Papua – Pro kontra pemekaran Daerah Otonom Baru (DOB) Papua menjadi hal lumrah terjadi di era demokrasi saat ini. Namun perlu diingat dan disikapi secara positif bagi keberlangsungan dan kesejahteraan di Bumi Cenderawasih.
Bagi kelompok yang menolak adanya pemekaran DOB, mereka meminta Presiden Jokowi untuk turun gunung dan meminta membentuk tim dialog untuk mencari solusi atas permasalahan perbedaan pendapat.
Sebelumnya, anggota DPD RI perwakilan Papua Helina Murib yang sengaja hadir menerima aspirasi mahasiswa Papua yang menolak adanya pemekaran DOB ditanah Papua. Dia mengaku ingin mencegah adanya gesekan atau konflik horizontal.
Keberadaan anggota DPD RI bersama kelompok penolak pemekaran DOB tersebut pun memicu respon dari berbagai pihak.
Sementara itu, Direktur eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai, bahwa seharusnya masyarakat Papua bisa sejahtera ketika dana otonomi khusus yang digelontorkan pemerintah selama ini disalurkan dengan baik sesuai keperuntukannya.
“Selama ini dana otsus terus meningkat signifikan, setiap tahun naik, tapi tidak berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan masyarakatnya, ini kan ada something, artinya kue ini hanya dinikmati oleh mereka yang berkuasa,” kata Karyono.
Menurut Karyono, pemekaran wilayah Papua menjadi solusi konkret bagaimana negara bisa menghadirkan kesejahteraan kepada masyarakat di Indonesia Timur itu. Namun ia tak memungkiri, banyak kalangan yang menolak pemekaran wilayah itu.
Untuk memastikan bahwa seberapa persen masyarakat Papua pro terhadap pemekaran wilayah yang menjadi usulan banyak kalangan adalah dengan melakukan kajian yang lebih komprehensif.
“Kalau disurvei opini dan persepsi publik, bisa dilakukan, diriset mana yang setuju dan mana yang menolak. Hipotesa saya mayoritas setuju pemekaran, (mereka menolak) karena mereka banyak yang belum mendapatkan kesejahteraan dan berada di wilayah terisolir,” kata dia.
Polemik DOB, Presiden Jokowi Diminta Turun Gunung, Pemerintah Pusat Sosialisasikan Gandeng Toga, Toda, Tomas
Pengamat Intelijen dan Keamanan Stanislaus Riyanta menyebut bahwa jika ada pihak yang menjadi penunggang gelap atau ada elit politik yang ikut memperkeruh mendukung penolakan pemekaran DOB Papua tentunya harus dilakukan penyelidikan dan diungkap motifnya.
“Tentu harus diselidiki apa alasannya dan apa motifnya,” ucap Stanislaus.
Menurut dia, DOB ini perlu penyatuan pendapat dulu di tingkat elit, sehingga bisa disampaikan kepada masyarakat dengan baik, dan dilaksanakan dengan lancar.
“Jika di tingkat elit masih belum satu suara maka akan menjadi hambatan,” ucapnya.
Selanjutnya, kata dia, Pemerintah pusat perlu menjelaskan dengan detail terkait DOB kepada masyarakat Papua selaku penerima manfaat, dan ini bukan hal yang mudah dicapai dalam waktu singkat.
Sebelum DOB itu diketok, Stanislaus justru lebih menekankan agar DOB ini disosialisasikan terlebih dahulu hingga ke tingkat masyarakat sambil memetakan jika ada penolakan.
“Sebaiknya disosialisaikan terlebih dulu hingga tingkat masyarakat, sambil dipetakan jika ada penolakan. Dari peta penolakan inilah bisa disusun langkah-langkah antisipasi,” sebutnya.
Selain itu, kata dia, Pemerintah Pusat harus wajib turun hadir ditengah-tengah rakyat Papua yang merespons menolak DOB tersebut.
“Ya pemerintah pusat wajib turun ke daerah di mana daerah tersebut ada permasalahan. Tidak harus presiden, tetapi bisa juga Menteri,” kata Stanislaus.
Maka itu, kata dia, untuk saat ini Pemerintah harus lebih bekerja keras mensosialisasi dengan melibatkan NGO, tokoh agama, tokoh adat dan unsur masyarakat lainnya masih perlu ditingkatkan.
“Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian untuk hal ini,” katanya.
Hal senada juga dilontarkan Pengamat Politik Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto agar Presiden Jokowi bisa turun tangan terkait masalah ini. Persoalan utama polemik ini, kata Hari, adalah karena lemahnya komunikasi.
“Presiden Jokowi bisa turun tangan terkait masalah ini,” ujar Hari.
Dia juga meminta agar dilakukan sosialisasi yang komprehensif kepada seluruh warga Papua terutama OAP terkait materi dan isi dari RUU Pemekaran ini.
“Jangan sampai niat baik Presiden dibegal oleh ketidakbecusan aparaturnya. Sehingga terkesan masyarakat Papua dan Presiden saling berbenturan,” tukasnya.