JAKARTA – Ditengah pandemi, isu PKI perlahan naik menjadi pembahasan netizen dan isu tersebut ramai dipergunjingkan. Dan nama Dandhy Dwi Laksono paling santer diperbincangkan dan dikait-kaitkan dengan isu komunis di Indonesia.
Pasalnya, Sineas film dokumenter, Dandhy Dwi Laksono pernah menyatakan, hal kontroversial dengan menegaskan tidak menemukan adanya fakta tentang penyiksaan para jenderal dalam peristiwa G-30 S/PKI seperti yang digambarkan dalam film yang disutradarai Arifin C Noer.
Fakta tersebut didapat Dandhy setelah dirinya melakukan serangkaian proses jurnalistik mengenai penyiksaan yang dialami para jenderal Angkatan Darat pada 1965.
Akibat pernyataan yang dikeluarkan Dandhy tersebut, Dandhy tak henti-hentinya diserang oleh netizen bahkan menyebut Dandhy sebagai anak PKI lantaran dituding telah membela PKI.
Salah satu netizen bernama Aline Yoana Tan dalam akun twiternya menyebut Dandhy sebagai anak PKI. Menurutnya wajar jika anak PKI membela PKI. Ia pun mewaspadai adanya black propaganda PKI yang menyusup dibarisan oposisi.
“Wajar Jika @Dandhy_Laksono Membela PKI. Anak PKI Ya Harus Bela PKI era Waspada Saudara, Black Propaganda PKI Menyusup Di Barisan Oposisi, Untuk Mewujudkan Cita-Cita Komunis Internasional,” tulis akun @TanYoana.
Ada juga akun Intelektual Jadul @plato_ids dalam cuitannya menyebutkan Dandhy Laksono adalah anak PKI Lumajang yang ditugaskan merekrut kader muda komunis.
“Dandhy laksono adalah anak PKI asal Lumajang Jawa Timur, ia ditugaskan merekrut kader muda komunis, ia juga menyusup ke barisan oposisi untuk mewujudkan cita-cita komunis internasional,” tulis @plato_ids.
“Waspadai agenda laten kader PKI
@berniemhmmd_ binaan anak PKI dandhy laksono | selain misi penyebaran paham komunis mereka ditugaskan legalkan seks bebas di seluruh Indonesia | agenda laten liberalis dan komunis bersatu padu wujudkan misi bumi hangus umat islam NKRI | *infovalid,” tulis @plato_ids lagi.
Selanjutnya, ada akun masdimas @erlang_dimas dalam cuitannya menyebutkan bahwa Dandhy aktivis ham yang dituding menyudutkan Islam dan sebagai keturunan PKI.
“Lu percaya sm Dandhy sang aktivis HAMburger yg tendensius ke Islam? Keturunan PKI lu tempelin aja trs buat mantau cuitannya,” tulis @erlang_dimas
Berikutnya akun Pejuang Bangsa di Medsos dalam cuitannya mempertanyakan eksistensi Dandhy Laksono apakah pro atau kontra PKI.
“mas Dandy masuk kelompok pro atau kontra pada PKI ? jika PKI kembali exist di Indonesia apakah anda dukung?,” tulis akun @BAHARILYASHF
Juga ada akun bakul sandal dalam cuitannya mengajak netizen untuk berhati-hati dengan Dandhy yang kembali dituding sebagai anak PKI asal Lumajang.
“ini juga. hati2.. dandy laksono itu anak pki asal lumajang,” tulis @Jhonkosmik.
Diketahui, Sineas film dokumenter, Dandhy Dwi Laksono, mengaku pernah melakukan proses jurnalistik untuk menelusuri salah satu bagian yang ia rasa penting dalam film terkait peristiwa sejarah gerakan 30 September 1965 tersebut.
Adapun bagian penting yang telusuri Dandhy dari film tersebut kala itu adalah fakta tentang penyiksaan yang dialami para jenderal Angkatan Darat pada 1965.
Untuk menelusuri fakta sejarah tersebut, Dandhy pun menemui dokter Liem Joe Thay, salah satu dokter yang ikut melakukan autopsi jenazah para jenderal pada 4 Oktober 1965. Dandhy mengatakan dirinya menggali berbagai informasi dari dokter Liem Joe Thay selama tiga tahun.
Dalam proses jurnalistik yang dijalaninya, salah satu pendiri rumah produksi Watchdoc itu tidak menemukan adanya fakta tentang penyiksaan para jenderal seperti yang digambarkan dalam film yang disutradarai Arifin C Noer.
“Hasil visum et repertum atau dokumen repertum yang saya pegang menunjukkan itu tidak ada (penyiksaan). Hasil wawancara dengan dokter yang mengotopsi juga tidak ada,” kata Dandhy beberapa waktu lalu.
Pada perbincangan tersebut, Dandhy menekankan itu adalah hasil dari proses jurnalistik yang pernah dilakukannya pribadi.
Lebih lanjut, Dandhy juga menceritakan salah seorang rekannya yang juga melakukan wawancara terhadap tenaga medis lain yang terlibat dalam autopsi tersebut, dokter Liau Yan Siang.
Dari hasil wawancara rekannya tersebut, kata Dandhy, pun tak ada keterangan terdapatnya fakta penyiksaan yang dilakukan kepada para jenderal.
Terkait rencana pemutaran ulang film G-30 S/PKI yang dilakukan TNI, Dandhy menilai hal itu wajar sebagai bentuk proses demokrasi. Hal yang justru patut dititikberatkan sebagai poin penting, sambung Dandhy, adalah perihal penilaian masyarakat atau forum usai menonton film tersebut.
“Kalau saya ingin memutar ulang film itu, saya juga [pasti] akan memutarnya. Tapi, saya akan memaparkan bahwa film itu punya kebohongan di [bagian] a,b,c,d,e. Tapi, kalau kemudian ingin ditonton dan dirayakan sebagai sebuah kebenaran sejarah, saya pikir kita mundur sekali,” ujar Dandhy.
Di satu sisi, Dandhy berpendapat pemutaran ulang film tersebut oleh militer Indonesia sebagai alat pertahanan negara justru memperlihatkan TNI yang ingin menunjukkan musuh politiknya selama ini, yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI).
“Jadi kalau TNI memutar film itu untuk menujukkan ini musuh-musuh saya, ya silahkan saja. Orang juga akan bisa menakar. Memangnya kalau TNI yang mutar filmnya jadi benar? kan enggak. Justru kalau TNI yang mutar malah jelas permusuhan sejarah mau dihidup-hidupkan lagi,” katanya.