Jakarta – Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mengikuti podcast dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Koordinatorat Jakarta Barat, lewat Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah, Antonius Benny Susetyo, pada hari Kamis (13/07/2023), di Kantor Walikota Administrasi Jakarta Barat.
Benny, sapaan akrabnya, menyampaikan tentang bagaimana sikap dan perilaku anak-anak muda yang semakin tidak menunjukkan kesopanan dan kesantunan, setelah ditanyakan bahwa banyak laporan masyarakat mengenai perilaku anak-anak muda yang semakin tidak terkendali.
“Jangan salahkan anak-anak saja; kita tidak memberikan kepada mereka kesempatan belajar nilai Pancasila, sehingga karakter Pancasila hilang dari diri mereka. Bayangkan, 25 tahun setelah reformasi, 25 tahun juga Pancasila hilang dari kurikulum. Role model juga tidak ada lagi. Siapa lagi yang bisa diikuti oleh anak-anak, jika seperti itu?” ujarnya.
Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP tersebut merujuk pada program buku bahan ajar Pancasila di lingkungan pendidikan Indonesia sebagai salah satu cara bagaimana mengajarkan dan menunjukkan karakter Pancasila yang sudah hilang.
“BPIP sudah membuat buku bahan ajar Pancasila, serta buku pedomannya juga, bekerja sama dengan Kemendikbud. Buku sudah dibuat oleh kurang lebih 200 penulis dan siap diajarkan. Jawa Tengah sudah menerapkannya karena menjadi lokasi pilot project,” lanjutnya.
Dia menyampaikan harapan BPIP atas hasil penerapan nilai Pancasila lewat buku ajar tersebut.
“Lewat buku ini, nilai dan karakter Pancasila dibumikan dan dilakukan. Lewat visualisasi pengajaran bahan buku ajar ini, diharapkan dapat memberikan contoh konkrit bagaimana mengembalikan Pancasila yang sudah tidak diajarkan selama 25 tahun sejak reformasi,” katanya.
“Buku baru itu mengajarkan bagaimana mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana mengelola negara kita berdasarkan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila. Salah satunya, jika ke arah kurang sopannya anak-anak, nilai ketuhanan, dengan perwujudan penghormatan kepada orang tua. Anak-anak jadi diajarkan bahwa mencintai Tuhan juga mencintai orang tua. Orang tua, guru, juga harus bisa menjadi role model yang baik untuk anak-anaknya dengan mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari; ada keteladanan jadi contoh mereka,” jelasnya.
Salah satu budayawan ini juga menyebutkan lagi karakter-karakter Pancasila.
“Anak muda mengalah jika ada lansia, orang disabilitas, ataupun ibu hamil, yang membutuhkan tempat duduk di angkutan umum, gotong royong bersama, hormati orang tua, bertoleransi. Semua itu muncul saat pendidikan dari kecil-nya diajarkan, dan BPIP, lewat buku bahan ajar Pancasila, memberikan sarana pengajaran tersebut,” sebutnya.
Saat ditanyakan mengenai posisi BPIP dalam menyongsong tahun politik 2024, Benny menjawab bahwa masyarakat sebaiknya benar-benar mencari calon pemimpin secara obyektif.
“Jangan karena sisi emosional, seperti kesamaan suku, agama, budaya; lihatlah kepada track recordnya. Pencapaian, cara kerjanya, latar belakangnya. Kita butuh pemimpin yang mengamalkan nilai Pancasila, menjaga keberagaman dan toleransi, serta mampu dan mau melanjutkan apa yang baik yang sudah dilakukan di negara ini,” jawabnya.
Pakar komunikasi politik itu juga menyoroti penggunaan media sosial yang massif di kalangan masyarakat.
“Penggunaan media sosial juga harus bijak. Masyarakat jangan mudah terpengaruh oleh berita-berita yang tidak jelas kebenarannya. Sebelum menyebar berita, cari tahu dulu kebenarannya. Jadi kritis, bangun literasi digital. Smart-lah menggunakan media,” serunya kemudian.
Dia pun menutup wawancaranya dengan sebuah ajakan.
“Mari, kita kembalikan lagi Pancasila, berdiri sendiri, menjadi bagian dari kurikulum pendidikan anak-anak kita. Mari jadi role model bagi mereka dalam bagaimana mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Mari juga menjadi pemilih yang smart dalam tahun pemilu 2024 ini,” tutupnya.