Padang – Dialog budaya dalam Acara Jambore Nasional Forum Penanggulangan Bencana (FPRB) yang diselenggarakan pada 29 September 2023 menjadi ajang penting dalam upaya manajemen pencegahan dan penanggulangan bencana di seluruh Indonesia. Ajang ini lebih dalam membahas mengenai kepemimpinan transformatif terkait manajemen bencana khususnya menjelang tahun politik 2024 dimana pemilihan umum dan pilkada akan dilaksanakan.
Dalam acara yang diselenggarakan secara Hybrid ini Antonius Benny Susetyo sebagai pembicara menyatakan bahwa pengurangan risiko bencana telah menjadi perhatian utama bagi kita semua.
“Namun, pentingnya pemimpin yang berorientasi pada pengurangan risiko bencana dan memiliki kepedulian terhadap literasi bencana tidak boleh diabaikan. Pemimpin transformatif dalam konteks ini tidak hanya memiliki pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga hati yang peduli terhadap penanggulangan bencana.” tegas Benny.
Lebih lanjut, staff khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP tersebut menekankan bahwa pemimpin yang memiliki hati untuk penanggulangan bencana adalah kunci. Bwnny menekankan bahwa mereka harus memiliki kesadaran akan pentingnya persiapan masyarakat dalam pendidikan sadar bencana.
“Pemimpin semacam itu juga akan mengupayakan anggaran yang cukup untuk teknologi guna meningkatkan responsibilitas terhadap bencana. Pemimpin transformatif dapat muncul dalam berbagai jabatan, termasuk kepala daerah atau pejabat publik. Mereka diharapkan sudah memiliki kesadaran akan risiko bencana yang selalu mengintai, seperti gempa bumi, banjir, longsor, dan bencana ekologi lainnya.” ujarnya.
Ini mencerminkan tanggap pemimpin terhadap nilai-nilai kemanusiaan seturut dengan Pancasila. Karenanya lebih lanjut menurut Doktor Ilmu Komunikasi Politik itu, dalam memilih pemimpin, penting untuk tidak hanya melihat kecerdasan retorika atau janji, tetapi juga hati pemimpin terhadap masalah penanggulangan bencana.
“Pemimpin yang punya hati akan secara alami mengedepankan kesadaran masyarakat terhadap pendidikan sadar bencana dan mengalokasikan anggaran dan teknologi yang memadai untuk responsibilitas bencana.” ungkapnya.
Benny juga mengingatkan dalam acara yang dihadiri oleh para anggota Forum Penanggulangan Bencana dari seluruh Kabupaten/Kota seluruh Sumatera Barat itu bahwa kepemimpinan transformatif memerlukan pemimpin yang rendah hati dan peka terhadap masalah-masalah kemanusiaa.
“Karenanya masyarakat harus mencari pemimpin yang memiliki hati, rasa kemanusiaan, dan rekam jejak baik dalam menangani bencana. Pemimpin yang tidak memiliki kesadaran akan risiko bencana dan hati yang peduli tidak akan mampu memimpin dalam pengurangan risiko bencana.” tegas dia.
Benny melihat bahwa kerjasama melalui media sosial dapat menjadi alat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memilih pemimpin yang peduli terhadap masalah bencana. Menurutnya, prioritas harus diberikan pada pemimpin yang siap mengalokasikan anggaran yang cukup untuk merespons risiko bencana.
Benny menutup paparannya dalam dialog Budaya yang antara lain dihadiri oleh Ninil Rmj , Sekjen dari Planas dan dosen Manajemen Bencana Universitas Airlangga dan Direktur Kesiapsiagaan BNPB Pangarso Utomo ini dengan menyatakan bahwa “Pada akhirnya, Forum dialog Budaya dalam Jambore Nasional Forum Penanggulangan Bencana ini diharapkan dapat memainkan peran penting dalam upaya mencari dan pemimpin yang peduli terhadap bencana.”
“Pemimpin yang memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk membuat sistem pencegahan dan penanggulangan bencana yang efektif dengan membangun kesetaraan, melindungi hak-hak semua individu, dan berusaha untuk meminimalkan ketidaksetaraan di masyarakat. Khususnya dalam upaya penanggulangan bencana hingga kesadaran akan risiko bencana dan kepedulian terhadap masyarakat dapat menjadi landasan untuk memimpin yang akan membawa kita menuju masa depan penanggulangan bencana yang lebih baik dan tepat guna.” pungkasnya.