Jakarta – Genderang perang melawan berita hoax kini telah ditabuh di berbagai kota. Sejumlah komunitas yang resah dengan meluasnya peredaran berita hoax makin menjamur.
Berbagai kalangan menyerukan agar seluruh masyarakat peduli dan memerangi penyebaran hoax di media sosial yang makin meluas. Bahkan dilingkungan pesantren pun dilakukan hal yang sama agar tidak sembarangan mengkonsumsi berita hoax ini.
“Setiap pesantren dan para dai semoga dapat menjelaskan bahaya hoax kepada para santri dan jamaah majelis ta’lim agar lebih waspada menyikapi berbagai berita yang belum pasti kebenarannya,” tegas Ketua Panitia Silaturahim Tokoh Ustad Achmad Ubuh Rizal.
Hal itu mengemuka dalam Silaturahim Tokoh bertema “Membudayakan Tradisi Kritis, Generasi Bebas Hoax” di Ponpes Gelar, Cianjur, Kamis (19/7/2018).
Turut hadir sejumlah tokoh yaitu: KH. Mohammad Faisal bin Hazzas (Sesepuh Ponpes Gelar Cianjur), Dr. H. Dedi Mulyadi, SH., MH. (Pakar Hukum Tata Negara, Univ. Surya Kencana Cianjur), Engkus Kusmayadi, ST. (Kasi Infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi, Kab. Cianjur), Ustadz Abdullah Syakir (Moderator), Ustadz Na’am Safari (Pengurus Ponpes Gelar).
Dan ratusan santri dan santriwati Ponpes Gelar serta masyarakat umum.
Pengurus Ponpes Gelar Ustadz Na’am Safari menjelaskan tidak setiap informasi yang di kaji dan dibaca dijadikan ilmu karena seharusnya memilah terlebih dahulu dengan memfilternya mana yang baik dan buruk.
“Kita jangan terbawa oleh informasi yang salah. Mudah-mudahan tokoh-tokoh yang hadir disini Insya Allah akan menerima sambutan dan penjelasan terkait berita hoax. Insya Allah untuk disebarkan kembali ke masyarakat terkait cara menerima infomasi yang benar di masyarakat,” ungkap dia.
Dalam kesempatan yang sama Pakar Hukum Tata Negara Dr. H. Dedi Mulyadi, menerangkan bahwa banyak negara besar menjadi jatuh akibat merajalelanya hoax. Hoax adalah problem negara, maka ulama dan Umaro harus bergerak bersama agar hoax ini tidak menjadi mengakibatkan kehancuran negara.
“Hoax tujuan politis taruhannya tercabiknya NKRI,” ucap Dedi.
Masih kata Dedi, sebanyak 70 persen informasi di media sosial adalah berita bohong. Di ajaran agama jelas dilarang menyebarkan berita bohong. Tidak sedikit pendukung yang satu berhadap-hadapan dengan pendukung lainnya, karena hoax. Produksi hoax akan meningkat menjelang Pileg dan Pilpres. Lebih lanjut dia mengatakan agar peran Ponpes Gelar telah tepat melakukan langkah untuk membantu meredam hoax melalui acara ini.
“Negara kita jangan sampai seperti negara Suriah. Negara kita sudah mengambil langkah tegas dalam menyikapi hoax ini seperti dikeluarkan nya UU ITE. UU no 11 Tahun 2006, ITE pasal 45 ayat 2, yang menyatakan bahwa ancaman penjara bagi penyebar hoax,” tutur Dedi.
Dedi kembali menjelaskan bahwa tidak semua masyarakat awam dengan istilah hoax. Dalam ajaran agama, fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Sebaiknya melakukan Tabayyun (konfirmasi) lebih dulu bila menerima berita yang belum jelas kebenarannya.
Memasuki era ekonomi digital / digital distruption memprediksi kedepan pekerjaan 60 persen akan hilang. Pekerjaan konvensional akan tergerus dengan pekerjaan berbasis digital, hal ini menjadi permasalahan kedepan.
“Hoax saat ini telah menjadi alat dari political distruption. Hoax ini diproduksi dan ada kepentingan dibelakang yang memiliki kepentingan politik,” katanya.
Dia pun berpesan agar hoax diantisipasi, agar tidak terjadi berhadap-hadapan lagi masyarakat ditengah konflik. Masyarakat jangan lagi diadu domba dan dijadikan Suriah yang kedua.
“Untuk itu, para ulama dan santri, agar mensosialisasikan masyarakat agar tidak menjadi korban hoax,” bebernya.
Kepala Seksi Infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi, Kab. Cianjur Engkus Kusmayadi mengatakan 92 persen hoax menyebar dimedia sosial. Kemudian 68 persen di aplikasi chat. Dalam hal ini, Kominfo menghimbau masyarakat agar menggunakan internet dengan ‘cakap’ yang berarti cerdas, kreatif dan produktif. Hal itu dalam rangka mengantisipasi peredaran berita hoax.
Tips mengantisipasi hoax, dengan cara memeriksa ulang judul berita. Biasanya judul berita hoax itu provokatif. Kedua, memeriksa sumber alamat berita.
“Kalau sumber berita tidak kita kenal besar kemungkinan hoax”, tegas Engkus.
Ketiga, sambung dia, membedakan fakta dan opini. Keempat, membaca dan melihat berita dan foto apakah nyambung atau tidak.
“Kelima, kita bisa ikut serta dalam komunitas turn back hoax untuk memastikan berita hoax,” kata dia lagi.
Engkus menambahkan daripada melakukan dan memproduksi berita hoax lebih baik menggunakan kreatif internet untuk kepentingan yang positif.
Sesepuh Ponpes Gelar Cianjur KH. Muhammad Faisal bin Hazzas menghimbau kepada para jamaah untuk mengambil inti dan hikmah dari pertemuan ini. Pertama memperkuat tali silaturahmi, dan pertahankan akidah ahli sunnah wal jamaah.
“Baginda rosul sudah menyampaikan bahwa umatku akan terpecah-belah menjadi 73 golongan. Dan semua golongan itu akan masuk neraka, kecuali umat yang setia mengikuti ajaran baginda rosul,” tambah dia.
Selanjutnya dia mengatakan yang bisa menjaga NKRI ini adalah diri sendiri. Memperkokoh silaturahim antara Umaro / pemerintah dengan ulama. Dalam kitabullah disebutkan : “Allah tidak akan mengubah nasib suatu sehingga kaum itu mengubah dirinya sendiri”.
“Kita perlu silaturahmi dan komunikasi dengan pihak-pihak terkait. Aparatur pemerintah bertugas berperan untuk menjaga keamanan di masyarakat, sementara para kyai berperan menjaga keimanan. Sehingga terjadi keseimbangan di masyarakat dengan terlibatnya peran ulama dan umaro,” cetus Kyai Faisal.
Pondok pesantren Gelar telah mempertahankan 3 warisan sesepuh yaitu mempertahankan ahli sunnah wal jamaah. Mempererat ukhuwah islamiah, dan meningkatkan akhlakul karimah.
“Semoga Allah SWT menjadikan pertemuan ini menjadi kasih sayang, dan menambahkan barokah bagi kita semua,” pungkasnya.