Jakarta – Terkait rencana Polri yang tetap kukuh ingin menerima 57 bekas pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dinilai kontradiktif.
Pandangan itu disampaikan Guru Besar Universitas Indonesia (UI), Prof. Hamdi Muluk, Minggu (21/11).
Menurut Hamdi, jika benar Kapolri menawarkan pada 57 mantan pegawai KPK yang tidak lolos TWK maka bisa dipandang menerapkan standart ganda. Sebab, di KPK tidak lolos tapi justru diambil Polri.
Terlebih, jika bergabungnya para bekas pegawai KPK itu tanpa melalui rangkaian tes.
“Ya kalau untuk (jadi) ASN, agak kontradiktif juga ya, masa dua institusi punya standar yang enggak sama?, di KPK tidak memenuhi syarat, di Polri bisa,” demikian kata Hamdi Muluk.
Hamdi Muluk mengatakan, berbeda soal apabila pekerjaan yang ditawarkan pada bekas pegawai Lembaga Antirasuah itu berbeda dari tempat kerja sebelumnya yakni KPK. Termasuk dengan status sekadar pegawai kontrak.
Jika ternyata nantinya berstatus ASN, Hamdi Muluk meminta tetap dijalankan rangkaian tes yang telah dipersyaratkan sesuai aturan perundang-undangan, yakni UU ASN.
“Jadi kalau deskripsi dan kualifikasi yang di Polru dirumus ulang, konsekuensinya tesnya dibikin beda lagi dengan yang di KPK kemaren. Jadi BK (Badan Kepegawaian) dan Kemenpan RB bisa menyatakan bahwa mereka Memenuhi Sarat (MS) untuk kerjaan Polri,” katanya.
Di samping itu, Hamdi menyampaikan, harus dipastikan lagi apakah memang Kapolri menawarkan kepada 57 mantan pegawak KPK itu sebagai ASN Polri atau hanya pegawai dengan kontrak kerja waktu tertentu saja.
“Ya kita kan harus berpatokan UU. Kita tidak masalah Pak Kapolri menampung (mereka), tetapi (harus) sesuai UU saja,” ujarnya