Jakarta – Antonius Benny Susetyo, pakar komunikasi politik dan pengamat etika, menyampaikan opininya terkait wawancara terhadap Angelina Sondakh, dalam segmen ‘Jangan Julid Bosque Bersama Om Ben’, dengan judul ANGELINA SONDAKH DALAM PUSARAN POLITIK MINUS ETIKA, yang diupload dalam Kanal Youtube RKN Media, tanggal 4 Maret 2022.
Dalam opininya, Benny menyampaikan bahwa Angie, sapaan akrab Angelina Sondakh, adalah korban dari politik kekuasaan yang hanya berdimensi manusiawi.
“Politikus hanya melihat power, kekuatan, yang akhirnya, politik adalah kapitalisasi kekuatan, baik sumber daya manusia, keuangan, ataupun kekuasaannya,” ujar Benny.
Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP tersebut juga menyatakan bahwa seyogyanya saat seseorang tidak memiliki kekuatan dalam permainan politik, maka dia akan dikorbankan.
“Maka Angie adalah korban politik, politik yang hanya berdimensikan manusiawi,” tegasnya.
Benny meneruskan penjelasan mengenai politik berdimensikan manusiawi tersebut. Menurutnya, politik manusiawi tidak mengejar kebaikan dan hanya berusaha merebut kekuasaan dengan cara apapun asal berkuasa, seperti yang dikemukakan filsuf Italia, Machiavelli.
Benny juga mengutip penjelasan dari Walter Benjamin, yang menjelaskan bahwa politik tidak cukup mencari kekuatan saja.
“(Walter Benjamin) menjelaskan politik itu penuh kebengisan dan kegelapan, dan karena itu, bukan hanya sisi manusiawinya saja, tetapi perlu dimensi ilahi. Elit politik harus berani mengkonstruksi dirinya menjadi pelayan publik, pelayan kepentingan umum, dan memiliki etika,” Benny menjelaskan.
Lebih lanjut, Benny menjabarkan bahwa politik di Indonesia hanya melaksanakan politik dengan dimensi manusia dan tidak menjalankan dimensi ilahi.
“Politik itu bengis; ketika power dan kekuasaan tidak bisa tersentuh, orang-orang seperti Angie menjadi korban permainan politik yang kehilangan dimensi ilahi,” katanya.
Saat ditanyakan tentang kemungkinan terungkapnya dalang korupsi seperti dalam kisah Angelina Sondakh, Benny menjelaskan bahwa Angie membutuhkan sebuah kekuatan dan dukungan sebelum melakukan pengungkapan.
“Ini tergantung apakah dia merasa memiliki power. Kalau dia mendapat power dari publik, ini bukan sekedar retorika saja. Politik itu menghitung kekuatan, dan kalau dia punya dan bisa dekonstruksi dirinya, maka disitulah dia memiliki keberanian,” Benny menuturkan.
“Politik hanya kepentingan. Orang punya kuasa, lalu dia mampu mengendalikan orang, dan mengendalikan arahnya. Kalau Angie menyimpan kebenaran, berarti ada absolute power yang luar biasa, yang membuat dia takut.”
Benny menutup opininya dengan menyatakan bagaimana sebaiknya politikus berpolitik, dan harapannya untuk dunia perpolitikan Indonesia.
“Politikus harus memiliki panggilan untuk melayani, mengabdi, dan menyejahterakan. Dia tidak lagi mencari keuntungan diri sendiri; dia sudah tidak perlu memenuhi kebutuhan dirinya dari bermain politik. Politikus harus memiliki keutamaan untuk memperjuangkan keadilan, kesejahteraan dan kebaikan bersama. Politikus harus memiliki kematangan dalam mengajukan argumentasi, berpikir, mengolah emosi, dan tidak mencari kekuasaan, tetapi hidup bersama rakyatnya,” jelasnya.
“Harapan saya, mari kita memberikan jalan agar politik menjadi medan perjuangan untuk kesejahteraan umum. Ciptakan sistem politik yang tidak berbiaya tinggi, tetapi mampu mengadu gagasan, konsep; bukan politik hanya citra, atau karbitan dengan jalan pintas. Politikus harus dididik dan memiliki pengalaman organisasi, kemampuan memilah mana yang baik dan buruk, bukan karbitan,” tutupnya.