JAKARTA – Bau anyir kejahatan “memberantas korupsi sembari korupsi” yang diduga dilakukan oleh Jampidsus Febrie Adriansyah kembali menyengat kuat. Kali ini dalam penanganan penyidikan “Mafia Kasus Satu Triliun”, yang melibatkan mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA RI RI, Zarof Ricar.
Dalam Surat Dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat (10/02/2025), terdakwa Zarof Ricar telah didakwa menerima gratifikasi, sebagaimana yang dimaksud Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebesar Rp. 920 milyar dan 51 kilogram emas, terkait pengurusan perkara di pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi dan peninjauan kembali, yang diterima terdakwa dalam kurun waktu 2012 hingga 2022 atau saat terdakwa pensiun.
Akan tetapi ada yang ganjil yang memantik kecurigaan publik adanya dugaan kejahatan “pemberantasan korupsi sembari korupsi”. Karena, dalam surat dakwaan, diduga JPU dengan sengaja tidak menjelaskan asal usul sumber uang suap sebesar Rp. 920 milyar.
Hal ini memberi peluang terdakwa dibebaskan hakim. Lantaran dakwaan dapat dikualifisir kabur (obscur libeli).
Sebelumnya, dalam menangani kasus korupsi Jiwasraya dengan terdakwa Heru Hidayat dan kawan-kawan, yang merugikan negara sebesar Rp. 16,8 triliun, Jampidsus Febrie Adriansyah dituding oleh penggiat anti korupsi melakukan dugaan kejahatan “memberantas korupsi sembari korupsi”. Lelang saham perusahaan tambang batubara PT. Gunung Bara Utama — aset terpidana Heru Hidayat yang disita senilai Rp. 12,5 triliun itu di mark-down menjadi Rp. 1,945 triliun, melalui proses lelang yang diduga direkayasa, dengan memakai appraisal fiktip dari 2 (dua) Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
Lelang dimenangkan oleh PT. Indobara Utama Mandiri, perusahaan yang baru berdiri tiga bulan sebelum lelang diselenggarakan. Kini dugaan korupsi lelang saham PT. GBU tengah menjadi obyek penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus lain “memberantas korupsi sembari korupsi” adalah terkait Tan Kian yang tidak ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara korupsi Jiwasraya. Padahal terdapat fakta persidangan terdakwa Benny Tjokrosaputro, bahwa aliran pencucian uang Benny Tjokro turut mengalir ke Tan Kian sebesar Rp. 1 triliun hasil penjualan apartemen South Hill di Kuningan Jakarta Selatan, sebagaimana yang dinyatakan majelis hakim.
“Berdasarkan serangkaian fakta itu, Presiden Prabowo Subianto diminta segera mencopot Jampidsus, sekaligus memerintahkan Jaksa Agung RI agar memberikan izin KPK untuk memeriksa Febrie Adriansyah,” demikian Jerry Massie Direktur Political and Public Policy Studies (P3S) kepada wartawan di Jakarta, Kamis (13/02/2025).
Komisi III DPR RI Curiga
Tidak diuraikannya dalam surat dakwaan mengenai asal usul sumber uang suap sebesar Rp. 920 milyar memang mencurigakan. Pasalnya, sebagaimana yang telah riuh diberitakan, sumber uang suap itu diduga berasal dari penanganan perkara sengketa perdata antara SGC Dkk melawan MC Dkk, yang diwarnai skandal Hakim Agung Syamsul Maarif yang nekat menabrak Pasal 17 ayat (5) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Syamsul Maarif adalah hakim agung yang memutus perkara Peninjauan Kembali (PK) No. 1362 PK/PDT/2024, tanggal 16 Desember 2024 — hanya dalam tempo 29 hari.
PK No. 1362 PK/PDT/2024, tanggal 16 Desember 2024 itu sendiri, terkait perkara sengketa perdata antara PT. Sugar Group Company (SGC) milik Gunawan Yusuf Dkk melawan Marubeni Corporation (MC) Dkk, bernilai triliunan rupiah, yang pada tahun 2010 telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkraht), berdasarkan putusan kasasi No. 2447 K/Pdt/2009 tanggal 19 Mei 2010 dan No. 2446 K/Pdt/2009 tanggal 19 Mei 2010, dimenangkan oleh MC Dkk. Dan pihak SGC Dkk tidak melakukan upaya hukum PK.
