap individu objek pemberitaan tersebut.
Namun, kata dia, disisi lain aktifitas di sosial media yang positif pun sering kali dianggap dan dicurigai sebagai akifitas penyebaran informasi yang mengandung ujaran kebencian dan lainnya sehingga tidak sedikit individu pengguna media sosial yang diproses secara hukum atas dugaan-dugaan tersebut. Dalam Individual Differences Theory oleh Adler dan Rodman menyebutkan, bahwa media massa memberikan pengaruh dan pandangan berbeda dari masyarakat sesuai dengan karakteristik dan kepentingan masing-masing Individu.
“(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar,” cetus Kapitra.
“Alangkah baiknya ketika kamu mendengar berita itu kamu katakan saja: Tidak sepatutnya kami membicarakan berita bohong ini, Maha suci Engkau Ya Tuhan, berita ini adalah bohong besar belaka ! ( Surat An-Nur ayat 15-16 ),” tandas mantan Presidium Alumni 212.