Prajaniti Hindu Indonesia sebagai wadah perkumpulan umat Hindu dalam turut serta mengabdi pada bangsa dan negara mengajak umat agar terlibat secara langsung dalam menumbuhkan proses berdemokrasi yang bertujuan mewujudkan Indonesia adil dan makmur berasakan Pancasila. Selain itu, menjadikan Prajaniti Hindu Indonesia sebagai wadah perjuangan umat dalam mencetak kader bangsa. Oleh sebab itu, DPP Prajaniti Hindu Indonesia Bidang Politik dan Kesatuan Bangsa menginisiasi program Dialog Kebangsaan Prajaniti (DKP) dengan menyelenggarakan Webinar terkait penguatan nilai-nilai Pancasila bersama beberapa tokoh lintas agama yang bertemakan: “Menangkal Radikalisme dan Sebaran Berita Hoaks di Era Keterbukaan Informasi”.
Dalam Pengantar Dialog Kebangsaan Prajaniti edisi perdana ini, Ketua Umum DPP Prajaniti KS Arsana menyampaikan bahwa Dialog Kebangsaan Prajaniti ini diinisiasi dan ditujukan sebagai bentuk kontribusi umat Hindu melalui organisasi Prajaniti dalam melakukan Dharma Negara, pengabdian kepada bangsa dan negara, untuk menumbuhkan kedewasaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam dinamika demokrasi Pancasila untuk memelihara, memperkuat, dan membangun Indonesia menjadi negara maju.
Sebagai sebuah bangsa yang besar, Indonesia memiliki keragaman suku, agama, ras dan antargolongan yang berbeda dengan negara lain di dunia. Kemajemukan entitas masyarakat ini turut menjadi sebuah kekuatan bangsa dalam bingkai nilai-nilai dasar negara, yakni Pancasila.
Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” bukanlah semata kiasan makna tetapi juga merupakan falsafah hidup yang terus diwariskan oleh para leluhur bangsa Indonesia. Dalam hal menghormati perbedaan, menjunjung tinggi toleransi, menumbuhkan rasa persaudaraan serta meneguhkan kesetiaan kepada pemimpin bangsa dalam mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia telah menjadi perilaku hidup berbangsa dan bernegara.
Fase demokrasi Indonesia saat ini sedang mengalami era keterbukaan informasi. Situasi yang sangat memungkinkan bagi setiap warga negara memiliki hak yang sama dalam mengakses dan memperoleh informasi yang baik dan benar. Namun, kenyataan yang terjadi memang tidaklah semudah membalikkan sebuah telapak tangan. Proses berdemokrasi yang semakin matang masih mengalami kendala dan hambatan yang dihadapi oleh masyarakat. Maraknya ideologi transnasional dan radikalisme yang tumbuh di tengah lapisan masyarakat merupakan musuh bersama yang saat ini sedang membajak proses demokrasi bangsa kita.
Selain penyebaran melalui gerakan terorisme antarkelompok maupun radikalisme agama, hal lain yang juga tak luput dilakukan pembajak demokrasi melalui media sosial adalah dengan melakukan serbuan berita hoaks, yang sering kali dapat menyebabkan disinformasi bahkan pertentangan di dalam masyarakat. Tentu, hal demikian sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam falsafah hidup masyarakat Pancasila. Karena itu, kita harus bersama-sama dan bersatu padu menghadapi dan melawan hal ini dengan cara berani mengisi ruang publik dengan etika, sopan-santun, dan budaya luhur bangsa Indonesia yang menjiwai Pancasila. Keberanian ini harus ditubumhukan di keluarga, di masyarakat, dan dalam kehidupan berbangsa. Kebersamaan dan kesatuan kita sebagai generasi bangsa yang menyepakati Pancasila sebagai ideologi negara harus berani kita tampilkan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Statement Narasumber:
1) GEDE NARAYANA (KETUA KOMISI INFORMASI PUBLIK PUSAT): Keberlimpahan informasi harus disikapi dengan cara yang bijaksana, dengan merujuk logika positif, etika, dan sopan santun serta budaya bangsa. Pelaku terorisme sama halnya dengan pembuat serta penyebar, karena dapat membahayakan, merugikan negara, pembunuhan karakter, dan sejenisnya. Membahayakan dan merugikan negara serta masyarakat, harus ditindak tegas dengan peraturan/Undang-Undang yang berlaku. Mengajak kepada semua anak bangsa untuk mengisi media sosial dengan informasi yang menyejukkan, edukatif, menambah pengetahuan, hiburan, dan tidak perlu sampai membuat kegaduhan karena bangsa kita punya budaya yang santun dan bijak.
