Kegiatan Talk Show Bincang Velox menghadirkan narasumber Deputi-VII BIN, Wawan Hari Purwanto, dan Kepala Biro Humas Kemnaker Soes Hindharno. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada 25 Agustus 2020, di Jakarta dalam rangka mendukung pembahasan RUU Cipta Kerja jelang disahkan oleh DPR RI.
Pada kesempatan tersebut Deputi-VII BIN, Wawan Hari Purwanto, mengatakan RUU Cipta Kerja merupakan suatu upaya dari pemerintah untuk membangun sinergitas penyederhanaan peraturan yang meliputi aspek-aspek strategis, agar terdapat kesamaan visi untuk mempermudah peraturan, terjadi pemerataan, dan tidak ada tumpang tindih antara peraturan satu dengan yang lainnya. RUU ini juga dapat memberikan gairah untuk membentuk usaha-usaha baru dan entreperneur baru di kalangan muda, karena peraturan dipermudah dan semakin simple bagi dunia usaha baru.
“RUU Cipta Kerja perlu ada satu pemahaman dari semua pihak, juga pihak-pihak yang menolak agar memberikan masukan, sehingga keberatan-keberatan yang dirasakan dapat ditemukan solusi dan titik temu sebelum RUU ini disahkan,” ujar wawan.
Dia juga menambahkan, “Pro-kontra RUU Cipta Kerja pasti selalu ada, namun kepentingan nasional lebih utama. Jangan hanya melihat persoalan dari Jakarta, namun perlu juga dilihat didaerah lain. RUU ini membuka peluang pemerataan tenaga kerja secara merata di daerah khususnya bagi masyarakat yang membutuhkan lapangan pekerjaan.”
“Tenaga kerja perlu diserap, karena dapat berdampak terhadap dampak sosial di masyarakat. Apabila dapat menyerap tenaga kerja maka kita dapat meningkatkan daya saing di kancah internasional,” tambahnya.
Isu tenaga kerja asing yang banyak dikhawatirkan oleh sejumlah pihak yang mendiskreditkan pemerintah, tidak perlu dikhawatirkan, karena jumlah tenaga asing tersebut masih terukur. Masih banyak tenaga kerja asing yang bekerja di luar negeri seperti, Malaysia, dan Arab Saudi.
Sementara itu, Kepala Biro Humas Kemnaker Soes Hindharno, mengatakan mengenai RUU Cipta Kerja Kemenaker sudah melakukan dialog dan terus mengkomunikasikan dengan pihak-pihak terkait, bahkan dari seluruh aspek baik dari hukum maupun ekonomi.
“Hal ini dilakukan agar tidak memberikan kerugian justru terhadap kelompok buruh. Pasal-pasal krusial yang dianggap kelompok buruh menguntungkan tenaga kerja asing dipahami kelompok buruh salah tafsir, karena terdapat regulasi ketat yang mengatur keberadaan tenaga kerja asing tersebut,” pungkasnya.
Soes menambahkan, “Kelompok buruh yang mencurigai adanya pasal yang mengatur hilangnya upah, hilangnya cuti, pesangon, dan jaminan sosial, merupakan pemahaman yang keliru,” kemudian dia melanjutkan, “apa yang dipahami kelompok buruh hanya sepenggal-sepenggal akhirnya tidak nyambung dan menjadi salah tafsir,” pungkasnya.
Kemenaker telah membuat pokja-pokja yang melibatkan sejumlah pihak dengan pembahasan Tripatrit. Hal ini dilakukan dalam rangka mengawal pembahasan RUU Cipta Kerja untuk dibahas di DPR RI, yang mana merupakan masukan dari sejumlah pihak terkait, sebagai informasi RUU Cipta Kerja ini telah didukung oleh enam organisasi buruh yang terus mengawal pembahasan RUU Cipta Kerja.