Jakarta – Staf Khusus Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Republik Indonesia, Antonious Benny Susetyo menyatakan pembumian Pancasila sebagai langkah yang tepat dalam mencabut radikalisme. Pernyataan tersebut beliau sampaikan pada acara Penguatan Karakter Komponen Bangsa dalam Menangkal Radikalisme / Separatisme di Hotel Aston Kartika Grogol ,Jakarta Barat (17/3).
Acara ini juga dihadiri oleh petinggi TNI AD, Kepala Pusat Diklat Tenaga Teknis Kependidikan dan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama dr Imam Syafii,M.pd, direktur deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Prof Irfan ,Mayjen (Purn) Wisnu Bawa Tenaya, beberapa tokoh agama dan organisasi masyarakat lainnya.
Di awal dialog beliau menekankan Latar belakang radikalisme adalah suatu paham yang digunakan oleh sekelompok orang yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial politik secara drastis dengan menggunakan kekerasan. Menurut beliau dalam catatan sejarah radikalisme di indonesia banyak gerakan dari masa ke masa yang berusaha menekan pemerintahan yang sah dengan mengatasnamakan agama maupun golongan.
“Radikalisme itu dipakai semua agama.semua itu dipakai untuk membenarkan agama dengan cara kekerasan,” ujar Benny.
Menurut Benny akar dari radikalisme ada dan berkembang di semua negara.
“Dalam catatan itu faham radikalisme adalah kepentingan sempit yang menggunakan segala cara untuk menggantikan ideologi pancasila.Menggunakan agama itu mudah menjadi sesuatu yang dimanipulasi dan tidak melihat kedalam konteks sosial budaya,” ujar beliau.
Lebih lanjut, Romo Benny menjelaskan bahwa pemahaman agama itu tidak bisa diajarkan dalam waktu instan,untuk menguasainya dibutuhkan waktu dan pengahayatan yang lama.
“Jika kita tidak melihat konteks agama dan kitab secara arti sebenarnya maka itu mengakibatkan kesalahpahaman,” tandasnya.
Menurut Benny, di satu sisi kita harus menghormati martabat dan kebudayaan dan ditempatkan dalam tempat yang seimbang.
“Selain pendekatan budaya dan agama kita juga harus melakukan dengan pendekatan kemanusiaan”, ujar Benny.
“Hal ini dilakukan untuk mengcounter kebanyakan faham radikal dan teroris yang mengamalkan budaya kematian dan menyukai budaya kematian.Hal itu semata-mata dilakukan karena mereka yang melakukan itu ibarat takut hidup tapi berani mati. Orang-orang ini pada dasarnya adalah orang yang mencari eksistensi diri berdasarkan janji dari kepentingan pihak tertentu,” ujar Benny.
Ditengah paparannya, Benny berujar bahwa disini peranan pemerintah sangat penting untuk bagaimana mewujudkan ide tentang tri kerukunan agama dan emanitas iman sehingga nantinya akan sering muncul perjumpaan dan dialog antar agama untuk mengikis kecurigaan dan anggapan akan dominasi agama tertentu lambat laun bisa menghilang.
“Disini ditekankan peranan penting Pancasila dalam moderasi beragama yaitu bagaimana Pancasila itu menjadi habitus bangsa, maka Pembatinan nilai pancasila itu penting agar output kedepannya pancasila itu menjadi alat pemersatu yang hadir sebagai living ideologi dan working ideologi juga” tambah Benny.
Ia menambahkan bahwa Pancasila itu memperkuat persatuan dan keadilan.
“Keadilan sosial itu tidak tercipta jika masyarakat indonesia terutama kita masih dalam ego sektoral termasuk dalam upaya memenuhi kebijakan publik , oleh karena itu BPIP mendorong dengan catur upaya Pancasila yang harus diwujudkan oleh segenap bangsa indonesia dengan aspek keadilan, cinta kasih, kepantasan dan sikap berani berkorban” tambah Benny.
Oleh karena itu menurut Benny Pembumian Pancasila adalah sebuah cara yang tepat untuk mengatasi ekstrimisme di Tanah air kita tercinta Indonesia.
