JAKARTA – Mantan pimpinan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Bangka Belitung Ayik Heriansyah buka-bukaan membongkar borok organisasi HTI.
Salah satunya adalah HTI mengklaim mengikuti metode (thariqah) Rasulullah dalam mendirikan Khilafah. Kata Ayik, ini adalah klaim dusta karena Nabi saw tidak pernah mendirikan Khilafah lalu bagaimana mungkin Beliau saw punya metode (thariqah) untuk mendirikan khilafah.
“Dan metode HTI menggunakan metoide Rasulullah itu adalah bohong, karena Rasulullah tidak pernah mendirikan Khilafah,” tegas Ayik saat Pengajian sistem jarak jauh bertema “Trend Radikalisme Ditengah Wabah Covid-19” yang diinisiasi Yayasan BBI, Kamis kemarin.
Jadi, lanjut Ayik, kalau HTI mengatakan bahwa mereka mendirikan khilafah dengan metode Rasulullah, pertanyaannya adalah kapan Rasulullah pernah mendirikan khilafah. Tapi kalau dikatakan Rasulullah mendirikan Daulah Nubuwah itu benar, dan Nubuwah itu hanya sekali tidak bias berulang kali, karena terkait dengan keberadaan seorang Nabi.
“Daulah Nubuwwah hanya ada ketika Nabi saw masih hidup. Setelah itu berdiri Khilafah ‘ala minhajin Nubuwwah/Khulafa’ur Rasyidin selama 30 tahun,” sambung Ayik.
Dia melanjutkan bahwa HTI menyelewengkan makna khilafah/imamah di dalam kitab-kitab kuning dari nashbul imam menjadi iqamatul nizham. Tidak satupun ulama salaf yang memaknai khilafah/imamah dengan khilafah tahririyah. Selain itu, kata dia, HTI mengasosiasikan bahwa khilafah ‘ala minhajin nubuwwah yang kedua adalah khilafah tahririyah yang khalifahnya pernah menjadi Amir Hizbut Tahrir padahal ulama Aswaja sepakat bahwa khilafah ‘ala minhajin nubuwwah adalah khilafah mahdiyah yakni khilafah yang dipimpin oleh Imam Mahdi.
“HTI menjadikan Nusantara sebagai wilayah tegaknya khilafah ‘ala minhajin nubuwwah yang kedua padahal hadits-hadits tentang akhir zaman, Imam Mahdi, Dajjal, dll semuanya menunjukkan makna bahwa lokasi berdirinya Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah yang kedua atau khilafah mahdiyah adalah di Arab (Syam dan Jazirah Arab). Artinya HTI salah alamat,” bebernya.
“HTI secara licik mengopinikan khilafah secara umum tanpa merinci bahwa khilafah yang mereka perjuangkan itu adalah khilafah tarhririyah bukan khilafah mahdiyah,” kata Ayik lagi.
Ayik menuturkan pada dasarnya kelompok radikal itu tujuannya sama yaitu khilafah menurut versi masing-masing, tapi mereka sepakat bahwa Negara Indonesia ini bukan Negara yang sah. Kelompok radikal apa pun, metode apa pun mereka satu pendapat bahwa Indonesia ini tidak sah sebagai daulah, dan kemudian mereka memberi solusi khilafah yang berbeda-beda.
“Khilafah yang berbeda-beda ini juga ternyata mempengaruhi metode perjuangan mereka, ada yang menggunakan metode politik dan ada yang menggunakan metode bersenjata,” ujar Ayik.
Dan metode politik juga ada dua, yaitu metode politik dengan cara masuk kedalam sistem dan ada diluar sistem. Politik didalam sistem itu seperti ikhwanul muslimin, jadi mereka ingin memperbaiki suatu pemerintahan bukan agar pemerintahan itu menjadi kokoh atau makin baik, tapi agar pemerintahan itu nanti berubah menjadi khilafah. Dan yang menggunakan senjata itu adalah Al Qaeda dan ISIS, sebenarnya ISIS itu kan saudara angkat Al Qaeda, memang latar belakang keduanya berbeda.
“Karena ISIS awalnya dari para mujahidin di Irak, karena mereka menghadapi musuh yang sama dengan mujahidin di Afghanistan, akhirnya mereka kerjasama,” tuturnya.
Pada awalnya mujahidin di Irak itu masuk dalam tanzim Alqaeda yang dipimpin oleh osama bin laden, kemudian ketika mujahidin di Irak berhasil mendirikan daulah islam.
“Itu juga masih diakui oleh Osama bin Laden, ketika Osama bin Laden meninggal, dan kemudian mujahidin di Iraq mendirikan khilafah tahun 2014, kemudian Al qaeda tidak mau membaiat,” tukasnya.
Awal Mula Masuk di Lembah HTI
Awalnya, Ayik mengaku tertarik masuk HTI karena adanya klaim dari organisasi tersebut dalam menyebarkan faham khilafah adalah dengan metode Rasulullah yang ternyata bohong.
“Jadi sehari setelah saya menyerahkan makalah saya, besoknya saya langsung mengikuti halaqoh di Ciputat. Jadi saya mulai halaqoh HTI itu tahun 2001, dan saya menjadi anggota itu tahun 2003, baiat lah saya pada tahun 2003 itu,” kata Ayik.
Tahun 2004, ia pulang ke Pangkal Pinang, dan sudah mulai mendekat-dekati orang, tapi waktu itu masih sendiri, suatu saat butuh booklet untuk dibagikan kepada orang-orang dikampung. dan Ayik langsung menghubungi Ismail Yusanto, lantas oleh Ismail Yusanto, Ayik disuruh menghubungi Ust Muhammad Al Khathath, waktu itu dia masih sebagai Ketua Umum HTI.
“Al Khathath langsung menunjuk saya menjadi mas’ul di Pangkal Pinang. Dan saya pun mulai merekrut orang, sampai 2010 saya menyerahkan kemas’ulan saya kepada anggota HTI di Pangkal Pinang, saya menyerahkan kemas’ulan saya karena sudah merasa ada yang tidak beres,” tukasnya.