JAKARTA – Beberapa hari ini, publik dan media banyak menyoroti perkembangan penanganan kasus Novel Baswedan, namun ada hal yang perlu ditegaskan dibalik fenomena tersebut.
Salah satunya adalah pemberian apresiasi kepada Polri karena sudah mengungkap kedua pelaku begitu transparan, tidak menyebutkan bahwa mereka itu “oknum polisi” melainkan langsung menyatakan “polisi aktif”.
“Polri dalam kegiatan pemindahan tidak menutup muka dari kedua orang yang diduga sebagai pelaku, dan media pun dalam pemberitaan juga tidak menyamarkan muka yang diduga pelaku. Perkembangan informasi dalam perkara ini begitu telanjang walaupun agak menyimpang dengan asas Praduga Tak Bersalah,” ungkap Komisioner/Anggota Kompolnas Andrea H Poeloengan, dalam pesan rilisnya, hari ini.
Menurutnya, Polri tetap menjalankan tugasnya untuk mengungkap kasus yang menimpa Novel Baswedan sebagai korban, walaupun fakta hukumnya hingga saat ini berdasarkan Penetapan majelis hakim pemeriksa perkara Nomor : 31/Pid.B/2016/PN Bgl tertanggal 5 Februari 2016 jo Putusan hakim pemeriksa perkara gugatan Praperadilan Nomor 2/Pid.Pra/2016/PN Bgl bahwa Novel Baswedan masih berstatus terdakwa.
“Artinya tanpa pandang bulu, walaupun Novel Baswedan masih terkait kasus di Bengkulu, yang status sebagai Terdakwa karena diancam pidana dalam pasal 351 Ayat (3) KUHP dan diancam pidana dalam pasal 351 Ayat (2) KUHP jo pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, atau diancam pidana dalam pasal 422 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP jo pasal 52 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, sebagaimana yang tercantum dalam Surat Dakwaan NOMOR : REG. PERKARA : PDM-219/BKL/12/ 2015,” paparnya.
Kata Andrea, Polri masih melayani Novel Baswedan dalam posisinya sebagai korban dugaan penganiayaan dengan penyiraman zat yang mengakibatkan cedera mata dan mukanya. Bisa dibayangkan, bahwa seorang terdakwa yang menjadi korban saja ketika menjadi korban tetap ditangani dan akhirnya terungkap menghasilkan kedua orang yang diduga pelaku tersebut (RM dan RM).
“Jika memang pihak Novel Baswedan mempunyai bukti-bukti lain, maka seharusnya sudah sejak awal memberikan informasi, keterangan saksi tambahan, keterangan ahli dari pihak korban, surat-surat dan/atau petunjuk terkait, serta alat bukti lain. Jangan hanya berkoar di media. Jika menuduh ada oknum Jenderal, ya buktikanlah, dia yang mendalilkan ya dia pula yang harus membuktikan. Sekali lagi bukan berkoar-koar dan membangun asumsi-asumsi yang tidak jelas. Biarkan Polri bekerja, percayakan pada Polri,” jelasnya.
Selanjutnya, tambah dia, jika bicara motif, maka hanya penyidik yang mengetahui, dan hingga saat ini (Minggu 29/12/2019) belum ada pernyataan resmi mengenai motif tersebut, karena penyidik masih memeriksa lebih lanjut. Akan tetapi fakta yang terlihat oleh publik saat ini adalah adanya ketidaksukaan yang diduga pelaku kepada Novel, karena salah satu pelaku menghujat dengan berteriak bahwa Novel dianggap olehnya pengkhianat.
“Pengkhianat seperti apa, itulah yang harus kita tunggu dari hasil perkembangan penyidikan dan pemeriksaan pengadilan,” katanya.
Dia melanjutkan jika saat ini hanya bisa berasumsi, sehingga jika pertanyaannya apa mungkin motifnya hanya karena dendam, maka jawabannya: ya mungkin-mungkin saja. Hal ini bisa terjadi karena naluri pasukan yang tidak rela korpsnya di “nodai” oleh Novel, dan ini merupakan fanatisme yang berlebihan yang faktanya ada, walaupun tidak diperbolehkan.
“Asumsi ini diperkuat dari hasil resmi temuan TGPF yang merupakan temuan terkahir dan terbaru sesudah temuan Komnas HAM Desember 2018 tetapi sebelum pengungkapan Polri akan 2 oknum polisi yang diduga sebagai pelaku sebagaimana Konpers Polri 27 Desember 2019, bahwa kemungkinan hal yang menyebabkan terjadinya penganiayaan terhadap Novel tersebut karena: Diserang karena pekerjaannya, Penggunaan Kekuasaan Berlebih (abuse of power), Pelaku sakti hati atau Diduga terkait dengan kasus-kasus High Profile yang ditangani Novel,” paparnya lagi.
Maka itu, semua masih berandai-andai, maka sebaiknya tunggu dan percayakan kepada Polri yang sedang bekerja. Yakin saja sebagaimana janji Transparansi dari Kapolri dan janji dari Kabareskrim yang mengungkap jika ada pelaku lain.
Masih berdasarkan asumsi yang ada, untuk orang-orang seperti kedua terduga pelaku tersebut, sebetulnya bisa saja dianalogikan seperti Lone Wolf pada tindakan teroris, di mana mereka bekerja sendiri tanpa harus ada pesuruhnya. Untuk itu apakah benar atau tidak, maka perlulah menunggu hasil penyidikan terbaru (update), akan tetapi saat ini faktanya ya mereka (RB dan RM) sebagai pelaku karena kebencian terhadap Novel, tetapi tidak tahu besok lusa perkembangannya seperti apa.
Lebih lanjut, Andrea memaparkan karena terduga pelaku adalah anggota Polri, maka berdasarkan asas praduga tak bersalah dan berdasarkan PP serta Perkap, putusan Pidananya harus berkekutan hukum tetap dan final terlebih dahulu. Baru dapat dijalankan sidang kode etik atau disiplinnya, untuk menentukan adanya pelanggaran kode etik atau disiplin polri serta status keanggotaannya.
“Selain apresiasi kepada Polri yang berhasil mengungkap hingga saat ini terdapat dua terduga pelaku, saya juga prihatin karena kedua terduga pelakunya adalah anggota polri aktif. Memang sangat disayangkan, akan tetapi sampai sejauh mana perannya, kita tunggu saja detailnya di persidangan nanti,” pungkasnya.