banner 728x250

Kyai Said Isi Pengantar Buku Jawab Kegalauan Pertentangan Antara Agama

  • Bagikan
banner 468x60

Jakarta – Suatu peristiwa menarik dan sarat moralitas terjadi kemarin sore (Selasa, 21/3/2017), berkumpul sejumlah tokoh muda pergerakan lintas agama yang diinisiasi oleh Bung Ghopur salah seorang tokoh muda NU.

Hadir antara lain, Chrisman Damanik Ketua Umum Presidium GMNI, Alan SekJend.PP. GMKI, Angelo Wakekako Ketua Umum PP. PMKRI, Rizky Afriono Arkeolog UI yang juga kader PMII UI Kader Muda NU, dan Abdul Ghopur Intelektual Muda NU dan Dir.Eks. LKSB, di ruangan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj, MA, Guru Besar Tasawwuf, kantor PBNU.

banner 336x280

Kunjungan mereka ke Kyai Said merupakan ta’aruf (sowan) silaturrahim para generasi muda penerus dan pelurus perjuangan bangsa kepada salah seorang tokoh agama dan sealah seorang guru bangsa dalam rangka meneladani pengalaman, keilmuan dan kearifan-kearifannya seorang guru bangsa, khususnya masalah menjaga kerukunan antar umat beragama dan bangsa.

Kunjungan tersebut juga dalam rangka pemberian secara simbolis buku karya A. Dwi Hendro Sunarko Ginting & Abdul Ghopur yang berjudul: “IDEOLOGI KAUM FUNDAMENTALIS, Menjawab Kegalauan Pertentangan Antara Agama dan Negara” yang diberikan banyak Kata Sambutan para Tokoh Agama dan Bangsa, salah satunya adalah Kyai Said sendiri.

Dalam pertemuan tersebut berlangsung diskusi yang sangat hangat dan penuh dengan nuansa batin kebangsaan Indonesia. Kyai said banyak memberi tausiyah (saran) dan menekankan betul kepada para tokoh muda pergerakan tersebut bagaimana sesungguhnya arti penting kebangsaan bagi Indonesia dan juga bagi negara-negara lain.

Ia mencontohkan, karena fanatisme sempit, baik agama, suku, etnis, ras, juga kasta di negara-negara Timur Tengah khususnya, menyebabkan bangsa-bangsa itu kini berantakan karena perang saudara, tribalisme dan tindakan ektrimitas serta terorisme, karena yang dibangun atau ditonjolkan adalah fanatisme faham keagamaannya, bukan kebangsaan atau persatuan nasional.

Oleh karena itu, beliau sangat berharap, agar bangsa Indonesia lebih mengedepankan kebijaksanaan dan moderatisme dalam berbangsa dan bernegara dan dalam urusan keyakinan atau faham keagamaan. Tidak boleh bangsa ini mudah mengkafir-kafirkan atau menyesat-nyesatkan keyaninan/faham agama orang lain apalagi saudaranya seagama. Sebab, karena hal inilah bangsa-bangsa di Timur Tengah misalnya, pecah dan menjadi negara gagal.

Dalam kesempatan ini pula Kyai Said menyampaikan bahwa pentingnya kebudayaan dijadikan infrastruktur agama. Artinya, dengan budaya bangsa Indonesia mampu menjalin persatuan dan kesatuannya.

“Sehingga, agama atau suku yang menjadi “pembeda” kita bukanlah suatu halangan bagi kita untuk membangun suatu kehidupan berbangsa dan bernegara yang adil, makmur dan sejahtera sebagaimana diamanatkan dalam Proklamasi dan Pancasila serta cita-cita luhur para Pendiri Bangsa,” kata Kyai Said.

Pada kesempatan itu pula Kyai Said menyampaiakan bahwa NU dengan lebih dari 22 ribu pesantrennya di seluruh Indonesia tidak ada ajaran ekstrimisme apalagi terorisme, tidak ada pintu masuk untuk itu. Artinya orang-orang NU, para santri dan kyainya semua berpandangan moderat, seimbang, tengah (tidak ekstrim kiri atau kanan), dan toleran.

“Maka jika ada “orang Islam” yang melakukan tindakan terorisme, pasti bukan orang NU, begitu sahut beliau. NU selalu menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan kesatuan, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, Undang-undang Dasar 1945,” katanya

Menjawab pertanyaan para tokoh pemuda pergerakan kepadanya terkait situasi kekinian bangsa Indonesia dan bagaimana langkah operasionalnya, Kyai Said menjawab seluruh rakyat Indonesia bersama pemerintah wajib menjaga bangsa Indonesia, menjaga Pancasila dan NKRI harga mati. Dan itu tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri, tetapi masyarakat dan khususnya pemerintah harus menjaganya secara bersama-sama dan menolak semua faham yang berpandangan radikalis, ekstrimis juga terorisme.

Dan itu hanya akan terwujud apabila kita semua memiliki rasa cinta terhadap bangsa dan tanah air (Hubbul Wathon minal Iman/Cinta Tanah Air sebagian dari Iman), cinta Nusantara. Artinya pula pandangan-pandangan kegamaan di tanah air harus mampu beradaptasi dengan budaya-budaya bangsa selama tidak melanggar syariat seperti perbuatan maksiat, judi, narkoba, korupsi dan lain-lain, begitu tandas Kyai mengakhiri diskusi singkat namun sarat makna. Acara diakhiri dengan poto bersama sebagai kenang-kenangan indah antara generasi senior dan junior dalam bingkai keindonesiaan.

banner 336x280
banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Close