JAKARTA – Pasca dilakukan pembebasan rumah dan lahan di taman sari yang di lakukan oleh aparat gabungan baik Satpol PP, Polisi dan TNI yang membantu tugas pengamanan di Taman Sari, kini ramai diberitakan di media sosial dan elektronik soal ricuhnya pembebasan lahan di Taman Sari yang mengakibatkan aparat Kepolisian mendapatkan kecaman dari Desmon J Mahesa politisi Gerindra.
Dalam pelaksanaan tugasnya Polisi membantu pengamanan pengosongan lahan milik Pemkot Bandung tapi mendapat perlawanan warga. Padahal jelas sekali tugas polisi hanya membantu Pemda Bandung dalam melakukan tugas eksekusi pembebasan lahan dan menjaga aset sesuai dengan perintah Pemkot Bandung.
Selain itu, Pemkot Bandung juga sudah memenangkan gugatan yang dilayangkan warga sebelumnya di Mahkamah Agung. Putusan itu sudah inkrah sehingga SK Kepala DPKP3 Nomor 538.2/1325A/DPKP3/2017 tentang Penetapan Kompensasi Bangunan, Mekanisme Relokasi dan laksanaan Pembangunan Rumah Deret Tamansari yang jadi dasar penggusuran sah secara hukum.
Sosialisasi hingga mediasi terkait proyek Rumah Deret sudah dilakukan Pemkot Bandung kepada warga RW 11, Kelurahan Tamansari sejak lama. Sejak 2010 mereka sudah tidak ditarik sewa karena Pemkot Bandung sudah menyatakan (lahan) akan dipakai.
Lembaga Advokasi Kajian Strategis Indonesia (LAKSI) menilai tudingan bernada miring dari politisi Desmon J Mahesa yang dialamatkan kepada Kapolda Jabar Irjen Rudy Sufriadi dalam membantu Pemda Bandung untuk pengamanan pembebasan lahan di Taman Sari, merupakan kesalahan besar dan tuduhan yang tidak berdasar.
“Polisi yang bertugas di lapangan tidak melanggar HAM, tuntutan agar Kapolda Jabar di ganti karena tidak profesional dalam menjalankan tugas pengamanan merupakan tuduhan yang keliru,” ungkap Korlap LAKSI Azmi Hidzaqi, hari ini.
Menurutnya, justru Polisi sudah sangat hati-hati dalam menjalankan tugasnya dengan baik di lapangan. Polisi juga menahan kesabaran untuk tidak terprovokasi emosinya ketika di lempari oleh para penolak eksekusi.
“Permintaan agar Kapolda di evaluasi adalah pendapat pribadi yang tidak dapat di pertanggung jawabkan kebenarannya. Sebab adanya kericuhan di lapangan terjadi lebih disebabkan adanya penyerangan dari pihak warga yang menghalangi dilakukan pembongkaran, sehingga terjadilah kericuhan,” jelasnya.
Dikatakan Azmi, penggiringan opini yang di lakukan untuk menyudutkan Polisi dalam pengamanan pengosongan lahan merupakan pemutarbalikan fakta apa yang sebenarnya terjadi di lapangan, karena kericuhan muncul akibat dari penyerangan dari oknum warga dan pihak luar yang menginginkan pembatalan eksekusi lahan di taman sari.
“Kami berharap adanya pemberitaan yang berimbang agar tidak melulu dilakukan tuduhan kepada Polisi yang turut serta menjaga aset dan lahan warga. Kami menghimbau agar tidak adanya pihak-pihak yang hanya mencari sensasi dengan memanfaatkan isu ini,” tambah dia lagi.
Pihaknya percaya Polisi sudah sesuai dengan protap dan sesuai dengan standar pengamanan di lapangan. LAKSI menolak adanya tuduhan yang menyatakan Polisi melakukan pelanggaran ham di lapangan, karena Polisi tidak di lengkapi dengan peluru tajam dalam mengamankan pengosongan lahan.
“Kami berharap para elit politik agar menahan diri untuk tidak berkomentar yang tidak dapat di pertanggung jawabkan. Semoga semua pihak bisa memberikan pandangan objektif terhadap persoalan ini,” pungkasnya.