“Sekarang kita butuh role model yaitu tokoh besar kita untuk membumikan nilai-nilai Pancasila dengan cara yang posiitif berupa prestasi dan karya yang membanggakan bangsa indonesia,.” ujarnya.
Disebutnya Media juga harus membantu dengan sepenuh hati dan jangan hanya secara parsial mempertontonkan koruptor dan dunia hitam saja.
“Banyak sekali energi psoitif yang bisa kita tampilkan di media mengenai Pancasila pada umumnya, Karena Pancasila merupakan cara menghayati agama yang universal, hal itu selaras jika orang yang mempunyai jiwa agama yang kuat maka orang itu biaa mencintai pancasila dan toleransi beragama pada umumnya”, pungkas Benny dalam pemaparannya di dialog tersebut.
Sementara itu, Dr Imam Syafii dari Kementerian Agama menjelaskan sebagai bangsa Indonesia harus bersyukur mempunyai 4 pilar berbangsa dan bernegara Indonesia .
“Dengan anugerah yang luar biasa di Indonesia ini dari pengalaman yang saya amati ternyata semua dari kita itu berbeda,entah itu berbeda suku bahasa agama maupun keyakinan, disini kita harus menjaga toleransi dan keberagaman.Bagaimana merawat keberagaman dalam moderasi beragama itu adalah hal yang penting diantaranya adalah dengan mengahargai perbedaan suku agama,dialog,menolak intoleransi dan ekstrimisme.”, ujar Beliau.
Menurut Syafii, Indikator Intoleransi itu diantaranya adalah sikap tidak menghargai orang lain.
“Oleh karena itu dalam beberapa tahun kedepan di kementrian agama akan ada pendidikan moderasi agama. Walaupun moderasi beragama itu dipandang sebelah mata dan dianggap sebagai pendangkalan beragama tetapi kita harus sadari bahwa dengan moderasi beragama kita bisa menghaargai perbedaan dan mensyukurii keberagaman,” ujarnya.
Di tengah paparannya Syafii menyatakan bahwa perpecahan dan pertikaian penyulutnya terkadang sederhana yaitu tidak menghargai perbedaan dan menghayati keberagaman.
“Batasan ekstrim dalam cara pandang beragama adalah mencederai nilai
kemanusiaan,melabrak kesepakatan bersama antar agama dan melanggar ketentuan hukum yang menjadi panduan bermasyarakat berbangsa dan bernegara”, ujar Syafii.
“Sedangkan Indikator ekstrimisme adalah keyakinan yang sangat kuat yang melampui kewajaran dan bertentangan hukum yang berlaku.Kita harus tanamkan kerukunan dan persatuan agar tidak terjadi kerusuhan dan itu memang yang kita harapkan,” tambah Syafii.
Saat ini menurut Syafii, beberapa negara sudah mengajak Indonesia untuk melakukan moderasi beragama, menurutnya melalui lintas agama coba sampaikan dan semua harus terlibat dalam konsep moderasi beragama.
” Indikator moderasi beragama itu adalah komitmen kebangsaan, toleransi anti kekerasan dan penerimaan terhadap tradisi yang mana hal ini akan kita kembangkan. Moderasi beragama itu mengajarkan kita untuk mencintai negara dan bangsa bukan hanya mencintai agama,” ujar Syafii.
Terakhir, Prof. Irfan Idris Direktur Deradikalisasi BNPT berharap organisasi yang hadir di acara ini bekerja sama untuk menangkal radikalisme.
“Strategi penguatan dan prioriras karakter mana yang harus dikuatkan, komponen bangsa dari unsur mana yang harus dikuatkan. Ada sekelompok orang yang mengidentikan terorisme dengan islam maka harus kita pelajari bahwa terorisme itu ada di semua agama,” ujarnya.
Idris menambahkan Ada 30 istilah yang dplintirkan utk memuluskan aksi terorisme.
“Banyak tindakan yang disalahgunakan atas nama ayat dipotong-potong untuk memuluskan aksi terorisme juga strategi penanganan radikalisasi yaitu dengan memasuki hati, berjabat tangan dan terakhir kita sentuh kesadaran pemikiran,” tutup beliau.