Jakarta – Sejumlah tokoh ikutan membela Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang digoyang dengan tulisan Indonesialeaks. Salah satunya adalah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD yang mengaku tak percaya dengan tulisan Indonesialeaks yang mengatakan Kapolri Jenderal Tito Karnavian menerima suap. Dia menilai isi dalam tulisan tersebut adalah berita bohong. Karena dia menilai sosok Tito sebagai orang yang lurus.
“Saya anggap itu hoaks aja tuh. Saya nggak percaya gitu sama,” ujarnya, Rabu (10/10).
Alasannya, menurut Mahfud, itu bukan hasil pemeriksaan resmi dan tanpa adanya pihak yang melapor. “Jadi tidak bisa yang begitu dikomentari, itu nggak bagus bagi perkembangan hukum. Kecuali ada pelapornya,” tutur mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Sementara itu, dia menilai Tito sendiri merupakan sosok yang baik dan tidak menyimpang seperti yang disebutkan Indonesialeaks. “(Dia) teman saya. Baik. Orangnya lurus. Oleh karena itu saya nggak mempercayai hal-hal gitu. Itu tidak baik bagi jurnalis ya,” bebernya.
Mahfud juga memberikan penjelasan pandangannya dari segi hukum soal tulisan Indonesialeaks itu adalah kabar hoaks. Menurut Mahfud, di dalam hukum, pihak yang mengajukan argumentasi adalah pihak yang mengajukan permasalahan.
“Siapa yang mendalilkan dia yang harus membuktikan,” kata Mahfud.
Lebih lanjut, Mahfud mengaku tengah menunggu argumen-argumen dan bukti-bukti dari pihak yang melempar isu ini.
“Pertanyaannya terbalik. Di dalam hukum yang harus mengajukan argumentasi adalah yang mengajukan masalah. Siapa yang mendalilkan dia yang harus membuktikan,” sebut dia.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono pun ikutan memberikan pembelaan bahwa ada yang tidak beres dibalik serangan yang diarahkan ke Jenderal Tito Karnavian. Dia menduga isu tentang catatan yang teruang dalam buku merah milik Serang Noer IR, yang diduga dirobek dua oknum penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu sebagai keanehan.
“Ada keanehan yang jadi sasaran tembak hanyalah Tito Karnavian. Ini sebuah bentuk ketidak adilan terhadap Tito Karnavian yang sepertinya ada operasi terstruktur untuk mencopot Tito Karnavian dari posisi Kapolri,” katanya dalam keterangan pers, Kamis (11/10/2018).
Pasalnya, menurut dia, bukti-bukti yang berupa catatan aliran dana tidak serta-merta bisa dijadikan sebagai sebuah pembenaran akan adanya aliran dana ke Tito Karnavian. Sebab harus ditekankannya bukti itu juga harus disokong bukti lainnya yang mampu menjelaskan tentang kapan dana itu diterima dan siapa yang memberikan kepada Tito.
“Kasian juga Tito Karnavian kalau di bully dan dihabisi di media dengan cara-cara yang tidak bermartabat dan tidak sesuai fakta hukum yang sebenarnya,” imbuhnya. Karena itu, anak buah Prabowo Subianto ini berharap semua pihak untuk bertindak bijak dengan tidak mempercayai suatu tudingan tanpa adanya bukti yang kuat.
“Jangan sampai dokumen yang belum tentu kebenarannya itu menghancurkan karir seseorang. Jangan dong kasihan. Perlu dicatat ya dugaan perusakan buku sudah menurut Ketua KPK dan Kadivhumas Polri sudah diperiksa oleh KPK dan Polri dan dinyatakan dua penyidik tidak terbukti dan dihentikan penyelidikannya. Itu harus dihormati,” pungkasnya.
Sementara itu Ketua Setara Institute Hendardi menegaskan IndonesiaLeaks menyebarkan berita sepihak tentang dugaan keterlibatan Kapolri Tito Karnavian dalam perkara suap Basuki Hariman, yang ditangani KPK.
“Sebagai situs penyebar laporan anonymous, produk IndoLeaks jelas bukanlah produk jurnalistik dan bukan pula liputan produk kerja lembaga penegak hukum yang layak dipercaya,” beber dia.
Dijelaskannya, model kerja IndoLeaks ditujukan untuk membuat perdebatan di tengah masyarakat yang justru rentan dimanipulasi oleh siapa saja untuk tujuan menghancurkan kredibilitas dan integritas seseorang.
Masih kata Hendardi, mengacu pada pernyataan Ketua KPK (10/10) tuduhan tersebut jelas sulit dibuktikan karena tidak memiliki rujukan dan bukti-bukti valid.
“Memang, satu-satunya cara untuk mengakhiri perdebatan itu adalah pembuktian yang dilakukan oleh penegak hukum. Sebagai tuduhan yang serius maka pihak-pihak tertentu agar tidak melakukan politicking atas produk IndoLeaks tersebut. Cara berpolitik dengan mengkapitalisasi tuduhan yang tidak faktual sama saja melakukan proses reproduksi hoax yang merusak perpolitikan kita,” terang Hendardi.
Hendardi melanjutkan bahwa tuduhan serius IndoLeaks muncul sejalan dengan upaya Polri menangani sejumlah kasus yang melibatkan tokoh politik dan tokoh agama, termasuk hoax yang didesain dan diproduksi oleh Ratna Sarumpaet, yang kemudian sempat diafirmasi oleh Prabowo Subianto dkk.
“Kapolri dan jajaran Polri mesti tetap fokus dengan tugas pokoknya sebagai penegak hukum dan pengamanan serta pelayanan. Apalagi saat ini Asian Para Games, pertemuan IMF-World Bank, bencana Palu menuntut konsentrasi Polri. Polri juga harus memulai antisipasi berbagai ancaman menjelang Pemilu 2019,” pungkasnya.