JAKARTA- Pergeseran kelompok radikal dari aksi teror menjadi gerakan dakwah Islam eklusif sudah sejak lama mengemuka pasca wafatnya Osama Bin Laden, dimana kemudian para petinggi setelah peninggalan Osama Bin Laden melakukan evaluasi dan mulai mengurangi operasi yang sifatnya aksi teror dan lebih mengedepankan dakwah, tapi tentunya dakwah yang sesuai pemikiran mereka, jelas Ade Rina Farida M. Si selaku Sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat / LP2M UIN Syarif Hidayatullah dalam acara Bincang Velox bertema “Ancaman Transformasi Radikalisme Dalam Kehidupan Bermasyarakat Indonesia”, di Velox TV Channel.
Gerakan dakwah juga berkembang dengan munculnya gerakan ISIS pada 2014, yang kemudian para pengikut Al-Qaeda menjadi terpecah, dan yang tergabung dalam kelompok ISIS lah yang tetap komit dalam melakukan aksi teror seperti sebelumnya.
Perlu dilakukan identifikasi terhadap kondisi yang terjadi di masyarakat. “inilah yang perlu menjadi fokus pembinaan Pemerintah selama yang dipahami tidak mengarah kepada aksi teror, karena banyak didapati sikap eklusif timbul karena keinginan mendalami agamanya, adanya sifat haus akan keagamannya, tapi yang tidak disadari bahwa itu adalah bagian dari proses menjadi Muslim yang taat, sehingga perlu dibedakan bahwa yang lebih berbahaya yaitu radikalis teroris. Jadi kita sebagai masyarakat juga jangan buru-buru menuding itu bagian dari gerakan teroris, karena ini juga bagian dari proses penanganan yang akan dilakukan Pemerintah”, lanjutnya.
Adanya keinginan untuk mendalami agamanya dapat menjadi celah pembinaan dengan melakukan bimbingan, kedalam pemahaman agama yang benar, yaitu Islam yang rahmatan lil alamin.
Terjadinya transformasi paham radikalisme dapat menjadi keuntungan bagi Pemerintah dalam memberikan pembinaan dan bimbingan karena tarafnya baru sebatas pemikiran, masih sebatas benih-benih eklusivisme atau belum mengarah kepada aksi teror yang sangat diwaspadai. Sementara untuk menjawab darimana asal akar dari radikalisme itu sendiri, ada faktor eksternal dan internal tidak melulu dipicu oleh paham radikal teroris tadi, selama lingkungan mendukung perkembangan sikap eklusif dan diskriminasi maka menjadi situasi yang kondusif bagi tumbuh kembangnya paham radikalis. Tapi perlu saya ulang kondisi itu perlu secara jernih dipetakan agar kita tidak salah langkah dalam menanganinya.
Namun demikian, terjadinya transformasi paham radikalisme yang menyebabkan timbulnya sikap eklusif serta diskriminasi yang sedang terjadi sekarang ini, kita tidak boleh terlepas dari kejadian bom sarinah, bom terminal kampung melayu, bom Surabaya yang melibatkan keluarga, dan penusukan Menkopolhukam, Bapak Wiranto, karena itulah ancaman yang paling berbahaya dari adanya perkembangan paham radikal teroris di Indonesia. Tutup Ade Rina Farida M. Si yang sehari-hari juga berprofesi sebagai Dosen di UIN Syarif Hidayatullah di sela-sela diskusi bertema “Ancaman Transformasi Radikalisme Dalam Kehidupan Bermasyarakat Indonesia”, pada Velox TV Channel.