2) ROMO BENNY SUSETYO (STAF KHUSUS DEWAN PENGARAH BPIP): di era digital saat ini, komunikasi bukan hanya untuk menambah ilmu tetapi juga sebagai media bisnis bahkan promosi untuk memperkenalkan sesuatu dengan nilai lebih dari segi ekonomi. Media sosial seharusnya dapat menjadi alat memajukan nilai-nilai kemanusiaan dan pemersatu bangsa, namun yang terjadi saat ini justru sebaliknya, banyak konten-konten medi sosial yang dampak buruk yang dapat mereduksi nilai kemanusiaan seperti: sentimen SARA, permusuhan di media sosial, sebaran hoaks/ujaran kebencian yang arahnya dapat menghancurkan keutuhan NKRI. Untuk itu, perlu mengisi ruang publik dengan konten-konten yang membangun harapan, motivasi, cara berpikir positif, menghibur dan bersifat inspiratif.
3) BRIGJEN POL. R. AHMAD NURWAHID (DEPUTI PENCEGAHAN TERORISME BNPT): Terorisme merupakan perbuatan dengan kekerasan/ ancaman yang menimbulkan gangguan keamanan, korban jiwa, kerusakan/penghancuran fasilitas publik. Motifnya antara lain: ideologi, politik dan keamanan. Sementara Radikalisme (ekstremisme) merupakan paham/ideologi atas manipulasi distorsi suatu agama yang menyimpang dan dapat menjiwai seluruh rangkaian terorisme. Radikalisme dan terorisme sangat berbahaya (extraordinary crime) karena bisa menyasar siapa saja dan terjadi dimana saja bahkan pemeluk agama-agama lain yang justru bertentangan dengan ajaran agama itu sendiri. Maraknya radikalisme/terorisme mengakibatkan konflik suatu bangsa seperti di Suriah/Afganistan/Libya, dsb. Sementara negara kita adalah negara yang paling majemuk/beragam suku, agama, dan sumber daya alam yang melimpah perlu waspada karena menjadi sasaran penghancuran dari bangsa lain. Untuk itu, BNPT mengajak segenap elemen bangsa dan civitas akademik untuk melakukan pencegahan aksi teror atau penyebarluasan radikalisme sejak dini.
4) ASRORUN NIAM SHOLEH (DEPUTI KEPEMUDAAN KEMENPORA RI): Keterbukaan informasi yang ini menyebabkan borderless itu artinya siapapun bisa mengakses apapun tanpa batas. Bahkan, siapapun dapat menulis apapun dengan tujuan apapun. Sehingga, jika tidak dikelola dengan literasi yang sangat baik maka rawan terjadinya gesekan, malpraktek penggunaan sumber daya digital, terombang-ambing ideologi bangsa sehingga timbul kerentanaan sosial. 5 karakteristik generasi milenial, antara lain: melek teknologi, bergantung pada mesin pencari, tertarik pada multimedia, learning by doing, dan simple/instan. Pandemi saat ini menyebabkan akselerasi teknologi informasi dan digitalisasi. Untuk mengatasi hal ini ketahanan bangsa harus kita bangun, dengan dimulai dari ketahanan diri dan ketahanan di keluarga. Dengan membangun ketahanan bangsa, maka fondasi kebangsaan kita menjadi kuat sehingga tidak mudah terombang-ambing.Organisasi-organisasi sosial seperti Prajaniti memegang peranan penting dalam membangun ketahanan bangsa ini.