Anggota Komisi III DPR RI, Hasbiallah Ilyas heran jaksa tak mengungkap asal-usul uang Rp. 920 milyar dan emas 51 kilogram yang menjadi bahan mendakwa Zarof Ricar. Dia mengatakan, transparansi terkait asal usul uang haram tersebut sangat penting untuk mengungkap mafia praktek makelar kasus di tingkat MA. Komisi III DPR RI memberikan dukungan untuk menuntaskan misteri gratifikasi Zarof Ricar. Selain jumlahnya yang fantastis, menurutnya kasus ini telah menjadi perhatian publik nasional dan internasional.
Asal Usul Uang Suap Sudah Benderang. Praktek Mafia Hukum, Jadi Jurus Ngemplang Utang
Lalu apa kaitannya perkara sengketa perdata antara SGC Dkk melawan MC Dkk, dengan dugaan korupsi makelar kasus Zarof Ricar, yang dikenal sebagai orang kepercayaan Ketua MA, Sunarto, yang diduga berperan sebagai kasir itu ?
Bermula — penyidik pada Jampidsus Kejagung menggeledah rumah kediaman Zarof Ricar di bilangan Jl. Senayan No. 8, Kel. Rawa Barat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan menemukan berbagai mata uang asing total sebesar Rp. 920 milyar, selain 51 kilogram emas. Lalu penyidik menemukan bukti catatan tertulis antara lain “Titipan Lisa“, “Untuk Ronal Tannur:1466/Pid.2024”, “Pak Kuatkan PN”. Namun menurut sumber di Gedung Bundar selain itu sebenarnya terdapat pula bukti catatan tertulis “Perkara Sugar Group Rp. 200 milyar”. Apabila bukti catatan itu benar, uang sebesar Rp. 200 milyar itu patut diduga sebagai titipan untuk hakim agung yang menangani perkara sengketa perdata antara PT. Sugar Group Company (SGC) milik Gunawan Yusuf, Dkk melawan Marubeni Corporation (MC) Dkk.
Persoalannya, putusan kasasi dan PK terkait perkara SGC versus MC cukup banyak. Karena mengalami daur ulang berkali-kali. Namun menurut seorang sumber, Zarof Ricar sudah “bernyanyi” di hadapan penyidik. Patut diduga uang suap Rp. 200 milyar itu terkait putusan Kasasi No. 1697 K/Pdt/2015 tanggal 14 Desember 2015 jo PK Ke-I No. 818 PK/Pdt/2018 tanggal 2 Desember 2019 jo PK Ke-II No. 887 PK/Pdt/2022 tanggal 19 Oktober 2023, yang merupakan upaya hukum lanjutan yang tergolong nebis idem yakni putusan-putusan No. 373/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Pst tanggal 1 Maret 2012 jo PT DKI Jakarta No. 75/Pdt/2013/PT.DKI tanggal 22 April 2013. Konon Zarof Ricar sudah mengaku dengan menyebut nama-nama hakim agung yang terlibat, termasuk seorang mantan Ketua Kamar Perdata MA yang berasal dari Lampung.
Namun keterangan Zarof Ricar tidak ditindaklanjuti oleh penyidik. Agak mengherankan, Jampidsus Febrie Adriansyah berdalih penyidik tidak harus memeriksa A apabila tersangka menyebutkan A.
Dari hasil penelusuran, tercatat hakim agung yang duduk pada majelis putusan kasasi No. 1697 K/Pdt/2015 tanggal 14 Desember 2015, adalah (1) Soltoni Mohdally, SH, (2) Dr. Nurul Elmiyah, SH, MH, dan (3) Dr. H. Zahrul Rabain, SH, MH. Majelis hakim agung PK Ke-I, No. 818 PK/Pdt/2018 tanggal 2 Desember 2019, adalah: (1) Dr. H. Sunarto, (2) Maria Anna Samayati, SH, MH, dan (3) Dr. Ibrahim, SH, MH. Sedangkan majelis hakim agung PK Ke-II, No. 887 PK/Pdt/2022 tanggal 19 Oktober 2023, adalah: (1) Syamsul Maarif, SH, LLM, Ph.D, (2) Dr. H. Panji Widagdo, SH, MH, (3) Dr. Nani Indarwati, SH, M.Hum, (4) Dr. H. Yodi Martono Wahyunandi, SH, MH dan (5) Dr. Lucas Prakoso, SH. Dua hakim agung yang disebut terakhir dissenting opinion.
