Jakarta – Kelompok massa tergabung dalam Koalisi Rakyat Anti Korupsi (Korusi) menggelar aksi unjuk rasa di beberapa tempat diantaranya Kantor BNP2TKI, Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan DPP Partai Golkar, Senin (23/10).
Mereka mendesak KPK untuk segera melakukan kembali penyelidikan dan memanggil Nusron Wahid (Kepala BNP2TKI) untuk diperiksa terkait dugaan korupsi penyuapan dalam perkara Dody Aryanto Supen.
“Jika terbukti secara sah dan menyakinkan, maka KPK harus segera menetapkan status hukum tersangka kepada Nusron Wahid,” tegas Koordinator aksi Koalisi Rakyat Anti Korupsi (Korusi) Adam B.
Selain itu, dia juga menegaskan pihaknya menyerukan agar pihak berwenang bisa mengusut tuntas semua oknum yang disebutkan namanya didalam Persidangan termasuk Nusron Wahid. Dia meminta agar lembaga anti rasuah tidak melakukan aksi tebang pilih dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
“Jika hal itu terbukti, sudah saatnya Nusron Wahid mundur sebagai Kepala BNP2TKI,” ujar Adam.
Dia mengingatkan bahwa pada 2016, publik Indonesia telah digemparkan oleh peristiwa kasus korupsi Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang di lakukan KPK terhadap mantan anak buah Petinggi Lippo Grup (Eddy Sindoro) yang bernama Doddy Aryanto Supen. Peristiwa ini berawal dari OTT KPK yang menangkap langsung Eddy Nasution Panitera/Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bersama Doddy Aryanto Supeno pada (20/4/2016) di Hotel Acacia Jakarta Pusat yang dalam perkembanganya juga menyeret Nurhadi, Sekretaris MA.
Dalam perkembangan dan proses hukum terhadap kasus ini muncul salah satu nama penting yakni Nusron Wahid. Dikatakan Adam, nama Nusron Wahid itu muncul dalam di persidangan kasus suap dengan terdakwa Doddy Ariyanto Supeno, pegawai PT Artha Pratama Anugerah yang didakwa menyuap Edy Nasution selaku panitera PN Jakarta Pusat.
Dijelaskan dia, pada tahun 2016 lalu dalam perkembangan proses persidangan perkara ini di Tipikor nama Nusron Wahid kembali muncul dalam BAP No. 14 milik Darmaji salah satu saksi di persidangan kala itu. Dalam prosesnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Fitroh Rohcahyanto membacakan BAP Darmaji yang tak lain adalah sopir pribadi Doddy. Darmaji seharusnya memang bersaksi pada persidangan. Tapi, karena Darmaji sudah tiga kali mangkir untuk bersaksi, maka JPU hanya membacakan BAP. Dari BAP Darmaji itu pula terungkap pihak-pihak yang biasa didatangi Doddy. Dan dalam salah satu poin di BAP milik Darmaji ada pengakuan mengejutkan bahwa Darmaji mengaku kerap menemui berbagai pejabat antara lain Nurhadi sekretaris MA, Saudara Lukas, Yuddy Chrisnandi menteri PAN-RB, Saudara Nasir, Saudara Nusron Wahid,” kata Fitroh saat membacakan BAP Darmaji.
Masih kata Adam, dari BAP Darmaji itu juga terungkap bahwa Doddy merupakan orang kepercayaan petinggi Lippo Group, Eddy Sindoro dalam berbagai hal. Termasuk, mengantarkan dokumen, barang, dan uang kepada sejumlah pihak. Fitroh menambahkan, Darmaji mengaku pernah mengantarkan Doddy menyerahkan uang kepada Nusron Wahid yang kini menjadi kepala BNP2TKI. Menurut Darmaji, penyerahan uang tersebut dilakukan di kantor GP Ansor.
“Saudara Doddy sering mengirimkan barang yang saya duga berupa uang kepada Saudara Lukas dengan pengiriman di basement gedung Matahari Jalan Jenderal Sudirman. Dan kepala BNP2TKI (Nusron Wahid) di kantor Pemuda Ansor,”.
“Artinya bahwa kasus ini harusnya masih berlanjut, sebab masih ada beberapa nama yang disebutkan didalam proses persidangan beberapa waktu lalu,” sebutnya.
Lebih jauh, Adam menyebutkan dengan adanya nama Nusron Wahid yang di sebutkan di persidanganTipikor pada tahun 2016 lalu dalam perkara OTT tersebut, harusnya KPK bisa telaten dan berani memanggil Nusron Wahid untuk Kembali di periksa agar kasus ini benar-benar transparan sampai ke akar-akarnya.
Apalagi, kata dia, keterangan saksi Darmaji dalam perkara ini tak tanggung-tanggung menyebutkan pernah membawa uang ke Nusron Wahid di Kantor GP. Ansor. Namun dia menyayangkan hingga saat ini Nusron tidak di periksa secara Intensif dan di tahan guna mengembangkan proses penyelidikan terhadap kasus tersebut.
“KPK harus kembali membuka kasus ini hingga menemukan tersangka baru, apalagi ada dugaan aliran dana yang mengalir ke pihak lain. KPK jangan terlihat memberantas korupsi hanya setengah-tengah. Padahal Fakta hukum di persidangan cukup kuat untuk membuka ruang dan peluang bagi KPK untuk kembali melakukam proses penyelidikan terhadap setiap orang yang terlibat dalam kasus ini,” pungkasnya.