Jakarta – Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), lewat Deputi Bidang Hukum, Advokasi dan Pengawasan Regulasi, menyelenggarakan kegiatan Internalisasi dan Institusionalisasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan bagi Akademisi dan Pusat Studi Pancasila di Provinsi Sumatera Utara, pada hari Kamis (30/11/2023), di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
Hadir dalam kegiatan tersebut, Deputi Bidang Hukum, Advokasi dan Pengawasan Regulasi, Kemas Akhmad Tajuddin, Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Antonius Benny Susetyo, Wakil Rektor I Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Muhammad Arifin, Akademisi Surya Perdana, dan Kepala Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara, Eka Nam Sihombing. Diskusi panel pun diadakan dengan Edi Subowo, selaku Direktur Analisis dan Penyelarasan BPIP, sebagai moderator.
Benny, sapaan akrab Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP tersebut, menyatakan bahwa Pancasila mutlak merupakan dasar hukum Indonesia.
“Hukum Indonesia itu bersumber pada nilai-nilai Pancasila, artinya hukum, baik perumusan peraturan perundang-undangannya dan penegakannya, adalah bersumber pada nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan,” serunya.
Dia menyerukan agar kultur nilai Pancasila harus menjadi acuan dalam pembuatan peraturan perundang-undangan.
“Sudah jelas, Pancasila dasar dari hukum Indonesia, oleh karena itu, kultur dan nilai-nilai Pancasila harus menjadi acuan dalam pembuatan peraturan perundang-undangan, di semua jenjang,” katanya.
Pakar komunikasi politik ini juga menyatakan keprihatinannya soal bagaimana nilai Pancasila malah ditinggalkan oleh para pelaku perumus dan penegak hukum.
“Yang dipertontonkan adalah pelanggaran hukum dan norma etika, yang baru-baru ini misalnya, MK dan keputusan MKMK. Ini persoalan aplikasi nilai-nilai Pancasila. Pancasila belum menjadi pandangan hidup. Praktek KKN, kekerasan, hukum tebang pilih. Ini harus menjadi perhatian serius semua unsur bangsa,” tuturnya.
Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP memberikan pernyataan bahwa masyarakat, di negara Indonesia, berhak untuk menyatakan jika pembuatan dan penegakan hukum di Indonesia bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
“Masyarakat berhak untuk mengoreksi dan mengintervensi jika dilihat ada penyimpangan dalam penegakan norma hukum; jangan lagi diam saat diintervensi pemerintah ataupun pasar. Hukum itu tidak bisa dikendalikan diluar norma etis, karena pelanggaran etis itu cacat moral, artinya nilai Pancasila diabaikan,” tegasnya.
Menurut Benny, sudah seharusnya pemerintah menyelenggarakan pembuatan dan penegakan peraturan perundang-undangan sesuai dengan nilai Pancasila, bukan melipir dan tidak lagi sejalan dengan Pancasila.
“Tidak boleh hal itu terjadi terus menerus. Etika dan nilai Pancasila harus terkandung dalam peraturan perundang-undangan. Rasa ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan; itu harus hadir semua, tanpa terkecuali. Hukum harus melindungi dan berpihak pada yang lemah, tidak punya relasi kuasa, dominasi kekuasaan,” tutupnya.