Jakarta – Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo, menyatakan bahwa sosial media seharusnya menjadi alat untuk menyatukan dan menjaga keutuhan bangsa Indonesia, bukan pemecah belah. Hal ini dia sampaikan pada hari Senin (20/03/2023).
Benny menyampaikan hal ini terkait dengan perintah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kepada Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri untuk memburu konten berbau suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) menjelang pemilihan umum (Pemilu) tahun 2024.
“Lakukan cooling system, take down. Bila diperlukan, kerja sama dengan kementerian/lembaga terkait seperti Kominfo. Kemudian lakukan penegakan hukum pada waktunya,” ujar Listyo, pada hari Kamis (16/03/2023).
Dikutip dari cnnindonesia.com, Listyo juga meminta agar seluruh satuan Bareskrim dapat segera bersiap untuk menghadapi pelaksanaan pesta demokrasi lima tahun yang tahapannya sudah dimulai pada tahun ini.
“Rekan-rekan harus ikuti, awasi sebaik-baiknya dari awal pemetaaan dan kerjasama dari gakkumdu dan bentuk Satgas anti-money politik untuk menciptakan Pemilu yang lebih demokratis dan tentunya kita bisa tahu apa yang terjadi di lapangan,” tegas eks Kabareskrim itu.
Benny mendukung pernyataan Listyo, dengan mengatakan bahwa benar konten SARA membahayakan keutuhan bangsa dan negara.
“Konten SARA membahayakan keutuhan bangsa dan negara dan merusak persatuan dan cita-cita hidup bangsa dan negara,” sebut Benny.
Pakar komunikasi politik ini juga menyampaikan bahwa semua bentuk komunikasi seharusnya menjadi pemersatu bangsa dan negara Indonesia.
“Konten SARA seharusnya tidak boleh muncul lagi di semua bentuk komunikasi, khususnya dalam media sosial. Media sosial adalah alat perwujudan mencegah bangsa terpecah belah; jadi alat pemersatu bangsa bukan penghancur,” jelasnya.
Salah satu pendiri Setarra Institute ini meminta agar pendidikan literasi media sosial ditegakkan, demi tercapainya konten media sosial bebas SARA.
“Butuh kecerdasan dalam megolah media sosial sehingga bisa menyatukan untuk menjaga keutuhan bangsa. Pendidikan kesadaran literasi media dan etika adalah jawabannya,” imbuhnya.
Terkait dengan pedoman penggunaan media sosial, Benny menyampaikan bahwa BPIP sudah mengeluarkan prinsip-prinsip utama pengguna media. Adapun prinsip-prinsip tersebut antara lain:
Pertama, meneguhkan peran media sosial dalam memberikan edukasi untuk pemahaman kebhinekaan dan moderasi beragama. Hal ini bertujuan untuk menjaga persatuan serta kesatuan bangsa dan negara.
Kedua, menjadikan media sosial sebagai sarana literasi serta penyebarluasan narasi untuk menguatkan wawasan keberagaman dan kebangsaan.
Ketiga, mengutamakan sikap sadar etika dan moral dalam melakukan interaksi serta komunikasi di media sosial. Tujuannya, untuk menjaga keutuhan hidup berbangsa dan bernegara.
Keempat, mengutamakan norma kesantunan dalam menggunakan media sosial sebagai sarana pemersatu di ruang publik.
Kelima, mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan yang universal dalam menyebarluaskan informasi ke ranah publik.
Keenam, menjadi pelopor dan agen dalam menyebarkan budaya sadar berliterasi di media sosial guna memperkuat persaudaraan sejati dalam bermasyarakat.
Ketujuh, membangun budaya kritis dan bijaksana dalam merespons informasi melalui media sosial.
Kedelapan, mengutamakan penggunaan media sosial untuk konten yang berorientasi pada nilai-nilai kemajuan, kearifan lokal, serta peradaban bangsa dalam mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki bangsa Indonesia.
Kesembilan, mengutamakan penggunaan media sosial untuk menghentikan ujaran kebencian yang berlandaskan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) di ruang publik.
Kesepuluh, mengutamakan nilai-nilai universal agama sebagai komitmen untuk menegakkan keadilan, kebenaran, kejujuran, serta integritas dalam bermedia sosial.
Kesebelas, memperkuat kerja sama antarlembaga keagamaan dalam menolak setiap ujaran kebencian.
Kedua belas, memperkuat peran tokoh agama perempuan dalam menolak setiap ujaran kebencian dan mempromosikan moderasi beragama.
Ketiga belas, menguatkan peranan keluarga dan institusi pendidikan dalam menggunakan media sosial yang bertanggung jawab terhadap pemahaman moderasi beragama.
Keempat belas, mendorong dan/atau mendesak negara hadir dan berperan sebagai katalisator serta regulator dalam penegakan norma-norma etika komunikasi publik berdasarkan Pancasila.