Jakarta – BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Ristek dan Teknologi, telah merampungkan satu paket Buku Teks Utama (BTU) mata pelajaran Pancasila mulai dari PAUD hingga SMA. Peluncuran buku Pancasila tersebut dilakukan secara resmi oleh Ketua Dewan Pengarah BPIP, Megawati Sukarnoputri, di Gedung Tribrata Dharmawangsa, 21 Agustus yang lalu.
Acara tersebut juga dihadiri oleh Kepala BPIP Yudian Wahyudi, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendi dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaam Nadiem Makarim. Megawati yang menjadi pembicara kunci dalam acara itu menguraikan secara kronologis sejarah kelahiran Pancasila sejak kelahirannya 1 Juni sampai dengan ditetapkannya sebagai dasar negara. Ditegaskannya, Pancasila adalah ideologi pemersatu bangsa. Namun dewasa ini nilai-nilai Pancasila sepertinya berkurang diaktualisasikan dalam kehidupan mayarakat.
Sementara itu Kepala BPIP Yudian Wahyudi menyampaikan, BTU disusun dengan tujuan agar Pancasila dijadikan materi ajar dalam pendidikan mulai dari PAUD sampai dengan SMA, agar generasi muda memahami bahwa Pancasila dasar negara, pandangan hidup bangsa dan ideologi negara. Diharapkan pula generasi muda di masa depan dapat menrefleksikan nilai Pancasila dalam perilaku hidup sehari-hari. Yudian juga mengharapkan para stakeholder dan masyarakat luas dapat memahami, dan melaksanakan nilai-nilai luhur budaya bangsanya sebagai penuntun sikap dan berperilaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia.
Dimintakan pendapatnya, Dr. Darmansjah Djumala, MA, Direktur Eksekutif Pusat Studi Pancasila, Universitas Pancasila, menyambut baik dan mengapresiasi diluncurkannya penggunaan BTU untuk anak didik mulai dari PAUD sampai dengan SMA. Ditegaskannya, peluncuran BTU ini tepat waktu. Dr. Djumala, yang saat ini juga menjabat Dewan Pakar BPIP Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri, merujuk hasil survey Setara Institute yang menemukan 83,3 persen siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) menganggap Pancasila bukan ideologi permanen dan bisa diganti. Menurutnya, ini akibat dihapuskannya pelajaran Pancasila dari kurikulum sekolah sejak 2003.
“Ini mengkhawatirkan. Apalagi saat ini Indonesia sebagai negara kepulauan dan pengguna medsos yang masif sangat terekspose pada pengaruh ideologi transnasional: liberal kapitalisme, socialist state-capitalism dan theocratic fundamentalism, yang belum tentu sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.” tegasnya.
Dengan adanya BTU, diharapkan anak didik sejak dini sudah diajarkan Pancasila sebagai falsafah, dasar dan ideologi negara yang dapat mempersatukan Indonesia yang beragam suku, ras, etnik, agama dan budaya.
Dr. Djumala, yang sebelumnya menjabat sebagai Dubes RI untuk Austria dan PBB di Wina, juga menyatakan harapannya agar BTU tsb. dapat segera digunakan sampai unit-unit pendidikan terkecil, dari Pusat sampai desa di seluruh Indonesia. Sebagai dosen di berbagai perguruan tinggi dan pengampu studi Pancasila di Universitas Pancasila, Dr. Djumala menaruh harapan besar agar BPIP juga dapat menyusun buku teks dan pedoman untuk pengajaran Pancasila di perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
“Dengan adanya buku teks resmi untuk mata ajar Pancasila dari PAUD sampai perguruan tinggi, ke depan Pancasila benar-benar dapat terefleksikan dalam prikehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia”, tutup Dr. Djumala.