JAKARTA – Indonesia Police Watch (IPW) mengingatkan agar Jaksa Agung ST Burhanuddin tidak ikut-ikutan takut pada Novel Baswedan.
“Jika masih punya hati nurani, sebaiknya Jaksa Agung segera menerima dan berdialog dengan keempat korban penyiksaan yang diduga dilakukan Novel di Bengkulu, yang sudah menginap di depan gedung Kejaksaan Agung sejak beberapa hari lalu,” tegas Ketua Presidium IPW Neta S Pane, hari ini.
Neta menilai, keempat korban dari Bengkulu itu adalah korban dari keberutalan oknum polisi dengan dalih melakukan penegakan hukum dimana oknum polisi bernama Novel Baswedan itu saat ini sudah menjadi “orang yang paling kuat di negeri ini” dan sangat ditakuti para pejabat Republik Indonesia.
“Akibatnya, rakyat kecil yang diduga sebagai korban kebringasan Novel yang sedang mencari keadilan selama bertahun tahun diabaikan begitu saja,” ucapnya.
IPW mengingatkan ada lima orang tersangka pencuri sarang burung walet yang diduga disiksa dan ditembak Novel di Bengkulu. Satu orang tewas dan empat lainnya luka serta cacat. Hingga saat ini mereka terus mencari keadilan. Mata Dewi Keadilan boleh saja tertutup namun mata hati para penegak hukum, terutama Jaksa Agung hendaknya tetap fokus untuk menegakkan Pedang Keadilan.
“Jaksa Agung jangan ikut ikutan takut terhadap Novel. Dengan diterimanya keempat para pencari keadilan itu, Jaksa Agung bisa berdialog atau menjelaskan, kenapa BAP kasus Novel tidak dilimpahkan ke PN Bengkulu, padahal para korban sudah memenangkan prapradilan dan majelis prapradilan juga sudah memerintahkan agar kejaksaan segera melimpahkan BAP kasus Novel itu ke PN Bengkulu,” bebernya.
“Jaksa Agung tidak boleh dibiarkan melakukan pembangkangan hukum,” sebutnya.
Untuk itu, lanjut Neta, Jaksa Agung perlu menjelaskan kepada publik kenapa dia membangkang perintah majelis prapradilan. Jika pun tidak menjelaskan kepada publik, minimal Jaksa Agung menjelaskannya kepada keempat korban yang sudah memenangkan prapradilan tsb. Jaksa Agung perlu melakukan hal ini karena dia adalah pejabat publik yang digaji dari pajak publik.
“Dengan adanya dialog diharapkan keempat korban bisa memahami situasi yang ada. Sehingga mereka tidak merasa dizalimi terus menerus oleh aparatur penegak hukum di negeri ini, dimana Novel mendapatkan keadilan dalam kasus penyiraman, sementara rasa keadilan mereka diabaikan padahal mereka adalah korban pembunuhan dan penyiksaan yang diduga dilakukan Novel Baswedan,” paparnya.
Sebagai tokoh penegakan hukum yang promoter, IPW berharap Jaksa Agung mau membuka hati nuraninya untuk segera menyelesaikan kasus Novel ini, sehingga Kejaksaan Agung dan aparaturnya tidak terus menerus tersandera serta tidak dituding sebagai pengecut oleh publik maupun aparatur penegak hukum lainnya. Sebagai pimpinan tertinggi yang memegang pedang keadilan di kejaksaan, Jaksa Agung tentunya tidak boleh takut terhadap Novel Baswedan.
“Jaksa Agung harus menghargai keputusan majelis prapradilan yang meminta kejaksaan segera melimpahkan BAP kasus Novel ke PN Bengkulu. Dampak dari dilimpahkannya BAP Novel itu ke PN Bengkulu, oknum oknum polisi tidak lagi akan sewenang wenang main siksa dan main tembak terhadap tersangka maupun masyarakat luas. Jika BAP Novel tidak dilimpahkan, oknum oknum polisi akan besar kepala bertindak sewenang wenang karena merasa dilindung kejaksaan,” pungkasnya.