banner 728x250

Demokrasi Kok Miskin?

  • Bagikan
banner 468x60

Oleh: Abdul Ghopur

Sepanjang bergulirnya reformasi pasca pemerintahan otoritarianisme Soeharto (orde baru/OrBa), diksi dan diskusi tentang demokrasi menjadi eforia yang menggejala di mana-mana, di semua kalangan. Gerbang kokoh yang selama ini tertutup rapat, seolah terbuka selebar-lebarnya. Banyak kalangan menaruh harapan tinggi terhadap pemerintahan reformis untuk memimpin mereka ke depan gerbang emas kebebasan, yang mereka sebut Indonesia baru. Pertanyaannya, akan seperti apakah Indonesia baru itu? Apakah kita benar-benar menuju Indonesia yang baru, atau hanya mimpi? Suatu saat di masa depan, akan ada negara yang menakjubkan dan makmur di mana rakyatnya hidup damai dan bahagia, adil dan sejahtera. Suatu negara demokratis yang menjunjung tinggi supremasi hukum dan menghormati sepenuhnya hak asasi manusia. Negara yang bebas dari rasa takut dan tentu saja bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Inilah yang disebut Indonesia baru.

banner 336x280

Kenyataannya, setelah 27 tahun reformasi berjalan, mimpi Indonesia baru, belum juga terwujud. Kesejahteraan, kemakmuran, keadilan, apalagi kebahagiaan justru makin menjauh dari relung kehidupan mayoritas rakyatnya. Jika pun ada, itu hanya menghinggap di kalangan dan lingkaran tertentu saja (very-very small group). Pertanyaannya, mengapa ini terjadi? Padahal, Indonesia adalah negeri yang sangat kaya raya akan segalanya. Negeri yang sangat kaya raya, rakyatnya mengantre gas tabung 3 kg berjejer panjang di seantero negeri. Nelayannya susah melaut untuk menangkap ikan mengais rejeki, karena lautnya dipagari bambu keserakahan dan kesombongan. Negeri yang sangat kaya raya, rakyatnya tidak bisa menikmati hasil kekayaan alamnya yang melimpah-ruah. Sebaliknya. malah dibebani beraneka ragam kewajiban membayar pajak yang tinggi.

Negeri yang sangat kaya raya, rakyatnya disuruh antrea BLT dan Bansos, mengemis 10 kg kantong beras miskin (raskin) di balai-balai desa. Negeri yang sangat kaya raya, rakyatnya berbondong-bondong mengantre mengular mencari lowongan pekerjaan, jutaan Sarjananya menganggur, rakyat kecil di pedalaman terpaksa merobek perutnya karena lapar yang tak tertahankan. Sementara sebagian kecil orang bergelimangan harta dan pesta-pora menghambur-hamburkan uang hasil menjarah negeri. Jalan-jalan ke luar negeri dan membagikan foto-foto kemewahan hidup di beragam media sosial kenamaan. Makan di restoran yang menghidangkan puspa ragam makanan mewah nan lezat. Memamerkan koleksi pakaiannya dari rumah mode terkenal dunia. Sungguh pemandangan dan keadaan yang melukai rasa keadilan serta menyayat hati.
Inikah cerita dan fenomena negeri yang sangat kaya raya namun rakyatnya hidup miskin dan mati kelaparan. Pepatah ayam mati di lumbung padi ternyata bukan cuma celoteh di negeri dongeng. Padahal, cita-cita reformasi dan demokrasi kita adalah kesejahteraan bersama. One for all, all for one kata founding father kita, Boeng Karno. Bukankah demokrasi Indonesia seharusnya ada kemerdekaan dan persamaan di lapangan politik, di samping ada kemerdekaan dan persamaan di lapangan ekonomi? Tapi faktanya jumlah anak stunting dan rakyat miskin makin bertambah serta pengangguran meningkat, dan kriminalitas merajalela.

Pertanyaannya kemudian, kenapa dengan sistem demokrasi kita malah menjadi miskin dan merana? Bukankah demokrasi adalah pilihan paling terbaik di dunia saat ini? Apa yang salah dengannya? Bukankah nilai-nilai demokrasi merupakan nilai-nilai yang sejalan dengan nilai-nilai dan paham yang terkandung dalam falsafah hidup bangsa kita, Pancasila? Jika tidak ada yang salah dengan sistem demokrasi, maka tidaklah terlalu salah mengalamatkan tuduhan jika para pemangku kebijakanlah yang tak mampu menghayati, memahami dan melaksanakan sistem demokrasi (utamanya demokrasi Pancasila). Tak terlalu berlebihan pula jika mereka disebut para pengkhianat amanat dan cita-cita Proklamasi 1945 dan amanat Reformasi 1998.

Gerakan reformasi memang telah berhasil memaksa Soeharto untuk turun dari jabatannya sebagai presiden, yang sudah lebih dari 3 dekade ia pangku. Sejak kejatuhannya, banyak orang telah bermimpi suatu negara baru, yang sama sekali berbeda dari masa lalu. Orang-orang ingin pemerintahan yang lebih baik dengan sistem yang lebih baik, yang akan, pada gilirannya, membuka pintu ke kehidupan yang lebih baik, kesejahteraan lahir batin yang melindungi segenap tumpah darah Indonesia, yang mencerdaskan kehidupan berbangsa. Alih-alih ingin bahagia, sejahtera dan memperoleh kemakmuran, demokrasi yang ada saat ini malah memiskinkan rakyat di akar rumput. Ironis!

Penulis adalah Intelektual Muda Ahlussunnah Waljama’ah (ASWAJA),
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Bangsa (LKSB);
Inisiator Yayasan Kedai Ide Pancasila
(menulis banyak buku dan artikel)

Disclaimer: (makalah ini merupakan pendapat pribadi, orang lain dapat saja berpendapat berbeda)

Referensi:
Pengamatan (empiris) pribadi.

banner 336x280
banner 120x600
  • Bagikan
Close