JAKARTA – Dosen Unhan Brigjen TNI Dr. Pujo Widodo menjelaskan bahwa pencegahan aksi radikal dan teror di Indonesia bisa dilakukan dengan menggunakan strategi; Deteksi dini, Pencegahan dini, Early warning, Sosialisasi.
“Sementara strategi penindakan kasus teroris transnasional Indonesia adalah dengan bekerja sama dengan Malaysia dan Philipina,” tegasnya.
Hal itu mengemuka dalam diskusi virtual webinar bertema “Pencegahan Radikalisme dan Teroris Transnasional di Indonesiaā€¯ diselenggarakan oleh OIC pada Minggu, 12 September 2021.
Menurutnya, adanya INDOMALPHI seperti;
bekerjasama dalam patrol, Sharing informasi, Mengembangkan Maritime Command
Centre (MCC), kerja sama sinergitas antar institusi, strategi pemulihan dengan bela Negara.
“Kunci dari persatuan adalah adanya nasionalisme, agar tidak adanya perpecahan,” ujarnya.
Dia melanjutkan bahwa kejadian di Afganistan menginspirasi Gerakan teroris di daerah Timteng lain bahkan di daerah Afrika seperti boko haram dan juga di Indonesia seperti DI/TII dan NII. Kata dia, ancaman NII di Indonesia berawal dari Kartosuwiryo yang mendirikan DI/TII yang bertujuan untuk membentuk pemerintahan Islam di Indonesia.
“Jamaah islamiyah adalah terbentuknya Daulah Islamiyah Nusantara, yang dahulu terbentuknya NII. Di Indonesia, JI terkenal serangan Bom Bali
tahun 2002 silam,” tuturnya.
Sementara itu, Fahlesa Munabari selaku Dosen Ilmu Hubungan Internasional President University membeberkan beberapa strategi pencegahan Radikalisme dan Teroris Transnasional di Indonesia salah satunya adalah perlunya jalur diplomasi informal terhadap Taliban seperti information sharing, dsb.
“Langkah yang bagus seperti wakil presiden Jusuf kalla kepada Taliban mengenai Islam dan demokrasi bisa hidup berdampingan di Indonesia,” tegasnya.
Kata dia, dampak Taliban 2.0 terhadap eskalasi terorisme dan radikalisme di Indonesia adanya euphoria diantara simpatisan afganistan di Indonesia seperti dalam sejarah DII dan NII.
“Potensi eskalasi mobilisasi relawan JI serta afiliasinya seperti MMI ke afganistan untuk kebutuhan perang terhadap ISIS-K,” jelasnya.
Ketua Rumah Perdamaian UI M. Sya’roni Rofii menjelaskan bedanya Taliban dengan ISIS, dan Al Qaeda. Kata dia, Taliban muncul karena untuk membebaskan afganistan dari ancaman domestic dan mengusir kekuatan asing seperti FPI dalam prinsip kesukuan. Dalam masa lalu dalam proxy war Taliban dibuatkan oleh USA dalam memerangi Uni Soviet puncak nya invasi Amerika ke Afganistan tahun 2001.
“Dan Alqaeda bertujuan melawan hegemoni AS dan Sekutu dan melawan ketidakadilan di Palestina. Sementara ISIS membangun khilafah global versi baru di arab spring, adanya narasi bahwa tiap bulan akan digaji tiap bulan, namun hanya sebagai hoax strategi,” pungkasnya.