Lampung – Pemilu serentak tahun 2024 yang akan dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024 hanya menunggu sembilan bulan lagi, berbagai macam persiapan partai politik yang sudah terdaftar mulai menunjukkan eksistensinya begitu juga sosialisasi tahapan terus gencar dilakukan dengan harapan terciptanya Pemilu yang aman dan damai.
NII Crisis Center yang di usung oleh Ken Setiawan, melalui Webinar Kebangsaan yang di agendakan pada hari Kamis lalu dengan tema “Mewaspadai Bahaya Politik Identitas Bagi Kalangan Milenilal” mendapatkan beragam simpatik dari berbagai macam kalangan milenial. Sehingga kegiatan tersebut diikuti oleh ratusan peserta khususnya dari wilayah Lampung. Adapun tokoh-tokoh yang terlibat sebagai narasumber dalam agenda Webinar Kebangsaan tersebut antara lain Dr. KH. Abdul Syukur, M. Ag selaku Ketua MUI Lampung, Puji Raharjo, S.Ag, SS, M.Hum selaku Kepala Kanwil Kemenag Prov. Lampung dan Drs. M. Firsada, M.Si selaku Kaban Kesbangpol Prov. Lampung.
Menurut Drs. M. Firsada, M.Si, tahapan pesta demokrasi 2024 sudah berjalan, hal yang paling penting adalah menjaga netralisasi bagi ASN dan sosialisasi bagi kaum pemula, ditengah masyarakat sudah bermunculan perkenalan dari berbagai calon yang ikut dalam kontestasi politik.
“Adanya peranan penting bagi generasi milenial atau yang sering disebut generasi Z yang sudah cerdas dalam menggunakan teknologi berbasis media sosial ataupun media elektronik.” ungkapnya.
Menurutnya, generasi milenial saat ini memiliki pengaruh besar dalam pelaksanaan pemilu kedepan karena memiliki jumlah terbanyak dan umumnya aktif dalam pengelolaan organisasi.
Berdasarkan pemetaan di Provinsi Lampung, ada berbagai macam konflik sosial. Menjelang pemilu kedepan yang harus diwaspadai adalah konflik didalam dunia maya seperti Hoaks, Hate Speech, Black Campaign dan Negatif Campaign yang semuanya merupakan modus operandi yang motifnya adalah politik identitas.
“Pada masing-masing generasi penggunaan modus dan motif tersebut berbeda-beda menyesuaikan cara yang umumnya dipakai oleh kalangannya itu sendiri. Politik Identitas juga bisa menciptakan SARA karena pengaruh besar terhadap identitas seseorang ataupun kelompok yang akhirnya dapat saling menyerang, sehingga kedepannya menjadi tanggung jawab kita bersama mensosialisasikan kewaspadaan terhadap bahaya dari politik identitas tersebut.” tandasnya.
Puji Raharjo, S.Ag, SS, M.Hum menjelaskan bahwa politik identitas merupakan ancaman bagi keutuhan bangsa dan kita sudah rasakan sebelumnya di Pemilu tahun 2019 yang akhirnya menciptakan berbagai pengelompokkan.
” Politik Identitas menekankan identias tertentu sedangkan negara kita terdiri dari berbagai unsur Suku, Ras dan Agama, Adanya azas Kebhinekaan Tunggal Ika merupakan keberagaman yang seharusnya terjaga dan merupakan nilai luhur untuk mengedepankan prinsip-prinsip kebersamaan, kebangsaan, keadilan, persatuan, saling menghargai dan bukan suatu identitas tertentu.* bebernya.
Puji juga menjelaskan bahwa dalam prinsip Kemenag yang menaungi keberagaman agama, yaitu agama dijadikan dasar dalam memelihara persatuan dan kesatuan. Sehingga melalui modernisasi agama bisa menjunjung tinggi nilai luhur dan prinsip-prinsip itu sendiri.
