Berbicara terorisme dan ekstrimisme adalah hal yang sangat klise dibeberapa kalangan tertentu karena seakan tidak penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sedangkan esktremisme berhaluan kiri sudah biasa diproses hukum sebagai delik terorisme karena pada intinya keduanya sama. Namun, disadari atau tidak hal ini dapat menghambat laju gerak perkembangan bangsa Indonesia dari berbagai sektor secara universal, penegak hukum harusnya menjauhkan persepsi bahwa terorisme identik dengan agama.
Dalam pengganti UUD No 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Pasal 22 Ayat 1 UUD 1945 telah ditetapkan pada BAB I Pasal 2 bahwa pemberantasan tindak pidana terorisme dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini merupakan kebijakan dan langkah-langkah strategis untuk memperkuat ketertiban masyarakat, dan keselamatan masyarakat dengan tetap menjunjung tinggi hukum dan hak asasi manusia, tidak bersifat diskriminatif, baik berdasarkan suku, agama, ras, maupun antargolongan.
Pada BAB III Pasal 3 peraturan pemerintah pengganti tentang ruang lingkup berlakunya berbunyi, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini berlaku terhadap setiap orang yang melakukan atau bermaksud melakukan tindak pidana terorisme di wilayah negara Republik Indonesia dan/atau negara lain juga mempunyai yurisdiksi dan menyatakan maksudnya untuk melakukan penuntutan terhadap pelaku tersebut.
Ketika mendengar kata terorisme yang terlintas dalam pikiran adalah orang yang menjadi bagian dari agama islam, akan tetapi kelompok seperti ini tidak bisa kemudian menjustifikasi pada satu pihak atau satu kelompok. Kemungkinan terbesarnya kelompok separatisme ini lahir dari kelompok anarko yang kemudian menjadikan agama islam sebagai kendaraan untuk melakukan aksinya. Dari beberapa analisa akademik menyimpulkan bahwa kelompok terorisme (separatisme dan anarko) bukan bagian dogma agama apapun melainkan sebuah ideologi.
Gerakan Separatisme dikenal sebagai gerakan yang melenceng dari UUD, sebab separatisme seringkali memicu tindakan provokatif dan makar. Analisa kami terkait separatisme adalah gerakan yang lebih frontal dari pada kelompok lain, dan proses rekrutmen kelompok separatisme tidak harus bersyaratkan terhadap agama islam, melainkan cukup dengan pencucian otak kepada siapapun yang dianggap mudah dipengaruhi dan bisa dikontrol guna mencapai tujuan gerakan separatisme tersebut.