Oleh: Zainuddin Assyarifie
Ketua Lembaga Ta’lif Wan Nasyr Jabar
Pengurus di Yayasan Kedai Ide Pancasila
Praktisi Media sosial
Sopan santun dan ramah adalah ciri khas bangsa Indonesia, dijakarta sekalipun asal kita baik dan sopan orang juga respek dan akan menunjukkan jalan ketika kita tersesat pun dikota-kota besar di Indonesia lainya, mudahnya masyarakat di Indonesia memiliki keramahan yang tinggi terhadap siapapun yang membutuhkan pertolongan. Kondisi real sehari-hari demikian ternyata tidak sama dengan perilaku di dunia maya Netizen atau Warganet Indonesia belum lama ini menyandang gelar sebagai pengguna internet yang paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Pada Februari 2021, Microsot mengeluarkan Indeks Keadaban Digital yang menilai perilaku pengguna Internet dari 32 negara dunia. Indeks ini disusun dengan melakukan survei terhadap lebih dari 16000 pengguna Internet, termasuk dari Indonesia. Dalam hasil laporan mereka, warganet Indonesia merupakan pengguna Internet dengan peringkat keadaban paling buruk di Asia. Ironisnya, tidak berselang lama setelah survei tersebut dirilis, akun IG Microsoft pun ramai diserang warganet Indonesia hingga kolom komentarnya dinonaktifkan, bahwa upaya Microsoft memetakan indeks keadaban justru lahir dari keprihatinan bahwa gejala ini adalah isu yang bersifat global. Ibnu Nadzir (Peneliti PMB LIPI)
Hal itu kontradiktif dengan citra masyarakat Indonesia yang selama ini dikenal ramah dan kental akan budaya ketimuran. Lalu, apa yang sebenarnya menyebabkan warganet kita menjadi sangat “barbar” di dunia maya? para ahli berpendapat dengan sejumlah teori, mulai dari faktor minimnya literasi, kesulitan ekonomi, malas baca, dan kemiskinan akses informasi.
Degradasi keadaban digital terjadi tidak secara tiba-tiba namun dilakukan secara laten dan terus menerus sampe saat ini, hingga sesuatu yang tidak lazim dilakukan lama-lama dianggap wajar contoh yang sering kita jumpai adalah wanita/laki-laki paruhbaya berjoged-joged di tiktok atau wanita berkerudung merokok ditempat umum, menggandeng wanita tak dikenal, memanggil orang lebih lebih tua dengan sebutan nama dan masih banyak konten-konten tidak wajar yang dipaksakan menjadi lumrah demi sebuah predikat VIRAL. Didunia nyata konten-konten unfaedah tersebut sangat jarang sekali kita temukan bahkan mungkin tidak ada dilingkungan kita, semua hanya menjumpainya di akun media sosial masing-masing, mayoritas masyarakat belum siap menyamakan kewajaran didunia nyata diterapkan didunia nyata.
Kembali pada Nilai-nilai peradaban lokal adalah pilihan tepat untuk menata kembali kedaban digital bangsa Indonesia, Pemerintah sejatinya telah membuat Undang-Undang Informasi & Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Undang-Undang no 27 Tahun 2022 Perlindungan Data Pribadi yang intinya adalah : a. Larangan memperoleh atau mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian subjek data pribadi. (Pasal 65 UU PDP). b. Larangan mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian subjek data pribadi. (Pasal 65 UU PDP). c. Larangan menggunakan data pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian subjek data pribadi. (Pasal 65 UU PDP). d. Larangan membuat data pribadi palsu atau memalsukan data pribadi dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain. (Pasal 66 UU PDP).
Atas semua Peraturan perundangan yang sudah di berlakukan dan atau yang masih dalam tahap usulan sejatinya bertujuan agar masyarakat Indonesia kembali beradab sesuai dengan isi Pancasila yakni sila ke 2 “Kemanusiaan yang adil dan beradab” manusia beradab tidak suka membully atau melecehkan sesama manusia mereka akan saling menghormati satu sama lain, memiliki jiwa kemanusiaan yang tinggi adalah ajaran utama dasar Negara kita yakni Pancasila. Setidaknya kita bisa mulai menerapkan 10 butir-butir pengamalan yang diharapkan dapat terus berlaku dan diterapkan oleh warga negara Indonesia baik didunia nyata maupun dialam maya:
1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.( Sumber: bpip.go.id)
Menata Keadaban digital memang membutuhkan waktu dan edukasi yang tidak sebentar karna mayoritas pengguna media sosial adalah orang awam yang entah karena gabut atau apapun alasanya mereka juga berhak eksis diruang media sosial, ibarat menuntun balita mungkin ruang digital kita kita adalah balita yang belum sepenuhnya bisa berjalan apalagi berlari masih butuh dituntun terus menerus hingga tegak, berjalan dan kelak bisa berlari. Artinya kebutuhan literasi digital harus tetap dipenuhi secara konsisten sehingga pemanfaatan ruang digital menjadi lebih produktif dan inovatif yang kelak diharapkan mampu membawa kemajuan bangsa Indonesia dalam peradaban digital yang memiliki daya saing tinggi dengan berpedoman pada nilai-nilai luhur Pancasila.
Waalohua’alam bisshawab