“Politik identitas semakin marak menjelang pemilu 2024 sehingga penting sekali agama dijadikan esensi untuk saling menjaga dan mengedepankan keutuhan bangsa.” himbaunya.
Dr. KH. Abdul Syukur, M. Ag, menjelaskan bahwa politik merupakan kemaslahatan umat seluruh Indonesia, meskipun MUI bukan merupakan wadah politik tetapi juga memiliki peran dalam mensikapi politik identitas.
“Generasi milenial yang kita ketahui memiliki sifat yang ingin mencari identitas diri, dalam hal ini kewaspadaan yang harus menjadi perhatian kita yaitu pencarian identitas yang negatif, memang seharusnya terkait politik identitas itu lebih dipertegas lagi aturan-aturannya.” ujarnya.
Dalam kajian ini, KH Abdul menegaskan bahwa kita sepakat memaknai politik identitas dapat mengancam kita semua karena dapat menciptakan konflik dan mengganggu keamanan secara global dan dapat memecah belah persaudaraan.
“Isi dari politik identitas itu sendiri hanya mengerucutkan kepentingan pribadi dan tidak berpikir meluas bagaimana dampaknya secara tidak langsung.” ungkapnya.
Ia juga menjelaskan bahwa proses penyampaian politik identitas biasanya berbentuk kiasan yang halus akan tetapi dapat menjatuhkan identitas seseorang. Ia juga menegaskan bahwa harusnya politik identitas dapat dibatasi dan ditekan sehingga masyarakat umumnya bisa lebih cerdas dalam mengedukasi bahaya politik identias.
“Beberapa hal yang menurut saya baik dalam menanggapi politik identitas yaitu, edukasi politik yang tepat, memodernisasi politik yang menyesuaikan zaman dan menciptakan tahapan politik yang tepat sehingga tidak saling tumpang tindih.” tukasnya.
Ken Setiawan menjelaskan bahwa dirinya dulu pernah terpapar dengan paham yang intoleran, radikal bahkan hampir menyentuh teror.
“Menjelang tahun 2024 sudah kelihatan adanya benih konflik terkait politik identitas dan kita sudah terkepung oleh pemahaman identitas tertentu yang bisa memecah belah kita semua.” tutur Ken.
Menurut Ken, kita seharusnya bangga memiliki produk kebangsaan yang luar biasa yaitu Pancasila yang mana saat ini negara luar pun tertarik mengadopsi Pancasila. Karena dari hasil pengalaman negara mereka yang bisa runtuh karena adanya politik identitas.
“Sedangkan kita dengan adanya Pancasila, meskipun diserang dari segala sisi negara kita masih tetap kokoh berdiri. Dari Pancasila kita juga didukung dengan budaya dan kearifan lokal, kita ada sifat gotong royong dan bermusyawarah untuk mufakat, dan akhirnya saya memahami lebih dalam apa yang disebut dengan Pancasila.” tegas Ken.
Ia juga menyinggung jika kita dapat artikan di dalam Pancasila, ada sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa yang kemudian membonuskan ke empat sila lainnya, yang artinya dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa kita dapat menciptakan berbagai macam unsur untuk menjadi satu kesatuan.
“Kita semua sepakat apapun agamanya bahwa Tuhan itu tetap satu dan orang bijaksana menyebutkan dengan berbagai macam nama.” tandasnya.
Ken berpesan bahwa politik identitas merupakan bahaya laten yang harus diwaspadai kedepannya terutama menjelang pemilu. Berbagai macam penekanan dari kelompok tertentu dengan tujuan menjatuhkan identitas lainnya dapat menggerus rasa persatuan dan kesatuan.
“Sehingga penting sekali sosialisasi dan edukasi dini terkait politik identitas terutama melalui media elektronik dengan harapan terciptanya keamanan dan ketertiban demi tercapainya Indonesia yang damai dan sejahtera.” pungkas Ken.