Jakarta – Studi Demokrasi Rakyat (SDR) mengakui bahwa sejak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dipimpin oleh Firli Bahuri, serangan terhadap lembaga antirasuah tidak pernah berhenti.
Dari revisi UU KPK, penolakan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sampai pemanggilan dan pemeriksaan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan (ARB) selama 11 jam terhadap dugaan korupsi penyelenggaraan Formula E.
“Membuat gerombolan yang akan mengkriminalisasi KPK yaitu Kelompok Kriminalisasi KPK (KEKI KPK) menyerang secara kelembagaan maupun secara personal komisioner dan itu dilakukan dengan membabi buta baik terbuka maupun tertutup melalui opini dan intrik,” tegas Direktur Eksekutif SDR Hari Purwanto, hari ini.
Menurutnya, SDR sedari awal tegak lurus terhadap proses hukum. Bahkan laporan SDR terkait Formula E dilakukan setelah pelaksanaan, pihaknya menghormati dan memahami adab.
“Kami tidak mau dianggap menghalang-halangi pelaksanaan Formula E. Ketika setelah pelaksanaan Formula E, kami melaporkan dugaan korupsi kepada KPK dan KPK menindaklanjuti laporan dari SDR. Tinggal saat ini KPK sendiri yang bisa meningkatkan statusnya dari penyelidikan menuju penyidikan,” jelasnya.
Dikatakannya, serangan Kelompok Kriminalisasi KPK (KEKI KPK) terhadap KPK adalah bukti kepanikan karena KPK sedang menangani perkara korupsi formula E. Sebelum menangani dugaan korupsi formula E, toh Kelompok Kriminalisasi KPK diam.
“Kalau begitu ada apa dan ada kepentingan apa mereka? Karena itu mari sebagai bagian dari masyarakat sipil yang masih mencintai KPK, kita lawan segala bentuk dan cara yang dilakukan oleh Kelompok Kriminalisasi KPK,” jelasnya.
Pihaknya menyakini bahwa proses yang ada di KPK adalah proses hukum dan bukan opini. Tentunya proses hukum tidak pandang bulu atau tebang pilih karena itu prinsip kerja KPK.
“Jika ada anggapan bahwa prosedur penanganan perkara dianggap tidak sah, tentunya ada jalur hukum yang dapat ditempuh. Pesan untuk Anies Rasyid Baswedan (ARB) setelah diperiksa 11 jam, “KALAU BERSIH, KENAPA RISIH?”,” pungkasnya.