Masih tersisa dua perkara MC melawan Sugar Group yang belum diputus Mahkamah Agung, yang berpotensi melanggar Pasal 17 ayat (5) UU No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan Kehakiman. Yakni perkara No. 1363 PK/Pdt/2024 jo Putusan No. 141/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst tertanggal 6 April 2020 dimana M. Yunus Wahab tetap tidak mengundurkan diri sebagai hakim agung yang memeriksa perkara. Padahal sebelumnya dalam perkara No. 447 PK/Pdt/2022 jo No. 18/Pdt.G/2010/PN.GS, M. Yunus Wahab sudah ikut menjadi hakim pemeriksa.
Kasusnya sendiri berdasarkan hasil investigasi P3S, bermula ketika Gunawan Yusuf Dkk melalui PT. GPA pada 24 Agustus 2001 menjadi pemenang lelang PT. Sugar Group Company (SGC) — aset milik Salim Group — yang diselenggarakan BPPN dengan kondisi apa adanya ( as is), senilai Rp. 1,161 Triliun. Ketika akan dilelang, semua peserta lelang termasuk GPA telah diberitahu segala kondisi dari SGC tentang aktiva, pasiva, utang dan piutangnya. SGC yang bergerak dalam bidang produksi gula dan etanol ternyata memiliki total utang triliuan kepada MC, yang secara hukum tentu menjadi tanggung jawab Gunawan Yusuf Dkk selaku pemegang saham baru SGC. Akan tetapi Gunawan Yusuf menolak membayar dengan dalih utang SGC kepada MC senilai triliunan rupiah itu hasil rekayasa bersama antara Salim Group (SG) dengan MC.
Diduga untuk mensiasati agar dapat ngemplang utang yang bernilai triliunan rupiah itu dibangun dalil yang diduga palsu, yang pada pokoknya menyatakan utang itu hasil rekayasa bersama antara SG dengan MC, sebagaimana yang dituangkan dalam surat gugatan Gunawan Yusuf Dkk melalui PT. SI, PT. IP, PT. GPM, PT. IDE, dan PT. GPA menggugat MC Dkk melalui PN Kota Bumi dan PN. Gunung Sugih, teregister dalam perkara No. 12/Pdt.G/2006/PN/GS dan No. 04/Pdt.G/2006/PN.KB. Namun pada ujung perkara, Gunawan Yusuf Dkk kalah telak, sebagaimana putusan kasasi No. 2447 K/Pdt/2009 tanggal 19 Mei 2010 dan No. 2446 K/Pdt/2009 tanggal 19 Mei 2010, yang telah berkekuatan hukum tetap (inkraht).
Dalam pertimbangannya majelis hakim menegaskan, tuduhan bahwa utang itu hasil rekayasa bersama antara Salim Group dengan Marubeni Corporation ternyata tidak mengadung unsur kebenaran. Terbukti pinjaman kredit luar negeri itu sudah di laporkan kepada Bank Indonesia dan terlihat dalam Laporan Keuangan dari tahun 1993 (SIL) dan tahun 1996 (ILP) sampai dengan tahun 2001. Adanya rekayasa justeru dibantah sendiri oleh Gunawan Yusuf melalui kuasa hukumnya berdasarkan bukti surat tertanggal 21 Februari 2003 yang pada pokoknya menyatakan ingin menyelesaikan kewajiban pembayaran utang dan bersedia melakukan pembahasan sehubungan dengan rencana pemangkasan sebagian hutang (haircut).
Ketidakbenaran tuduhan rekayasa diperkuat dengan bukti surat tertanggal 12 Maret 2003, yang pada pokoknya Gunawan Yusuf menawarkan untuk menyelesiakan kewajibannya dengan menerbitkan promissory note senilai usd 19 juta. Berdasarkan dua putusan kasasi tersebut, pada pokoknya SGC diputuskan tetap memiliki kewajiban pembayaran utang kepada MC, yang bernilai triliunan rupiah.
Gunawan Yusuf tak menyerah. Ia tidak melakukan peninjauan kembali terhadap putusan kasasi No. 2447 K/Pdt/2009 tanggal 19 Mei 2010 dan No. 2446 K/Pdt/2009 tanggal 19 Mei 2010. Namun lebih memilih mendaftarkan empat gugatan baru secara sekaligus. Memanfaatkan azas ius curia novit, sebagaimana ditegaskan Pasal 10 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dimana pengadilan tidak boleh menolak memeriksa dan mengadili perkara. Dalam empat gugatan baru tersebut, materi pokok perkara sejatinya sama dengan putusan kasasi No. 2447 K/Pdt/2009 dan No. 2446 K/Pdt/2009 yang telah berkekuatan hukum tetap (inkraht). Dari sinilah dugaan suap Rp. 200 milyar oleh Sugar Group itu mencuat.