Jakarta – Pemerintah berencana merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dengan niat membereskan keberadaan Ormas agar tetap berada pada jalur Pancasila. Namun, sejumlah fraksi di DPR menolak wacana revisi tersebut, lantaran keberadaan ormas menjamin kebebasan berpendapat. Menanggapi polemik terkait revisi UU Ormas, Wakil Presiden (Wapres), Jusuf Kalla (JK), menegaskan, siapapun yang melenceng dari Pancasila harus ditindak, termasuk ormas. “Siapa saja yang keluar dari Pancasila bukan hanya ormas, partai pun, apapun tentu kalau melawan Pancasila tentu melanggar namanya kan. Apalagi ormas,” kata JK usai meresmikan Masjid Muhaiminurrais di Kompleks Markas Komando (Mako) Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres), Jakarta, Jumat (16/12). Sebagaimana diketahui, Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), Soedarmo, mengatakan, pemerintah tengah menyiapkan draft revisi UU Ormas yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2017.
Dijelaskannya, salah poin yang ingin dipertegas dalam revisi tersebut, adalah setiap ormas harus berasaskan Pancasila. Tetapi, ditegaskannya bahwa revisi itu tidak akan menghalangi masyarakat untuk membentuk ormas. Terkait ormas, pada 2 Desember 2016, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang 17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Menurut PP ini, ormas didirikan oleh tiga orang Warga Negara Indonesia (WNI) atau lebih, kecuali ormas yang berbadan hukum yayasan. Ormas berbadan hukum, menurut PP ini, dapat berbentuk perkumpulan atau yayasan. Sementara ormas tidak berbadan hukum dapat memiliki struktur kepengurusan berjenjang atau tidak berjenjang, sesuai Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) ormas.
PP ini menegaskan, ormas berbadan hukum dinyatakan terdaftar setelah mendapatkan pengesahan badan hukum dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia. Dalam hal ormas sudah mendapatkan pengesahan badan hukum, menurut PP ini, maka ormas tersebut tidak lagi memerlukan Surat Keterangan Terdaftar (SKT). Adapun ormas tidak berbadan hukum, menurut PP ini, dinyatakan terdaftar setelah mendapatkan SKT yang diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. Pendaftaran ormas yang memiliki stuktur kepengurusan berjenjang, menurut PP ini, dilakukan pengurus ormas di tingkat pusat. Selanjutnya pengurus ormas sebagaimana dimaksud melaporkan keberadaan kepengurusannya di daerah kepada pemerintah daerah setempat dengan melampirkan SKT dan kepengurusan daerah.
Demikian juga ormas yang telah mendapatkan pengesahan badan hukum harus melaporkan keberadaan pengurusnya di daerah kepada Pemerintah Daerah setempat dengan melaporkan surat keputusan pengesahan statis badan hukum dan susunan kepengurusan di daerah. Kemudian, dalam PP ditegaskan bahwa ormas badan hukum yayasan asing atau sebutan lainnya, wajib memiliki izin prinsip yang diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan luar negeri dan izin operasional yang diberikan oleh pemerintah atau pemerintah daerah. PP ini juga menegaskan, bahwa pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai lingkup tugas dan kewenangannya menjatuhkan sanksi administratif kepada ormas yang melanggar kewajiban dan larangan.