Jakarta – Badan Pembinaan Ideologi Pancasila melalui Kedeputian Bidang Pengendalian dan Evaluasi menyelenggarakan Diskusi Terpumpun Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila di Lingkungan Satuan Pendidikan Kerjasama yang diselenggarakan pada Selasa 29 November 2022 di Hotel Ayani, Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darusalam.
Agenda ini merupakan upaya nyata dalam usaha Pembumian Pancasila khususnya pada siswa dan unsur pendidikan di Kota Banda Aceh Khususnya di Kalangan Sekolah Menengah Pertama Internasional.
Dalam Pembukaan Acara yang antara lain menghadirkan Narasumber Doktor Antonius Benny Susetyo ,Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP, Sasotya Pratama, Dosen IPMI Business School dan Henny Adi Hermanoe, Praktisi Perlindungan Anak, Direktur Evaluasi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Bapak Edi Subowo S.H ., M.H.
Edi Subowo menyatakan nilai-nilai yang ada dalam pancasila merupakan dasar bersatunya bangsa, karenanya selain melestarikan nilai-nilai itu kita perlu menanamkan secara tepat dan efektif nilai-nilai Pancasila tersebut sehingga Pancasila tidak hanya sebagai bahan pembicaraan dan teori saja.
“Namun secara nyata benar benar dilaksanakan dalam segala aspek kehidupan manusia indonesia, kita berkumpul dan berdiskusi disini untuk menggali lebih dalam dan lebih praktis mengenai pelaksanaan aktualisasi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.” jelasnya.
Selanjutnya Sulaeman Bakri, Spd, Mpd selaku Kepala Dinas Pendidikan Banda Aceh menyatakan bahwa dalam Zaman yang terus berkembang, kita harus siap dan tanggap agar kita tetap menjadi Bangsa Indonesia seutuhnya, seluruh lapisan bangsa Indonesia harus mencerminkan sikap dan tingkah laku yang mewujudkan nilai-nilai ke-Pancasila-an dalam kehidupan nyata.
“Sekolah yang berstandar internasional, standar pendidikannya menjadi barometer pendidikan di wilayah sekitarnya, namun sekaligus memiliki rasa Global yang siap berkompetisi dengan institusi pendidikan dalam kawasan dunia. Karenanya perlu pendidikan dan penanaman nilai Pancasila sebagai dasar berperilaku dan bergerak sesuai dengan kearifan lokal daerah setempat, hingga paradigma Global dapat berjalan selaras dan serasi dengan nilai nilai keindonesiaan dan kearifan lokal yang merupakan pencerminan dari pengamalan pancasila dan cinta tanah air.” jelasnya.
Dengan cepatnya arus Industri teknologi 5.0 diharapkan Indonesia dan khususnya Banda Aceh, selain memiliki kompetensi unggul, pembangunan Manusia dengan budi pekerti luhur sesuai dengan nilai-nilai pancasila dapat terlaksana.
“Dengan bekal Karakter yang baik, literasi tinggi serta kompetensi unggul yang mampu berpikir kritis dan analitis, kreatif, komunikatif dan kolaboratif diharapkan para siswa dapat menjadi Manusia dengan Kompetensi Global yang tetap senantiasa menjaga nilai-nilai kemanusiaan dan kearifan lokal yang terangkum dalam Pancasila.” sambung dia.
Lebih lanjut, Sekolah Internasional dalam hal ini bertanggungjawab dalam pembangunan karakter manusia yang berpancasila, ditengah gempuran budaya dan ideologi asing diharapkan Sekolah Internasional dapat menanamkan nilai-nilai Pancasila tidak hanya dalam tataran teori namun benar-benar secara nyata dapat hidup dan berkembang di dalam masyarakat.
Staff Khusus Dewan Pengarah BPIP, Doktor Antonius Benny Susetyo memulai Paparannya dengan dialog bersama para Peserta Diskusi yang merupakan Siswa Dan Siswi Sekolah Menengah Pertama Internasional Fatih Bilingual School Banda Aceh.
Benny menanyakan kepada para siswa mengenai pengalaman Pancasila yang nyata dalam kehidupan sehari hari, para siswa rata rata menjawab bahwa dengan membersihkan kelas, tidak mencontek dan saling membantu ketika teman kesusahan merupakan contoh yang nyata dalam mengamalkan Pancasila.
Lebih lanjut, Benny menanyakan dalam era digital sekarang ini, apa kebaikan dan keburukan yang dirasakan para siswa. Dengan mengejutkan salah seorang siswa menjawab bahwa teknologi membuat mereka malas, tidak sabaran dan kurang fokus. Walaupun tentu saja kebaikan kebaikan seperti mudahnya mengakses pelajaran dengan berbagai metode tidak dapat dikesampingkan.
Jawaban ini kemudian mengantarkan Benny untuk menjelaskan bagaimana ciri-ciri generasi di masa kini yaitu lebih mengutamakan passion dibanding materi, pengembangan diri, memiliki daya saing yang tinggi, mampu dan mau beradaptasi cepat dengan teknologi, tertarik bekerja di tempat prestisius, serta tidak tahan duduk di tempat dan cenderung suka pekerjaan yang fleksibel.
“Generasi ini memerlukan pendekatan yang berbasis afeksi, yang merupakan contoh dan tindakan nyata dibanding pendekatan kognitif berbasis ilmiah karena hal tersebut dengan mudah dapat diraih generasi ini dengan mengakses teknologi.” tegas dia.
