Oleh: Ayik Heriansyah
Pengurus Lembaga Dakwah PWNU Jabar
Bagi seorang aktivis kawakan gerakan Islam mengindentifikasikan seseorang bergabung dengan harakah mana, cukup dengan merasakan auranya. Sudah dapat ditebak dari harakah mana dia berasal.
Ada juga dengan melihat cara berpakaian dan cara berbicara. Diksi dan ungkapan yang sering diulang. Tanpa perlu dialog panjang lebar dapat disimpulkan harakah apa yang diikutinya.
Entah kebetulan atau memang ada hukum alam, orang-orang awam melihat wajah-wajah pejuang khilafah umumnya tampak menyeramkan seakan-akan mau menerkam. Wajah-wajah yang memendam amarah murka.
Ketika mendengar kata “khilafah”, yang terlintas adalah wajah-wajah bengis pejuang ISIS. Wajah-wajah manis tapi sinis dan kurang simpatik dari aktivis HTI.
Persis apa yang dikatakan Syaikh Ibnu ‘Atha’illah:
مَا اسْتُوْدِعَ فِيْ غَيْبِ السَّرَائِرِ ظَهَرَ فِيْ شَهَادَةِ الظَّوَاهِرِ
Apa yang tersimpan di kedalaman batin akan tampak pada penampilan lahir.
Syaikh Zarruq menerangkan: Sebab, lahiriah segala urusan menunjukkan hakikat apa yang ada di dalam dada. Wajah menunjukkan hati. Jika hati mabuk tandanya terlihat pada wajah yang memerah. Apa yang ada dalam diri, menampak di luar diri.
Jika yang tersimpan dalam hati adalah kebencian, kedengkian, kedustaan, kelicikan dan kemunafikan maka akan tampak dari rona wajah. Sebab, ada dua hal yang tidak akan terhimpun pada diri seorang munafik: wajah ramah nan cerah dan pemahaman agama yang baik.
Khilafah versi harakah mana saja hanyalah konsep hasil pemikiran seorang manusia. Manusia adalah makhluk. Hasil pemikirannya pun adalah makhluk.
Khilafah Tahririyah merupakan hasil konstruksi pemikiran dari Taqiyuddin an-Nabhani. Kemudian disempurnakan oleh Amir-amir Hizbut Tahrir setelahnya. Mereka semua makhluk Allah.
Dengan demikian mengajak orang lain untuk mendirikan Khilafah Tahririyah sama artinya dengan menyeru orang lain kepada makhluk Allah. Bukan menyeru kepada Sang Khaliq Allah swt. Bukan pula mengajak dekatnya dan sampainya hati seseorang kepada Allah swt.
Syaikh Ibnu ‘Atha’illah berpesan:
لَا تَصْحَبْ مَنْ لَا يُنْهِضُكَ حَالُهُ وَ لَا يَدُلُّكَ عَلَى اللهِ مَقَالُهُ
Jangan kau temani orang yang keadaannya tidak membuatmu bersemangat dan ucapannya tidak membimbingmu ke jalan Allah.
Kata Syaikh Zarruq, orang yang ahwal-nya (keadaan/suasana hati) tidak membuatmu bangkit dan yang maqal-nya (perkataan) tidak menunjukkanmu kepada Allah berarti ia tidak pernah mencapai hakikat sedikitpun. Begitu pula dengan orang yang cita-citanya tidak berpaling dari makhluk.
Syaikh Abul Hasan asy-Syadziliy menasehati kita: “Jangan temani orang yang nafsunya mempengaruhimu, karena orang itu curang. Juga jangan temani orang yang nafsunya bisa kau pengaruhi, karena persahabatan seperti itu tidak langgeng. Temanilah orang yang ketika diingatkan, maka ia ingat kepada Allah. Sebab jika dia hadir, Allah membuatmu kaya. Jika dia tidak ada, Allah menggantikannya. Zikirnya merupakan cahaya hati dan kesaksiannya merupakan kunci-kunci kegaiban.”
Semoga Allah swt menunjukkan kita kepada orang-orang yang keadaan (ahwal) dan perkataan (maqal) mereka dapat membangkitkan semangat (ghirah) dan tekad (himmah) kita untuk mendekat kepada Sang Khaliq Allah swt.