Oleh: Lukman Hakim
Raksasa pabrik tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex Group) akhirnya bankrut. Tutup total per 1 Maret 2025. Total 10.965 orang buruh terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Kebangkrutan ini tidak hanya berdampak pada buruh dan pemangku kepentingan lainnya, tetapi juga memunculkan pertanyaan tentang bagaimana situasi industri dan masa depan industri nasional.
Nasi sudah menjadi bubur, Sritek tutup Dan buruh di PHK. Meski ada pejabat kementrian sesumbar lebih baik kehilangan jabatan daripada melihat buruh di PHK, nyatanya hanya isapan jempol saja. Kini pemerintah harus memastikan buruh mendapatkan hak pesangon yang layak dan menjamin pekerjaan bagi korban PHK.
Tak kalah penting harus menjadi perhatian bahwa deindustrialisasi nasional yang telah berlangsung selama beberapa dekade menjadi salah satu penyebab banyak industri strategis tutup atau mengalami penurunan produksi, sehingga mengurangi kemampuan Indonesia untuk bersaing dan memproduksi barang-barang konsumsi dalam negeri.
Salah satu penyebab utama deindustrialisasi nasional adalah tidak adanya fokus dari pemerintah dalam mengelola industri nasional. Dimana pengelolaan dan tata niaga industri nasional berdasarkan pada kebutuhan investasi dan pengerukan sumberdaya alam. Produksi bahan baku (raw material) disemua sektor non ekstarktif ambutadul dan menjadi korban banjirnya barang impor. Bahkan produksi komoditas naisonal sengaja tidak dikembangkan demi bisa impor. Jaringan setan oligarki dengan operator swasta dan pejabat korup masih kuat bercokol dalam sistem. Kepentingan oligarki yang bekerja sama dengan para pembuat kebijakan telah mengorbankan industri nasional.
Selain itu, kurangnya investasi dalam penelitian dan pengembangan (R&D) juga menjadi salah satu penyebab lain deindustrialisasi nasional. Negara tidak merasa penting R&D sebagai bagian dari pembangunan pondasi industri nasional yang kuat. Kebijakan negara terkoptasi olehh kepentingan neoliiberalisme. Para pemangku kebijakan baik yang ada di parlemen maupun pemerintahan cenderung jadi agen neoliberalisme. Generasi muda pun menjadi apatis Dan merasa tidak ada peluang dinegeri sendiri sehingga banyak yang memilih #kaburajadulu.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah perlu membuat roadmap industrialisasi nasional yang jelas dan terstruktur. Roadmap ini harus mencakup strategi untuk menguatkan industri hulu, seperti peningkatan produksi bahan baku, penyediaan lahan yang ramah lingkungan, pengembangan teknologi, R&D, dan peningkatan kemampuan manajemen yang transparan dan akuntabel.
Penguatan industri hulu sangat penting karena hilirisasi tidak akan berhasil jika industri hulu nya lemah. Industri hulu yang kuat akan menjadi pondasi bagi industri hilir yang berkembang. Oleh karena itu, pemerintah perlu fokus pada pengembangan industri hulu dan memberikan dukungan yang memadai untuk meningkatkan kemampuan dan kinerja industri tersebut. Perlu ada pemetaan industri sesuai kekuatan dan kebutuhan nasional, menyediakan big data industri yang aman berdasarkan kebutuhan nasional.
Dalam konteks ini, kebangkrutan PT Sritex dapat menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah dan industri nasional. Kita harus belajar dari kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan dan berusaha untuk memperbaiki tata kelola manajemen, meningkatkan investasi dalam penelitian dan pengembangan, dan menguatkan industri hulu.
Beban keuangan yang ditanggung Sritex, selain karena faktor lain, juga karena tidak adanya industri pendukung di dalam negeri yang sanggup menyediakan bahan baku yang murah dan berkualitas. Hingga kini, kebutuhan kapas nasional masih bergantung impor mencapai lebih dari 90% dari kebutuhan Nasir all. Badan Pusat Statistik, Kamis (26/12/24), memcatat nilai impor kapas Indonesia mencapai US$1,52 miliar setara dengan Rp24 triliun, dengan volume sebesar 467 ribu ton di tahun 2023. Padahal lahan produksi kapas dalam negeri sangat luas dan bisa swasembada kapas. Demikian juga bahan tekstil lainya seperti sutra, rami dan lain-lainnya.
Mengubah konsep dari leberalisasi menjadi kemandirian.
Kebijakan negara seharusnya mengikis pengaruh liberalisme dan konsep pasar bebas. Negara harus berani kembali pada jatidiri bangsa. Kekayaan alam dan negara yang sangat besar hanya akan jadi subordinat ekonomi global kapitalis jika tidak mengakar pada jatidiri ekonomi naisonal yaitu kemandirian dalam semangat gotong-royong. Aset Danantara yang angat besar pun jika hanya diinvestasikan dalam instrumen dan sistem industri global nantinya tidak akan berdampak signifikan bagi kesejahteraan rakyat. Hilirisasi juga akan bernasib sama jika dibangun dibawah pengaruh liberaslime dan pasar bebas. Target 8% pertumbuhan ekonomi hanya akan jadi mimpi belaka
Melibatkan Koperasi Buruh
Pelibatan koperasi buruh dalam menata dan membangun industri nasional menjadi sangat penting ditengah lemahnya industri dalam negeri. Hal ini juga bisa menjadi momentum bagi perekonomian naisonal dapat dikembangkan sesuai nilai-nilai konstitusi. Keterlibatan koperasi buruh dalam pengelolaan industri sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan buruh dan keluarganya, memperkuat industri, dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Melalui koperasi memungkinkan buruh untuk terlibat dalam manajemen dan pengambilan keputusan yang mempengaruhi pekerjaan dan kesejahteraan mereka. Buruh atau pekerja mendapatkan bagian saham atas nama Koperasi dan nantinya dapat membagikan laba kepada anggota, sehingga meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan pekerja.
Keterlibatan koperasi buruh juga dapat mendorong penguatan industri dan meningkatkan produktivitas dengan memotivasi buruh/pekerja untuk bekerja lebih efektif dan efisien. Koperasi pekerja dapat mendorong inovasi dan pengembangan produk.
Lebih jauh keterlibatan koperasi pekerja dapat membantu mengurangi ketimpangan dengan memberikan kesempatan yang sama kepada pekerja dan keluarganya dalam usaha bersama masyarakat dengan mengembangkan ekonomi lokal dan mendukung pengembangan komunitas.
Dalam konteks industri tekstil, keterlibatan koperasi pekerja dapat membantu meningkatkan kesejahteraan pekerja, memperkuat industri, dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengupayakan untuk mempromosikan dan mendukung pelibatan koperasi pekerja dalam pengelolaan industri.
Dengan menegakkan soko guru ekonomi naisonal maka negara dan bangsa kita dapat membangun industri nasional yang kuat, mandiri, dan mampu bersaing di tingkat global. Kita harus berani untuk membuat perubahan dan mengambil langkah-langkah yang strategis untuk mengatasi deindustrialisasi nasional dan membangun masa depan yang lebih cerah bagi industri nasional. Kita tidak ingin kelak industri-industri nasional kita bernasib seperti Sritex. ***
Penulis adalah aktivis PRD, Ketum Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI), Pengurus Kedai Ide Pancasila dan Koperasi GOBER.