Papua – Sejak dua tahun terakhir mulai 2020-2021 jelang evaluasi/revisi OTSUS Papua per April 2021, marak terjadi berbagai dinamika pro-kontra terhadap wacana hadirnya OTSUS Jilid II. Masing-masing kelompok (pro/kontra) ini menyatakan keberpihakan tentu ada alasan yang mendasari.
Kelompok pro dengan mengemukakan alasan pembangunan yang bisa lebih merata dan efektif. Sedangkan kelompok kontra yang mengemukakan alasan bahwa OTSUS Jilid I belum berhasil karena belum bernar-benar berpihak pada rakyat OAP, sehingga tidak ingin melanjutkan OTSUS.
“Tentu kita tahu oleh turunan OTSUS wilayah Papua saat ini tengah dimekarkan dari dua provinsi bertambah empat DOB menjadi enam provinsi. Secara rasional bisa kita lihat bahwa memang hadirnya DOB diperlukan untuk mempersempit jangkauan wilayah administrasi Papua yang terlalu luas.” tukas Arie Ferdinand Waropen, Ketua Solidaritas Generasi Muda-Papua (SGM-P), hari ini (17/1/2023).
Ia menyinggungi dengan luas wilayah Papua Barat 102.946.15 Km² dan Papua 319.036.05 Km² (BPS 2021) yang hanya dikelola oleh dua pemerintahan provinsi sangatlah mengalami banyak tantangan. Arie juga menambahkan bahwa secara geografis, wilayah/medan Papua yang sangat ekstrem seperti itu memang perlu perhatian yang lebih serius.
“Pada pertimbangan-pertimbangan itulah DOB Papua perlu didukung. Sehingga wilayah-wilayah pelosok yang selama ini masih kesulitan untuk dijangkau dalam pembangunan bisa segera dikondisikan dengan pemerintahan daerah yang baru.” tegas dia.
Arie juga berpatokan pada tahapan revisi OTSUS Papua di bulan April 2021 kemarin, yangtelah disepakati oleh DPR dan pemerintah membentuk suatu lembaga baru yaitu BKP3. Yang mana lembaga ini diperuntukkan dalam mengontrol, realisasi, monitoring dan evaluasi OTSUS Papua. Hal ini berangkat dari kondisi dimana pada OTSUS Papua Jilid I sebelumnya tidak memiliki lembaga pengontrol realisasi OTSUS tsb. Sehingga kurang efektif dalam monitoring dan mencegah penyalahgunaan wewenang/jabatan dan anggaran dalam proporsi OTSUS.
Arie menilai bahwa lembaga BKP3 ini akan efektif bila regulasi yang mengatur komposisi dan tupoksinya ini diatur secara representatif dan partisipatif.
SGM-Papua mengusulkan untuk secara bersama kita lakukan pematangan terhadap komposisi struktural dan fungsional dari kelembagaan ini.
“Bila kita mengacu pada susunan komposisi BKP3 yang sudah ada saat ini isinya mencakup lima instansi kelembagaan, yaitu Wakil Presiden, Kemendagri, Kemenkeu, Kemen Bappenas dan DPR-RI. Jika tujuan awal hadirnya BKP3 adalah untuk mengontrol realisasi OTSUS, maka kami berpandangan bahwa perlu ada pelibatan lembaga representatif Orang Asli Papua (OAP) yang terlepas dari intervensi parpol. Agar ada keterwakilan dari semua unsur/elemen untuk bersama menyelenggarakan OTSUS secara efektif dan efisien.” kata Arie.
Upaya perbaikan ini, menurut dia, agar dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab bisa lebih transparansi. Sehingga peruntukkan hadirnya lembaga BKP3 pada OTSUS tahap ini, dapat benar-benar bisa memastikan keberhasilan pada OTSUS Jilid II di sesi evaluasi nantinya.
“Dengan harapan OTSUS dapat meningkatkan manfaat yang terus dirasakan luas oleh OAP di tanah Papua dalam pemerataan pembangunan diseluruh Indonesia.” pungkasnya.