DEPOK– Ketika Pemerintah gencar menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai kebijakan lanjutan dari Karantina Wilayah atau lockdown akibat pandemi virus Covid-19 yang semakin meluas, nyatanya kebijakan tersebut belum mendapat respon sepenuhnya dari kalangan pengurus masjid. Terbukti dibeberapa masjid baik yang berada di Jabodetabek, maupun didaerah-daerah lain yang memberlakukan PSBB masih saja ditemukan sejumlah masjid yang aktif menggelar sholat tarawih dibulan ramadhan ini, bahkan tanpa menyediakan fasilitas sterilisasi, sanitizer dan lainnya sesuai standar umum pencegahan Covid-19.
Menanggapi kondisi itu, mantan narapidana teroris (napiter) kasus bom Beji, Depok Achmad Sofian (38) alias Acong menyayangkan sikap para pengurus masjid yang mengabaikan (menganggap sepele) himbauan Pemerintah untuk tidak menyelenggarakan ibadah sholat berjamaah, yang pastinya akan mendatangkan kumpulan banyak orang dan tentu social (physical) distanting tidak berlaku disini. Apalagi jamaah yang berdatangan tidak menutup kemungkinan berasal dari tempat lain (bukan warga sekitar) yang bisa saja membawa virus Corona. Kondisi ini tentunya rentan bagi para jamaah lain mengingat saat melakukan sholat berjamaah akan saling bersentuhan demi merapatkan saf.
Menurut Acong untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah sebaiknya mengadakan dialog bersama para ulama, pemuka agama maupun pengurus-pengurus masjid. Dengan mendatangkan para pembicara dari pihak lain yang jelas berkompeten dan menguasai pandemi covid-19 (corona). Sebab tidak disemua daerah menjadi zona merah (red zone) atau memberlakukan PSBB sehingga bagi pengurus masjid yang berada diwilayah yang bukan red zone tentu akan merasa aman-aman saja untuk menggelar sholat tarawih.
Dengan adanya dialog bersama antara pemerintah setempat dengan para ahli dibidang covid-19 dan para ulama dapat menjadi salah satu solusi dari semua kesalahpahaman yang terjadi.
Apabila ibadah sholat berjamaah terpaksa dilakukan dirumah masing-masing demi memutus rantai penyebaran virus corona, tentu harus dicari solusi dan disertai dengan adanya SOP-nya. Sebab dengan adanya wabah ini Acong melihat terjadi silang pendapat akibat banyaknya informasi yang diterima oleh masyarakat dari berbagai sumber.
“Untuk itu harus dicari solusinya, antara lain dengan duduk bersama antara pemda setempat dengan para ulama, bersama orang-orang yang ahli dibidangnya (satgas/tim medis Covid-19) untuk berbicara tentang Covid-19 dan mengapa tidak diadakan sholat berjamaah”, saran Acong dikediamannya di Depok Senin petang (26/04/2020).
Para pengurus masjid harus didekati dan diberi pemahaman tentang prosedur standar bagaimana pencegahan penyebaran Covid-19. Sebab banyaknya informasi yang beredar dari berbagai sumber dan diterima langsung oleh masyarakat luas, menimbulkan kerancuan, apalagi jika dikaitkan dengan informasi bahwa untuk menentukan seseorang menderita Covid-19 harus menjalani test beberapa kali. Pemberitahuan secara terulis dan Surat-surat Keputusan (SK) pemerintah yang dikeluarkan menurut Acong belum cukup untuk membuat masyarakat sadar akan upaya pencegahannya. Sosialisasi langsung kepada masyarakat, termasuk dengan mendatangi masjid-masjid
.”Masyarakat harus sadar tentang kemudharatan, para ulama juga harus diberi pemahaman bagaimana mencegah atau memutus jalur penyebaran virus corona”, ujar Acong yang kini menekuni usaha catering.
Ia mengakui jika dirinya juga khawatir tertular virus Covid-19, namun dengan berusaha mengikuti standar physical (social) distanting dan menjaga kebersihan sesuai anjuran pemerintah, setidaknya kekhawatiran itu bisa terelakkan.
“Disini sholat tarawih, sholat Jumat selama pandemi Covid-19 tidak digelar. Pesan saya, ikuti aturan main yang telah ditetapkan pemerintah. Kalau memang sesuai kaidah laksanakan. Dan untuk mencegah penyebaran virus sebaiknya jangan sholat di masjid untuk sementara waktu. Maksud dari himbauan itu adalah bukan melarang ibadah sholat bagi kaum muslim, melainkan aktivitas