Otonomi khusus (Otsus) untuk Papua dan Papua Barat akan berakhir pada 2021 nanti. Sayangnya, penerapan Otsus di Papua yang sudah berlangsung selama 20 tahun dianggap belum berjalan maksimal.
Mantan Sekjen Himpunan Mahasiswa Cendrawasih Jhon Rumbino mengatakan, Otsus Papua yang sudah berjalan hampir 20 tahun perlu mengalami penyesuaian.
Karena, kata Jhon, secara konteks dibuatnya UU Otsus Papua 20 tahun lalu berbeda dengan kondisi sekarang. Contoh, dengan adanya pemekaran Papua Barat.
“Perlu adanya revisi UU Otsus. Kedepannya juga diperlukan adanya sinkronisasi yang erat antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah,” katanya dalam sebuah talkshow bertajuk Meninjau Kembali Kebijakan Otsus di Tanah Papua, Selasa (16/2).
Jhon menilai, untuk menjawab pertanyaan apakah selama ini pemberian dana Otsus Papua bisa dikatakan efektif atau tidak, tentu harus dilakukan evaluasi secara keseluruhan. Jika tidak pernah dilakukan evaluasi menyeluruh dan mendalam, maka sulit untuk menilai apakah dana otsus bisa dikatakan efektif atau tidak.
Jhon menegaskan, sudah seharusnya otsus Papua memiliki semangat untuk membuka ruang kepada rakyat di Papua dalam menyampaikan aspirasinya. Kemudian, mendapatkan hak yang layak seperti halnya di daerah lain.
Namun, kata Jhon, sejauh ini masih jauh dari harapan. Misalnya, di sektor pendidikan di Tanah Papua belum pada taraf yang maksimal.
Menurutnya, Pemerintah pusat jika ingin adanya perubahan yang signifikan bisa dimulai dari perhatian terhadap sumber daya tenaga pengajar yang bagus.
“Otsus kedepannya perlu memperhatikan pendidikan lebih baik. Fasilitas-fasilitas sekolah pun juga perlu diperhatikan lebih lagi,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Jhon, Otsus tetap bisa dilanjut asalkan dengan kontrol yang ketat dengan mengedepankan transparansi anggaran dan impelmentasi dari setiap pasal di UU dijalankan dengan baik.
“Dengan kontrol yang baik mengurangi masalah-masalah horizontal yang timbul. Rakyat Papua jangan menjadi objek semata, melainkan menjadi subjek,” tegasnya.
Founder LSM Papua Foundation Baharudin Farawowan menjelaskan, selama 20 tahun lalu jumlah pelajar dengan ketersediaan sekolah berbeda. Ada peningkatan hingga mencapai 100 persen.
“UU Otsus secara semangat sudah baik, dan juga sudah menghasilkan yang baik. Namun, bukan berarti untuk melanjutkan kebijakan Otsus di Tanah Papua tanpa kritikan. Pemerintah Pusat harus memperhatikan hal-hal yang sudah berbeda dari sebelumnya,” ujarnya.
Pada aspek sosial, kata Baharudin, perhatian Pemerintah pusat harus sampai di rakyat Papua. Memberi ruang aspirasi kepada rakyat Papua, tanpa memberi stigma sepihak.
“Tidak lagi mudah dianggap separatis,” ucapnya.
Dosen Ilmu Politik Universitas Kristen Indonesia (UKI) Alvitus Minggu menegaskan, Otsus perlu dilakukan revisi. Lalu, dalam proses revisinya harus melibatkan tokoh-tokoh adat di Tanah Papua itu sendiri.
“Negara harus betul-betul mengakomodir kebutuhan rakyat Papua,” jelasnya.
Senada, DPR secara resmi telah menetapkan keanggotaan Panitia Khusus (Pansus) RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Provinsi Papua. Sebanyak 30 anggota dari sembilan fraksi di parlemen masuk ke dalam keanggotaan pansus otsus papua tersebut
RUU Otsus Papua diagendakan karena habisnya masa Otsus Papua jilid 1 di tahun ini. Alokasi Otsus cukup besar. Pada 2019, dana Otsus untuk Provinsi Papua dan Papua Barat mencapai Rp63,1 triluh.
Pemerintah menyatakan akan meneruskan Otsus jilid 2. Revisi beleid Otsus Papua merupakan usulan dari pemerintahan Jokowi tahun lalu.