Jakarta – Ketua Presidium Ind Police Watch Neta S Pane menilai rencana Mendagri yang hendak menjadikan dua pejabat Polri sebagai Plt Gubernur adalah ide yang sangat berbahaya bagi demokrasi karena akan menjadi preseden bagi munculnya Dwifungsi Polri.
“Ini ide sangat berbahaya bagi demokrasi. Padahal salah satu perjuangan reformasi menjatuhkan Orde Baru adalah memberangus Dwifungsi ABRI,” ungkap Neta, hari ini.
Lebih lanjut, Neta berharap, penguasa harus bisa menjaga independensi dan profesionalisme Polri dan jangan berusaha menarik narik Polri ke wilayah politik praktis. Apalagi hendak menciptakan Dwifungsi Polri. Sebab upaya itu akan merusak citra Polri, membuat Polri tidak profesional dan akan menimbulkan kecemburuan TNI dimana Dwifungsi ABRI sudah diberangus kok malah muncul Dwifungsi Polri.
“Mendagri harus segera membatalkan gagasan liarnya tersebut. Mendagri harus paham bahwa tugas kedua jenderal polisi yang akan dijadikan Plt Gubernur itu sangat berat, terutama dalam mengamankan pilkada serentak,” bebernya.
Dijelaskannya, Assisten Operasi Polri yang akan dijadikan Plt Gubernur Jabar misalnya, tugasnya sangat berat untuk mengendalikan pengamanan Pilkada di seluruh Indonesia. Bagaimana dia bisa mengatasi kekacauan di daerah lain jika dia menjadi Plt Gubernur Jabar. Begitu juga Kadiv Propam yang akan jadi Plt Gubernur Sumut, tugasnya harus mengawasi netralitas semua jajaran kepolisian di lapangan.
“Bagaimana keduanya bisa menjadi wasit yang baik, jika keduanya juga ditarik tarik sebagai pemain,” tuturnya.
Dia mengingatkan agar Polri sebaiknya menolak rencana dan usulan Mendagri itu. Sehingga Polri tetap konsen pada penjagaan keamanan di pilkada 2018, dan kepolisian bisa profesional, proporsional dan independen, meski ada 10 perwiranya yang ikut pilkada.
“Seharusnya Plt Gubernur tetap diserahkan kepada pejabat di Kemendagri karena Dwifungsi Polri melanggar UU No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian,” ucapnya.
Lebih jauh, Neta menghimbau agar birokrat sipil jangan memancing-mancing dan menarik-narik Polri ke wilayah politik praktis ataupun ke wilayah pemerintahan sipil. Apalagi saat ini ada sejumlah Jenderal Polisi dan militer yang ikut Pilkada 2018, keberadaan perwira polri sebagai Plt Gubernur akan bisa berdampak negatif bagi Polri itu sendiri. Terutama untuk di Jabar, keberadaan perwira kepolisian sebagai Plt Gubernur bisa berdampak pada penggugatan sejumlah pihak terhadap independensi dan profesionalisme Polri.
“Dalam situasi pilkada seperti sekarang ini posisi polri sangat tepat jika tetap profesional dan independen serta tetap menjadi polisi sebagai penjaga keamanan. Jika pun terjadi konflik dalam proses pilkada, polri lebih bisa berdiri di antara semua kelompok dan tidak dituding berpihak pada satu kelompok. IPW tidak menginginkan Polri dituduh bahwa keterlibatan Jenderalnya sebagai plt Gubernur hanya untuk memenangkan cagub dari partai tertentu. Jika kesan itu muncul tentunya akan sangat merugikan masa depan Polri,” pungkasnya.