Dalam kesempatan ini, lebih lanjut Doktor Ilmu Komunikasi Politik ini menyatakan bahwa Tokoh pendidik Ki hajar dewantara menyatakan 2 tujuan pendidikan yaitu kebahagiaan dan keselamatan, bahagia terjadi ketika manusia mampu mengekspresikan diri dan merdeka menentukan masa depannya, maka perlu ketrampilan agar selamat jadi orang tidak semata mata punya logos (ilmu) dan etos (kinerja).
“Jadi tujuan yang ingin diraih dari pengajaran Pancasila kepada Para siswa bukan semata mata Indoktrinasi namun juga adanya pembumian dan pembiasaan terkait aplikasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan para siswa. Pancasila harus menjadi ideologi yang hidup dan bekerja, tidak hanya bertujuan untuk semata mata menjadikan peserta didik menjadi pribadi yang baik dan berpancasila, namun juga bertindak nyata dengan membangun sikap hidup yang bergerak secara nyata dan berkesinambungan dalam usaha pembumian Pancasila.” sambungnya.
Diharapkan para siswa dapat dengan bahagia dan sadar dalam menghidupi ideologi Pancasila dalam kehidupan nyata dengan sesama manusia dalam masyarakat.
Di masyarakat dan media yang dipenuhi oleh banyak aksi kekerasan, berita bohong dan narasi-narasi yang menonjolkan pecah belah dan adu domba, para siswa diharapkan dapat memenuhi media sosial dan maayarakat di lingkungannya dengan menjadi pribadi positif yang senantiasa menggaungkan bagaimana persatuan dan kesatuan dalam Pancasila dapat menciptakan damai yang nyata hingga kita semua dapat meraih kebahagiaan dan dapat menjadi versi terbaik dari diri masing-masing untuk mencapai cita-cita.
Benny menutup Paparannya dengan menyatakan bahwa “Mari kita semua mulai berpancasila dengan Rasa, Rasa saling menyayangi sesama ciptaan Tuhan, Rasa pentingnya Persatuan dan Kesatuan untuk Kemajuan Bangsa ini. Dan rasa bahwa hanya dengan bergerak bersama dan berpikiran positif Kita dapat meraih cita cita, baik untuk diri sendiri dan juga bangsa ini.”
Untuk selanjutnya dalam acara yang dihadiri oleh 150 orang baik secara luring maupun daring ini, Sasotya Pratama menyatakan bahwa tidak bisa dipungkiri jika teknologi berkembang makin luas, dan para pelajar adalah salah satu pihak yang paling cepat beradaptasi dengan teknologi tersebut, dan juga informasi dan Ideologi yang dibawanya.
“Perlu disadari bahwa Era teknologi memiliki dua sisi mata uang, di satu sisi kemajuan teknologi saat ini membuat kita dapat membagikan nilai nilai luhur dalam kearifan lokal dan ke-Pancasila-an ke seluruh negeri. Namun di sisi lain karena teknologi pemikiran pemikiran dan ideologi asing yang masuk dan berkembang di negara ini bisa mengubah pandangan kita terhadap kearifan lokal dan nilai-nilai kemanusiaan yang terangkum dalam Pancasila.” tegas dia.
Karenanya diharapkan para siswa dalam proses menikmati kemajuan teknologi tidak hanya bergerak sebagai semata-mata penerima yang menerima begitu saja semua informasi yang disajikan oleh kemajuan teknologi tersebut, namun dengan bijak dapat menyaring Informasi mana saja yang penting dan bermanfaat bagi peningkatan kualitas kita sebagai manusia baik secara individu maupun secara bersama sama bagi masyarakat.
“Dengan Senantiasa menjalankan nilai-nilai Pancasila dan penguasaan atas teknologi, diharapkan Para Siswa dapat menjadi Pribadi yang lengkap yaitu pribadi yang mampu menghadapi tantangan zaman dengan menjadi pribadi yang tidak hanya cakap berteknologi namun juga cakap dalam mengaplikasikan nilai-nilai kemanusiaan, kearifan lokal dan kebangsaan yang terangkum dalam Pancasila.” rangkum Dosen IPMI Business School itu.
Lebih lanjut, sebagai Pembicara terakhir Henny Adi Hermanoe menyatakan Pancasila merupakan pedoman dalam pergaulan dan berinteraksi sehari hari bagi para siswa.
“Pancasila merupakan kunci bagaimana Para siswa dalam bertindak tanduk dan bersosialisasi dengan sesamanya hingga kondisi ideal yang diharapkan dapat terlaksana. Kasus-kasus seperti individualisme, keapatisan, bullying, depresi hingga yang terparah mulai bermunculannya kasus bunuh diri dikalangan Siswa adalah kenyataan pahit bagi dunia pendidikan di Indonesia. Hal ini terjadi karena mulai terlupakannya nilai-nilai positif baik yang ditanamkan dalam kearifan lokal maupun yang diajarkan dalam nilai-nilai Pancasila.” jelasnya.
Kearifan lokal dan Pancasila dalam dunia pendidikan terjebak dalam hal-hal seremonial dan tataran teori saja, karena hal tersebutlah hendaknya Para Siswa dan Guru bersama mulai menggali kembali nilai-nilai kemanusiaan dan kearifan lokal yang sudah sejak dulu dihidupi Generasi sebelum kita, dan nilai-nilai Pancasila yang digali oleh para Bapak pendiri Bangsa.
“Dengan Melaksanakan Pancasila dan nilai-nilai Kearifan Lokal diharapkan tidak saja tumbuh kembali kepedulian diantara Para siswa, namun juga dalam perjalanannya para siswa dapat saling berbagi nilai positif sehingga dalam usaha meraih cita-cita Para siswa senantiasa dapat saling mendukung dan membantu, bukan saling mensabotase.” tutup Praktisi Perlindungan Anak tersebut dalam acara yang diselenggarakan hingga pukul 12.00 WIB ini.