Jakarta – Presedium Youth Movement Institute (YMI) Reza Malik mengingatkan agar generasi muda memiliki rasa nasionalis yang tertanam didalam dirinya serta harus dapat menyikapi perkembangan yang terjadi di dunia ini.
“Memiliki semangat jiwa muda yang dapat membangun negara Indonesia yang mandiri, bersatu dan damai walaupun berbeda agama, suku, dan budaya, dapat berpikir rasional, demokratis, dan kritis dalam menuntaskan segala masalah yang ada di negara kita,” ungkap Reza saat diskusi kebangsaan bertema “Mengoptimalkan Semangat dan Potensi Generasi Muda dalam Merawat dan Menjaga Persatuan dan Kesatuan Bangsa” di Resto Balpuhus Jaktim, hari ini.
Turut hadir diskusi yang dipandu moderator Andu Muh Adhim (Ketua LDHKMI) dan MC Trisnawingki Kiki (Ketua Komisariat GMNI Jayabaya) adalah Ketua DPP Partai Hanura Bidang Penggalangan Pemuda dan Pemilih Pemula Muhammad Pradana Indraputra, Ketua Presidium Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Chrisman Damanik, Bidang Pendidikan GDHDI (Grand Design Hindu Dharma Indonesia) NLG Vivin Sania Dewi, dan Ketua GMKI Jakarta Agung Tamtam Sanjaya.
Dilanjutkan Reza dihadapan 150 an peserta dari berbagai BEM, Senat, OKP dan LSM yang ada di Jakarta itu, dengan cara mencintai tanah air dan rela berkorban bagi bangsa Indonesia, serta menjunjung tinggi nilai nasionalisme dan rela berkorban bagi bangsa Indonesia agar tidak terjadi perpecahan ataupun perselisihan antar bangsa Indonesia.
“Kecintaan bangsa kepada negara harus semakin erat dan semakin tinggi rasa bangga yang tertanam pada jiwa-jiwa bangsa Indonesia terhadap negara sendiri,” ujar Reza.
Dengan demikian, Reza berharap pemuda tidak hanya memiliki tantangan terhadap dirinya sendiri, yaitu melihat dirinya sebagai obyek pembangunan, tetapi tantangan luar yang menghampiri seluruh bangsa. Kesadaran untuk menjadi subyek sangat perlu dihayati bahwa solusi pengangguran dan berbagai problem pemuda lainnya, bisa diselesaikan oleh mereka sendiri.
“Kemampuan menyelesaikan problem obyektif yang ada diharapkan mampu mengantarkan pemuda untuk tampil menghadapi tantangan yang lebih luas,” tuturnya.
Sementara itu Vivin menegaskan agar generasi muda dalam sejarahnya adalah generasi yang berani melakukan pembaharuan-pembaharuan sehingga terjadi perubahan dalam masyarakat. Selain itu, kata Vivin, generasi muda perlu belajar untuk mengoptimalkan potensi dirinya dengan cara menyeimbangkan antara idealisme yang dimiliki dengan fakta-fakta emperik (nyata) yang ada.
“Negara kita adalah NKRI yang berasaskan Pancasila dengan konstitusi negara UUD 1945 dan penuh dengan kebhinnekaan. Dalam kebhinnekaannya, terwujud pada kebhinnekaan suku, budaya, agama, bahasa, dll,” kata Vivin.
Dia mengaku kebhinnekaan ini justru karunia Tuhan yang sangat indah untuk bersama-sama belajar melakukan penghargaan atas orang lain, menumbuh kembangkan toleransi dan berdialog (musyawarah bila terjadi permasalahan). Pancasila dan UUD 1945 adalah landasan yang digunakan dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara dalam kebhinekaan.
“Seimbang antara pemahaman kebangsaan dengan menjalankan ibadah agama,” bebernya.
Ditempat yang sama Chrisman Damanik, menyebutkan bahwa berbicara tentang peran pemuda, tidak pernah terlepas dari sejarah perjuangan pemuda di fase 1908, 1928, 1945, 1966, 1998, dan sekarang. Di mana setiap fase tersebut, selalu ada campur tangan pemuda. Seperti halnya pada kongres pemuda 2. Saat itu pemuda menyepakati sumpah pemuda dengan mengakui adanya bangsa Indonesia.
“Pada saat ini, pemuda sedang mengalami fase degradasi perjuangan. Para pemuda nampak terlalu asyik dengan individu masing-masing,” keluh dia.
Bahkan menurut Chrisman, kebanyakan pemuda saat ini, tidak lagi memikirkan kepentingan bangsanya. Sehingga asing berusaha merusak anak bangsa dengan kecanggihan teknologi yang tidak bisa ditolak. Kata dia, pemuda harua memiliki rasa kebangsaan, oleh karena itu gerakan mahasiswa tetap penting sebagai bentuk kritikan terhadap situasi bangsa. Namun yang menjadi permasalahan adalah sebagaimana yang dikatakan Soekarno bahwa lawan saat ini adalah oknum didalam bangsa sendiri.
“Jadi kita sulit untuk mengidentifikasi mana lawan mana kawan,” bebernya.
Muhammad Pradana menyayangkan ada beberapa oknum yang mencoba untuk memperkeruh suasana ditengah masyarakat Indonesia masih percaya dan menganut Pancasila. Esensi Pancasila adalah kebijaksanaan, tapi masih banyak yang belum memahami makna dari kebijaksanaan tersebut.
“Tidak usah jauh-jauh, sesama agama saja masih tetap bersiteruh satu sama lain,” sesalnya.
Pradana berharap ditengah situasi memanas ini jangan ada lagi konflik antara agama, suku, bahasa, dll, karena ada pihak lain yang ingin mengadu domba anak bangsa.
“Kita berharap pemerintah tetap menjaga persatuan bangsa,” sebutnya.
Agung Tamtam Sanjaya mengkritik respon pemuda yang kini cenderung apatis, hedonis, dan individualis, sehingga kebanyakan tidak lagi memperhatikan kondisi bangsa saat ini. Harusnya, kata dia, pemuda harus menjadi kontrol sosial, generasi perubahan, dan kontrol moral untuk bangsa.
“Di setiap orang punya zaman, dan setiap zaman ada orangnya. Maka dari itu, generasi muda bukan untuk menjadi generasi penerus bangsa, tapi generasi perubahan untuk bangsa,” tandasnya.