Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK) resmi menyatakan beberapa hal terkait kasus korupsi yang diduda melibatkan Anies Baswedan, yaitu :
1. Keterlibatan Gubernur Anies Baswedan dalam tindak pidana korupsi pengadaan lahan di Munjul, Jakarta Timur terungkap secara tersirat dari keterangan pihak Kongregasi Suster-Suster CB Provinsi Indonesia sbg pemilik awal lahan di Munjul tsb.
Dalam keterangannya, kuasa hukum Kongregasi Suster-Suster CB Provinsi Indonesia Dwi Rudatiyani, menyebut pernah melakukan PPJB (Perjanjian Pengikat Jual Beli) dg Anja Runtuwene (PT. Adonara Propertindo) pada tanggal 25 maret 2019. Yang kemudian PT Adonara Propertindo menjual lagi tanah di Munjul itu dg mark up harga kpd PD Sarana Jaya dg akta jual beli tertanggal 8 April 2019.
2. Tanggal PPJB dan AJB dalam kongkalikong PT Adonara Propertindo dan PD Sarana Jaya menjadi kata kunci membongkar modus tindak pidana korupsi yang mengarah pada keterlibatan Gubernur Anies Baswedan. Sebab ketika pembelian tanah di Munjul itu telah terjadi, penugasan PD Sarana Jaya sbg BUMD penyedia lahan baru diteken Gubernur pada 24 mei 2019, yakni Pergub nomor 51 tahun 2019.
Inilah dark side yg menjadi petunjuk kuat bahwa patut diduga kongkalikong pengadaan lahan di Munjul bukan hanya antara PT Adonara Propertindo dan PD Sarana Jaya, tetapi juga Gubernur.
3. Kerugian keuangan negara tidak hanya terjadi sekedar pada kasus pengadaan tanah di Munjul. Penelusuran pencairan Penyertaan Modal Daerah (PMD) PD Sarana Jaya berdasarkan kepgub nomor 405 dan nomor 1684 penting dilakukan demi penyelamatan triliunan uang negara. Sebab terdapat kejanggalan dalam PMD tersebut, di antaranya: 70 ha tanah fiktif yang pernah disebut dalam rapat komisi B DPRD DKI Jakarta pada senin 15/3/2021, perbedaan laporan PMD pada laporan tahunan PD Sarana Jaya dengan LKPD Pemprov DKI Jakarta 2019, dan Laporan Kepgub 1684 sebesar 800 Milliar yang belum ada sama sekali.
4. Selain berpotensi adanya kerugian negara, Program rumah DP 0 rupiah sejatinya juga tidak menguntungkan masyarakat sama sekali. Pasalnya masyarakat pada akhirnya juga tetap membayar cicilannya secara utuh.
Mari cek seksama Pergub 104/2018. Jadi DP-nya ditanggung Bank DKI tapi pembayarannya dimasukkan menjadi cicilan. Artinya, misal DP seharusnya 10 dan cicilan 90 untuk sekian tahun. DP 10 bukan ditiadakan, bukan sejujurnya 0 rupiah, tapi digeser atau dijadikan tambahan cicilan. Maka, apakah anda setuju progam rumah DP 0 rupiah itu menguntungkan masyarakat?
Peneliti LSAK
Ahmad Aron Hariri