Surakarta, Jawa Tengah -Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) kegiatan Pengkajian dan Monitoring Implementasi Buku Tes Utama (BTU) Pendidikan Pancasila pada Satuan Pendidikan di Bawah Koordinasi Kementerian Agama Republik Indonesia di Provinsi Jawa Tengah di Solo Surakarta, Jawa Tengah, pada hari Jumat (21/06/2024). Dalam acara ini, guru-guru dan para pendidik dibawah naungan Kementerian Agama Republik Indonesia di wilayah Jawa Tengah hadir sebagai peserta, dengan jumlah kurang
Kepala BPIP, Yudian Wahyudi, membuka acara ini, dengan ditemani oleh Deputi Bidang Pengkajian dan Materi, Surahno, beserta jajaran Pejabat Tinggi Pratama di lingkungan BPIP.
“Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Perubahan PP Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Pendidikan Nasional telah menyatakan bahwa Pancasila merupakan muatan ajib dalam kurikulum setiap jenjang Pendidikan dalam rangka pengamalan nilai Pancasila pada kehidupan berbangsa dan bernegara,” ujar Yudian dalam pembukaannya.
Dia menyatakan bahwa penggunaan dan pemanfaatan BTU merupakan upaya Bersama untuk membuat nilai Pancasila diimplementasikan oleh generasi muda.
“Buku ini adalah pondasi agar generasi muda bisa merasa lebih dekat dengan Pancasila, sehingga dapat melakukannya dalam kehidupan sehari-hari. BTU Pancasila ini tidak sama dengan kewarganegaraan.”
“Dengan demikian, implementasi BTU menitikberatkan pada praktek, dengan materi kognitif sebanyak 30 persen dan 70 persen aktualisasi Pancasila. Diharapkan, lewat Pendidikan Pancasila yang didasarkan oleh BTU ini, mengokohkan para pelajar terhadap pengetahuan, keyakinan dan habituasi Pancasila dalam kedudukannya sebagai dasar dan ideologi negara, pandangan hidup bangsa, falsafah dasar bangsa, dan pemersatu bangsa secara berkesinambungan dari Waktu ke Waktu dan dari generasi ke generasi,” kata Yudian.
Antonius Benny Susetyo, Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP, hadir sebagai narasumber dalam acara tersebut. Saat sesi pemaparan, dia menyampaikan bahwa Pendidikan Pancasila berbeda dengan Pendidikan Pancasila.
“(Pendidikan) Pancasila itu berbeda dengan (Pendidikan) Kewarganegaraan. Kewarganegaraan itu mengajarnya bagaimana menjadi warga negara Indonesia yang baik, tetapi Pancasila itu mengajarkan nilai dan rasa Pancasila. Apa saja itu? Nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Gotong Royong, serta Keadilan Sosial. Nilai-nilai itulah yang diajarkan lewat Pendidikan Pancasila ini,” jelas Benny, sapaan akrabnya.
Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP tersebut menambahkan, contoh-contoh teladan hidup tokoh yang mengamalkan nilai Pancasila.
“Bung Hatta, boleh jadi referensi. Bagaimana beliau tidak menggunakan pengaruhnya, walaupun seorang Wakil Presiden Pertama dan juga salah satu proklamator, untuk mendapatkan sepatu merek mahal idamannya. Agus Salim, juga, bagaimana saat naik kereta, tidak mengusir masyarakat dan membawa kursi sendiri, karena beliau tahu, kursi itu milik semua; bukan karena beliau seorang pejabat, bisa seenaknya mengusir orang,” tuturnya.
Benny pun menjelaskan bahwa 30 persen kognitif dan 70 persen aktualisasi Pancasila dalam Pendidikan Pancasila tersebut.
“Di dalam Pendidikan ini, anak-anak akfit diajak berefleksi untuk melihat realitas dan kenyataan dan melihat nilai-nilai Pancasila dalam kenyataan hidup. Ini yang perlu benar diajarkan kepada anak-anak.”
Pakar komunikasi politik ini pun menyatakan bahwa tantangan guru-guru saat ini memang berat, dengan adanya globalisasi dan era digital.
“Tantangan di era digital ini mengatasi ruang dan Waktu, menembus ruang pribadi; manusia bisa mengalami dehumanisasi karena ketergantungan dengan teknologi. Jika tidak ada pengertian literasi digital, manusia dijajah oleh teknologi. Contohnya ini, anak-anak sudah ada yang kecanduan judi online, kecanduan game di handphone, kalua tidak dapat main, stress, depresi, emosi. Ini tanggung jawab kita juga; kita kembalikan Pancasila sebagai bintang penuntun, sehingga anak-anak tidak kehilangan arah seperti sekarang ini,” kata Benny.
Di akhir paparannya, Benny pun menutup dengan sebuah seruan.
“Kami mohon untuk para pemangku kewenangan, untuk BTU menjadi referensi utama Pendidikan Pancasika. Buku ini pondasi kita; guru-guru akan dilatih dengan konten visual. Kami tahu bahwa buku ini dapat menghantar Indonesia untuk masa depan gemilang. Jika buku ini tidak dipakai, seribu sayang, seribu melayang.”