Jakarta – Antonius Benny Susetyo menyatakan bahwa pengawasan negara terhadap para pejabat negara, terkhusus atas harta yang diperoleh secara tidak wajar, harus diperkuat. Hal ini dia ungkapkan dalam video Youtube di Kanal RKN Media dengan judul “Pejabat Pamer Kekayaan, Pantas Rakyat Kecewa”, yang dirilis pada hari Jumat (10/03/2023).
Hal ini Benny, sapaan akrabnya, ungkapkan menyusul dengan berita tentang kekayaan yang diduga tidak wajar di kalangan pegawai lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai. Berita ini juga terkait dengan penganiayaan, dimana salah satu tersangkanya adalah anak pejabat di Direktorat Jenderal Pajak. Ditemukan oleh netizen Indonesia, anak pejabat tersebut sering menunjukkan kekayaannya lewat media sosial.
“Ini sebuah catatan,” ujarnya, “sebuah warning, bahwa gaya hidup mewah dan hedon pejabat dan/atau keluarganya memiliki dampak yang luar biasa. Publik menjadi tidak percaya dengan aparatur negara kita. Contohnya sekarang, bagaimana ketaatan publik membayar pajak jadi rontok.”
Budayawan ini juga merujuk pada pidato Presiden Joko Widodo baru-baru ini, yang juga menyentil kasus-kasus kekayaan para pejabat publik yang dibicarakan masyarakat secara luas.
“Menunjukkan kekayaan di media sosial ini kan, soal eksistensi diri; ingin terlihat paling bagus dan paling keren. Padahal pejabat publik itu pelayan publik; dia harus tahu batas, karena seyogyanya, pejabat publik dibiayai masyarakat. Ketika perilaku ini terlihat, masyarakat kehilangan kepercayaannya,” tambahnya.
Salah satu pendiri Setarra Institute ini menyampaikan bahwa hal ini menghasilkan demoralisasi masyarakat Indonesia.
“Perilaku mereka ini melukai hati nurani publik. Mereka semakin menunjukkan jarak antara mereka dengan masyarakat. Rakyat sengsara dan kesusahan, tetapi pejabatnya terlihat bergelimpangan harta.” tandas dia.
Benny pun menunjuk perilaku generalisasi yang sekarang dilakukan oleh masyarakat.
“Siapapun pejabatnya, mau sebenarnya harta yang dia dapatkan dari jalur yang benar atau tidak, dianggap semua memakai jalan pintas. Kalau persepsi ini terus menerus terjadi dan terus di-blow up, masyarakat akan lebih mudah menjatuhkan vonis kepada siapapun yang kaya; penghukuman terhadap siapapun tanpa memandang lebih rinci, seolah-olah semua orang kaya itu musuh bersama. Ini harus kita hentikan. Ini yang harus menjadi perhatian,” jelasnya.
Pakar komunikasi politik ini menyatakan bahwa untuk menghindari hal-hal itu, harus dilakukan suatu penguatan pengawasan.
“Audit. Alat pembuktian terbalik. Audit semua pejabat, sehingga menjadi transparan ke publik darimana asal kekayaan mereka. Publik tidak perlu curiga, dan kepercayaan yang mulai tergerus ini kembali lagi naik. Tapi kalau kasus ini kemudian ditenggelamkan, menguap, mungkin akan terjadi lagi, sehingga masyarakat semakin tidak peduli, cuek, apatis, dan sulit untuk memulihkan kepercayaan kepada pejabat dan elit negara,” tandasnya.
Lanjut, menurut Benny, peraturan perundang-undangan mengenai pembuktian terbalik ini harus diproses dan disahkan.
“Pengawasan harus ditegakkan. Semua kementerian terkait harus menggandeng instansi investigasi kekayaan yang tidak wajar, seperti KPK. Laporan kekayaan bisa dimanipulasi, maka mekanisme peraturan perundang-undangan pembuktian terbalik harus ada, sehingga negara kuat dalam mengindentifikasi bahkan sampai menyita harta yang diperoleh tidak wajar tersebut,” sebutnya.
Dia pun menutup video tersebut dengan sebuah pernyataan.
“Kalau cuma lapor dan pengawasan tanpa sanksi yang tegas, tidak akan berdampak banyak. Negara harus hadir dan menata kembali birokrasi agar menjadi pelayan publik yang sebenarnya, dan membuat efek jera. Undang-undang Pembuktian Terbalik menjadi solusi yang bisa dilakukan.” pungkas Benny.