Jakarta – Keberhasilan otonomi khusus (Otsus) Papua dengan adanya pembentukan daerah otonomi baru (DOB) Papua Tengah mendapatkan banyak dukungan dari pihak.
Mereka meyakini pemekaran wilayah akan menyejahterakan warga Papua.
Dr. Fahri Bachmid,S.H.,M.H, selaku Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia berpendapat bahwa kebijakan Pemerintah untuk melakukan pemekaran beberapa DOB di Papua adalah dalam rangka melaksanakan tugas-tugas konstitusional pemerinta pusat. Sebagai konsekwensi bahwa pelaksanaan Pembangunan kesejahteraan sosial di Indonesia sesungguhnya mengacu pada konsep negara kesejahteraan.
Dikatakannya, dalam sila kelima Pancasila serta Undang-Uundang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menekankan bahwa prinsip keadilan sosial mengamanatkan tanggung jawab pemerintah dalam pembangunan kesejahteraan sosial.
“Terdapat tanggung jawab negara untuk mengembangkan kebijakan negara di berbagai bidang kesejahteraan serta meningkatkan kualitas pelayanan umum (public services) yang baik melalui penyediaan berbagai fasilitas yang diperlukan oleh masyarakat,” tegas Fahri, hari ini.
Selain itu, lanjut dia, untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dalam mengatasi keterbelakangan, ketergantungan, ketelantaran, dan kemiskinan. Konsep negara kesejahteraan tidak hanya mencakup deskripsi mengenai sebuah cara pengorganisasian kesejahteraan (welfare) atau pelayanan sosial (social services).
“Melainkan juga sebuah konsep normatif atau sistem pendekatan ideal yang menekankan bahwa setiap orang harus memperoleh pelayanan sosial sebagai haknya, itulah filosofi dari kebijakan pemekaran DOB di Papua,” tuturnya.
Dijelaskannya, secara konstitusional proyeksi pemekaran wilayah tiga provinsi baru di Papua, yaitu provinsi Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan Tengah merupakan kewenagan pemerintah pusat, hal demikian adalah bagian dari kewenagan konstitusional Pemerintah dalam upaya menigkatkan Kesejahteraan masyarakat sebagai upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah. Dalam hal ini adalah Presiden Republik Indonesia selaku pemegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
“Bahwa sesungguhnya rencana pembentukan beberapa DOB di Papua tidak terlepas dari politik hukum berdasarkan desain hukum UU No. 2/2021 Tentang Perubahan Kedua atas UU No. 21/2OO1 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua,” katanya.
Katanya, yang mana ditegaskan bahwa dalam rangka melindungi dan menjunjung harkat martabat, memberi afirmasi, dan melindungi hak dasar Orang Asli Papua, baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun sosial-budaya, perlu diberi kepastian hukum; serta dalam rangka percepatan pembangunan kesejahteraan dan peningkatan kualitas pelayanan publik serta kesinambungan dan keberlanjutan pembangunan di wilayah Papua.
Maka negara berdasarkan instrumen pemerintahannya melakukan upaya untuk melanjutkan dan mengoptimalkan pengelolaan penerimaan dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua secara akuntabel, efisien, efektif, transparan, dan tepat sasaran, serta untuk melakukan penguatan penataan daerah provinsi di wilayah Papua sesuai dengan kebutuhan, perkembangan, dan aspirasi masyarakat Papua itu sendiri;
“Dengan demikian secara teknis dari sisi”beleeid” sesungguhnya Penambahan provinsi di Indonesia bagian timur dimaksudkan untuk mengakselarasi pemerataan pembangunan di Papua,” ujar Fahri lagi.
Dan, kata dia, untuk mengoptimalkan fungsi pelayanan kepada masyarakat Papua kearah yang lebih baik lagi, pada prinsipnya kebijakan Pemekaran wilayah, akan meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat Papua secara lebih substansial, sekaligus mempunyai irisan sebagai strategi untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat Papua,
Bahwa kebijakan pemerintah terkait DOB di Papua telah sejalan dengan UU No, 23/2014 Tentang Pemerintahan Daerah, khususnya ketentuan Pasal 49 ayat (1) telah mengatur bahwa :
Pembentukan Daerah berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (4) berlaku untuk daerah perbatasan, pulau-pulau terluar, dan Daerah tertentu untuk menjaga kepentingan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan demikian hal ini harus dibaca dalam konteks sebagai bagian mempertimbangkan kepentingan strategis nasional dalam rangka mengokohkan NKRI
“Bahwa rencana pemekaran Papua dan Papua Barat dilakukan sebagai amanat dari ketentuan Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) Papua, Rencana pembentukan DOB di Papua dan Papua Barat merupakan tindak lanjut dari UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua,” pungkasnya.