Kupang, NTT – Komisi Kerasulan Awam Keuskupan Agung Kupang mengadakan Talkshow dengan tema “Peduli Politik dan Bonum Commune” dengan mengundang Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo, sebagai pembicara, serta Florens Maxi Un Bria sebagai moderator. Acara ini pun diikuti oleh perkumpulan-perkumpulan anak muda Katolik di daerah Nusa Tenggara Timur, seperti KMK dan OMK, serta disiarkan secara langsung melalui radio lokal. Acara ini dilaksanakan pada hari Minggu (28/05/2023).
Benny, sapaan akrab Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP tersebut, menjelaskan tentang dasar bagaimana Pancasila itu dibuat.
“Soekarno bangkit dan memikirkan Pancasila di Ende, dengan dasar Bonum Commune, kesejahteraan umum. Soekarno mengharapkan semua manusia terpenuhi kebutuhan pokoknya. Soekarno menginginkan Indonesia berdikari, dan oleh karena itu, Konferensi Asia-Afrika, yang mengobarkan semangat negara-negara lainnya untuk juga berdiri sendiri, lahir. Soekarno menjadi ancaman bagi kekuatan besar internasional, dan dia pun dijatuhkan. Itu fakta,” jelasnya.
Salah satu pendiri Setara Institute ini menyebutkan bahwa hasil penelitian Setara Institute yang terakhir menunjukkan hasil yang memilukan.
“Intoleran masih naik terus. Anak-anak muda pun malah menyebutkan Pancasila bisa diganti, 83% hasil dari survei terbaru. Intoleran meningkat, radikalisme akan terus berkembang. Ini sangat mengkhawatirkan,” tuturnya.
Benny menuturkan, seiring dengan akan datangnya tahun politik 2024, bahwa pemuda Katolik harus dapat memilih pemimpin dan wakil rakyat yang resikonya sedikit.
“Carilah pemimpin yang resiko (perpecahan) sedikit. Itu tugas dari teman-teman muda disini untuk menyelamatkan negeri ini. Kalau gagal, radikalisme terus berkembang. Lihat contoh yang baik, seperti Pak Jokowi: kasus Poso juga baru selesai di pemerintahannya.”
“Kita tidak bisa lagi mencari pemimpin yang berafiliasi dengan kelompok radikal. Kita bisa lihat semua rekam jejaknya: ada semua di internet,” serunya.
Pakar komunikasi politik ini menyatakan bahwa pemimpin harus memiliki nilai keutamaan.
“Seharusnya pemimpin memiliki nilai keutamaan. Bukan hanya soal bijaksana, tetapi juga melakukan nilai-nilai Pancasila dalam tindakan. Contohnya, Jokowi dengan segala kekurangannya, menerapkan Pancasila sebagai working dan living ideology. Di era Jokowi, NTT maju dan berkembang. Bendungan dibuat. Labuan Bajo menjadi maju dan terkenal di seluruh dunia. Ini kesejahteraan dan kemakmuran sosial. Kalau anda gagal memilih, kita semua mundur,” imbuhnya.
Salah satu rohaniwan Katolik ini juga mengajak pemuda untuk melek politik lewat teknologi.
“Anda punya gadget, anda punya akses ke internet. Cari tahu peta perpolitikan Indonesia. Cari tahu partai politik mana yang anda dapat salurkan suara anda. Cari tahu siapa calonnya, peluang partai dan calonnya bagaimana, dan dapilnya dimana. Itu pemilih yang smart,” katanya.
“Lalu, memilih orang nomor satu, kita tidak bisa main-main dan cari rekam jejak mereka. Cari pemimpin yang berjiwa Pancasila, dengan menjalankan Pembukaan UUD 1945. Itu tugas dan amanatnya.
Salah satu melek politik, juga, menurut Benny, adalah membangun kesadaran kritis.
“Bangun kesadaran kritis lewat media sosial anda. 130 juta pengguna media sosial di Indonesia. Anda harus bisa dan mengajarkan sekeliling anda untuk dapat memilih news yang baik dan buruk, mana yang benar dan hoaks, yang mengancam keutuhan bangsa atau tidak. Kesadaran literasi digital harus kritis, sehingga dapat memperkuat kesadaran kecintaan bangsa.”
Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP ini pun menutup paparannya dengan sebuah seruan.
“Carilah pemimpin yang memiliki nilai-nilai Pancasila. Anda dapat mempengaruhi teman-teman anda dan keluarga anda untuk tidak salah memilih pemimpin. Kesadaran politik itu penting, dengan kesejahteraan umum itu hukum tertinggi. Pilihlah pimpinan yang menjiwai Pancasila,” tutupnya.